BAB 14

1.3K 194 17
                                    

■□■□■□■□■

Ketika bar baru dibuka, Neji menjadi pelanggan pertama di bar temannya itu. Kalau siang-siang pria itu datang dengan muka kacau serta rambut panjang yang tidak disisir dengan rapi. Sudah pasti ada yang sedang terjadi pada Neji. Temannya tidak lama menyodorkan wiski, malas menunggu Neji meminta. 

"Kau tampak kurang baik." Omoi berbicara, si pria berkulit hitam dari Afrika yang besar di Jepang. Teman baik Neji, setidaknya orang-orang dapat menyebutnya demikian. "Masalah keluargamu?" tidak, bukan itu pastinya. Omoi dapat mengerti satu hal. "Mungkin soal wanita dari pecinan itu, ya?" Neji mendongak ketika baru mendapatkan posisi nyaman untuk duduk di kursi bartender, memandangi Omoi tanpa rasa terkejut. 

Kemudian Neji menghela napas. "Jadi kau yang memberitahu dia." Ujarnya pasrah, karena marah pun percuma, ini sudah terjadi—Tenten pun datang menemuinya dan memberikan kejutan yang membuat jantung Neji berdenyut karena kaget. 

Selama seharian itu, Neji berdiam diri di bar sambil menikmati wiski sedikit demi sedikit. Gelisahnya menggiring Neji untuk menghabiskan dua botol tanpa tersisa. Ia mengamati langit-langit kelabu bar. Dentuman musik Jazz tidak membuatnya terhibur. Pikirannya pun kosong. Tak menentu membawanya ke mana. Ia sampai tak bisa terbangun. Badannya bukan main lesu. 

Omoi kemudian mendatanginya, membawakan segelas air putih, berharap Neji tenang. Namun Neji tetap berada di tempatnya. Bergeming seperti patung. Hanya kelopak matanya yang terus berkedip-kedip. Selayaknya tubuhnya mengalami lumpuh.

Bartender di meja bar bertanya pada Omoi. "Sejak tadi temanmu seperti itu, apakah dia baik-baik saja?" Omoi melirik sebentar, hanya membuang tawa setelahnya. "Dia membutuhkan teman untuk berbicara."

"Semua orang di sini hampir butuh teman dan seseorang yang dapat menghiburnya. Tapi kita hanya mampu menyediakan minuman.  Bukan hanya dia saja yang seperti itu di tempat ini, bahkan ada yang lebih parah dari kondisinya." Omoi mengumumkan, sejak saat itulah si bartender tidak membuka suara kembali tentang Neji. Mencoba iba atau perhatian.

Omoi berpikir bar tempat di mana orang-orang terpuruk datang. Hanya sedikit dari mereka yang datang ke sini untuk mengobrol santai. Bar milik Omoi bukan sejenis Izakaya. Bar mewah ini dirancang untuk minum sendiri tanpa seorang teman sambil mendengarkan musik Jazz. 

Neji membuka matanya ketika suara tak asing menggemuruh di telinganya. Ia mengenali suara tertawa seorang. 

Meski kian lama dia tidak dapat mengenali dengan pasti karena pandangan yang kabur efek minuman keras. Neji tetap menghafal siapa laki-laki yang turun dari lantai atas bersama seorang wanita berambut merah muda dan satu orang laki-laki lain.

Neji mengambil duduk. Ia dapat merasakan tanah seolah-olah bergoyang. Ia mendekati seseorang yang dikenal olehnya tadi. 

"Naruto," Neji memanggilnya—adik iparnya yang kemudian bergeming di tempatnya karena tidak menyangka bertemu Neji di sini. "Ah, kebetulan sekali. Aku mabuk berat. Mau mengantarku pulang?" 

Naruto menangkap tubuh Neji. "Ya Tuhan!" ia mengerang pasrah. "Mengapa bisa kau mabuk seperti ini." Sasuke dan Sakura memperhatikan keduanya. Menunggu Naruto meminta tolong kepada mereka. "Tidak usah," kata pria itu mencegah Sasuke untuk menangkap tubuh Neji yang limbung. "Biar aku saja. Aku akan membawanya pulang ke rumah." 

Setengah sadar, Neji merogoh saku jaket. "Aku bawa mobil. Pakai mobilku saja." 

"Kebetulan, aku tidak bawa mobil." Balas Naruto yang setelah itu menerima kunci mobil Neji. Ia melambai pada kedua temannya yang meninggalkan bar setelah Naruto memintanya. 

Omoi berlari setelah dia sempat pergi ke kamar mandi. "Demi Tuhan Neji." 

"Biarkan aku saja." Naruto mencegah Omoi mengambil alih. "Aku adik iparnya." 

Fallen Heart [PDF] ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang