Paksa

1.6K 96 4
                                    


Aku pikir kalian harus berimajinasi mengimplementasikan diri kalian sebagai salah satu tokoh disini. Tentu saja, supaya bisa melebur dengan isi cerita. Silahkan melebur. Lalu kuberi ucapan "Selamat Melebur". Nikmati sajian beracun ini.

~~~•~~~

"Zav, ini?" tanya Fanya bingung ketika Arza tiba tiba meletakkan sebungkus roti dan sekotak susu ke meja Zava sebelum cowok berbadan tinggi itu duduk dibangkunya.

Zava terkejut bukan main juga. Bayangkan jika seseorang memberimu sesuatu tanpa ada angin apapun sebelumnya.

Zava ambil roti dan susunya di meja kemudian berdiri meletakan dengan kasar ke meja si pemberi lagi. Dan sama sekali tidak digubris Arza.

" Wah. Ini nggak dimakan nih, Za?" tanya seorang pemuda bertubuh tambun dengan ragu yang kemudian hanya dibalas dengan tatapan datar Arza.

" Nggak jadi, bercanda tadi. " Kikuk Kenzo.

" Ambil," kata Arza kembali beratensi pada ponsel yang dimiringkannya.

" Beneran boleh?", heboh Kenzo.

Arza tak mau menanggapi lagi, baginya ucapan tadi cukup jelas dimengerti.

Hingga kemudian kegiatan belajar mengajar berlangsung dan pada mata pelajaran terakhir setelah istirahat kedua, Arza tidak mengikuti pembelajaran. Sebenarnya, ini bukan suatu fenomena yang jarang terjadi. Ini sering dilakukannya dengan meninggalkan tas di kelas.

Kringgg

Bel pulang berbunyi. Sadar tadi pagi belum piket, akhirnya Zava memutuskan melakukan tanggung jawab tertundanya. Melihat sampah tercecer cecer membuatnya risih dan gemas untuk membuangnya.

" Mau ditemenin, nggak? " tawar Nofaldo si ketua kelas.

" Nggak perlu, duluan aja. Ngapain juga nungguin kalo nggak ngebantuin, " kata Zava.

" Lo jangan judes judes gitu dong, Zav. Jadi cewek tuh harus yang lemah lembut, ngomongnya juga dipelanin dikit biar enak gitukan didenger ", lembut Nofal.

" Gue sama Fanya cabut duluan yah, Zav. " Kata Arin.

" Nih, sekalian bawa tukang nyuruh buat pergi, " kata Zava sambil mendorong Nofal pergi.

" Yaudah, Zav. Gue pergi." Lambai Nofal.

" Iya!".

Zava masuk kekelas dan mulai menyapu diatas deretan keramik putih. Tidak terasa penat pun ia biasa melakukannya di rumah. Usainya, ia meletakkan sapu di gantungan tepat di pojok dinding kelas. Tepat di belakang bangku Arza.Entah dorongan dari mana, ia menduduki bangku tersebut setelah dia menangkap banyaknya coklat batangan dan bunga bunga buatan di laci itu.

Membiarkan tangan lentik miliknya untuk menggapai satu bungkus coklat dan mengeluarkan tulisan dari sana yang tertulis beberapa nama si pemberi. Sambil membaca itu, sadar tak sadar ia memakan coklat digenggamannya.

" Ternyata banyak yang suka? Kok nggak tau si gue, ini pasti dari anak kelas sebelah nih kebanyakan. Nggak tahu aja dia gimana Arza di kelas." Zava menilik tulisan tulisan dari berbagai note tertempel.

Masih sambil mengunyah Zava berujar, "Bawa satu dosa nggak yah? Lagian ini mubazir juga kalo masih nggak dimakan."

Pintu terbuka menampilkan sosok berparas tajam, dapat dibuktikan dengan tukikan alis dan garis rahangnya yang kokoh. Arza tentu menghampiri bangkunya karena tujuan utamanya adalah tas. Namun karena seseorang sedang duduk dengan mata tercengang menghadapnya, ia lantas mendaratkan pantatnya di bangku sebelah cewek itu.

ARZATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang