Mengorbankan Harga Diri

2K 109 13
                                        

Jangan lupa klik bintang dikiri bawah💜

~~~•~~~

Seminggu masa skors telah berlalu. Kejadian setelah Arza mengutarakan akan mencari Ibunya, Ayahnya hanya diam dan terkejut meninggalkan tempat makan. Pikir Arza, Ayahnya masih belum siap membuka luka lama akibat ditinggal Ibunya tanpa kabar. Tapi Arza yakin, Ayahnya juga pasti rindu.

Selama seminggu juga Arza menapaki tempat tempat yang dahulu suka dikunjungi bersama Ibunya sewaktu masih kecil. Selain membuka rekaman manis dikepala, Arza juga mencari cari info tentang Ibunya seperti pergi mengunjungi ketempat warung bubur sebelah komplek perumahan yang dulu sering disimbanginya untuk sekedar bertanya dan pesan teh, persis kemarin sebelum hari ini Arza masuk sekolah.

Seminggu juga waktunya dirasa sia sia. Pernah sekali ia mendapati alamat setelah Ibunya meninggalkan rumah, namun yang didapati adalah penghuni rumah yang berbeda, katanya ia beli rumah ini bukan dari atas nama Ibunya.

" Loh? Gue kira Arza di DO ", kata Fanya melirik Arza menduduki bangkunya.

Zava dan Arin memilih tak menanggapi karena guru sudah masuk dan bersiap memulai pelajaran.

Semua hal dikelas hari ini berjalan seperti biasa. Jangan pernah hitung kehadiran Arza, ada ataupun tiada si Arza tidak akan mengubah keadaan apapun dikelas.

Bel pulang berbunyi, Arza lekas keluar dari kelas keparkiran untuk mengambil motor sportnya. Hal sama juga dilakukan murid lain seperti Zava, keluar kelas menuju gerbang. Tapi sekarang dia tak perlu menunggu lama bis dihalte, semenjak Robert sering antar jemput sekolah, Zava jadi tidak perlu kegerahan menunggu bis. Apalagi Zava tidak perlu menunggu Robert, kadang seperti saat ini Robert sudah ada dulu didepan gerbang saat pulang sekolah. Zava beruntung bisa mengenal Robert.

Seperti biasa, Robert pakai hoodie untuk menutupi seragam identitasnya. Bahaya jika anak SMA Ganesha tahu dia anak SMA Padjajaran. Zava sangat menerima itu.

Motor Arza keluar dari parkiran, melajukan motornya sampai kebibir jalan. Matanya menelisik meyakinkan bahwa orang disampingnya yang sedang memakaikan helm pada cewek kelasnya adalah benar si Robert, musuh gengnya.

Arza menggebar geberkan motornya sejenak, supaya yang dilihatnya tahu bahwa dia ada disampingnya dan lantas pergi dari sana menuju rumah Deffen. Sama sekali tak menghiraukan makhluk berambut panjang yang satu.

Robert tersenyum, pikirnya Arza sedang cemburu atau marahan dengan cewe yang pernah diberi jaketnya. Ada kesalahpahaman disini.

" Pegangan yang kenceng dong, Zav. Kita ngebut", kata Robert yang menaikan kecepatan motornya.

" Jangan kekencengan! Kalo mau mati, gausah ngajak ngajak. Sendirian aja! ", teriak Zava diiringi kekehan.

Robert makin menambah kecepatan motornya. Sehingga, ingin tak ingin Zava makin mengeratkan pelukannya.

" Jangan kenceng kenceng, gue turun nih ", takut Zava.

Robert menepikan motornya dan berhenti. Lalu menengok kebelakang, muka Zava terheran namun berusaha ditutupi.

" Katanya mau turun?", tanya Robert.

" Nggak jadi", senyum Zava.

" Lo juga, nggak ada tanggung jawab amat. Masa ninggalin cewek sendirian disini, kan bahaya! ", celoteh Zava.

" Lebih bahaya kalo Lo sama gue ",

Zava tidak tahu kalau perkataan Robert barusan memang betul betul peringatan untuknya. " Kan bisa pelan pelan, biar aman ".

ARZATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang