BAB 16

1.6K 222 10
                                    

Mulai besok saya libur update Fallen Heart, disebabkan jadwal tugas negara. Sampai jumpa hari Jumat atau Sabtu. 

■□■□■□■□■

Malam sebelum Neji menyerahkan dirinya sendiri ke kantor polisi. Ia mendatangi Tenten dengan kesadaran yang sudah di ambang batas. Sementara Neji tidak memiliki tempat singgah pada masa-masa kondisi kacaunya kecuali tempat Tenten—gadis itu pasti akan menerimanya secara sukarela.

Selesai menekan bel, Neji menunggu Tenten membukakan pintu. Berselang empat atau lima detik. Neji mendapati Tenten membuka pintu. Gadis itu tengah mengenakan kaus tipis kebesaran yang terlihat nyaman untuknya. Rambutnya yang biasa digulung menjadi dua di setiap sisi kepala. Kini Tenten menggulungnya tinggi-tinggi di tengah.

Tenten menarik biskuit dari mulutnya. Ia tidak mengira kalau Neji yang menemuinya. Bukan tukang pengantar pizza yang dia tunggu-tunggu hampir 40 menit lamanya. 

"Apa yang sedang terjadi?" Tenten mengamati. Baju Neji penuh percikan darah. Wajah yang lesuh dan memerah. Rambut cokelat yang panjang sangat awut-awutan. "Kau terluka?" tanyanya, menjumpai Neji masih berpakaian yang sama, apalagi bekas darah tak dapat dialihkan dari pandangan Tenten. Pikirannya pun sudah ke mana-mana.

Neji tersengguk-sengguk. Memeluk Tenten kemudian. Seolah-olah merasa bersalah. Seakan-akan dia tidak memiliki seseorang yang dapat dipercaya dan dimintai tolong kecuali Tenten, gadis dari pecinan.

Sampai di dalam, begitu Tenten menutup pintunya. Mereka masih berdiri dan Neji membuka suara. "Aku membunuh seseorang," katanya gemetar. "Apa yang harus aku lakukan sekarang? Aku benar-benar begitu saja melakukannya. Aku tidak berniat menusuknya dengan sekrup."

"Neji—" Tenten berseru lirih. Menutup mulutnya supaya tidak berteriak. "Kau terlibat pertengkaran? Seseorang merampok dirimu?"

Seluruh kekuatannya lenyap. Neji berlutut di area pintu. Ia kalut oleh kesedihan dan rasa sesal. Demi Tuhan. Dia mungkin marah kepada Naruto—kesal bercampur benci karena banyak faktor yang membuatnya demikian. Namun Neji tidak pernah sekalipun berpikir harus melenyapkan suami adiknya.

"Adikku pasti akan membenciku. Kakekku akan marah. Ibu dan ayahku akan bersedih." Tenten berlutut, memeluk Neji kemudian. "Aku menyesal telah melakukannya!" ia menangis sampai suaranya hampir menghilang. Namun Tenten tidak tahu apa yang bisa dia katakan.

Hampir dua jam mereka terus terlibat diam—Tenten membiarkan Neji tenang sembari memikirkan masalahnya. Tenten tak bersuara kecuali merapikan rambut panjang lelaki itu. Hanya sekali bertanya apakah Neji butuh sesuatu seperti makan atau minum.

Namun Neji tidak ingin apa-apa. Kecuali tertidur kemudian agar pikirannya tenang.

Keesokan paginya, ketika Tenten terbangun dari tidurnya. Dia sudah berada di atas ranjang dan selimut menutupi tubuhnya.

Neji meninggalkan catatan di atas meja Tenten. Dan begitu Tenten membacanya, dia menangis sekeras-kerasnya.

Laki-laki itu pergi untuk menyerahkan diri. Sebelum pergi, Neji meminta kepada Tenten—berharap lebih tepatnya, Tenten mau menunggunya nanti usai masa penahanan yang diterima selesai. 

Neji ingin pergi bersama Tenten dan anak mereka nanti. Pergi ke suatu tempat di mana hanya ada mereka bertiga. Berbahagia dan tersenyum bersama. 

■□■□■□■□■

Sudah tiga hari Naruto berada di rumah sakit. Seharusnya hari ini dia bisa pulang. Tapi lagi-lagi kekhawatiran berlebih dari keluarganya membuatnya tidak bisa meninggalkan tempat tidurnya. 

Fallen Heart [PDF] ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang