5

14.5K 1.4K 106
                                    

"Melupakan tak akan pernah terjadi apabila belum memaafkan."

***

Satu jam yang lalu.

Kalau bukan karena Rifqi, kini Rifa tidak akan berada di sini. Banyak sekali tugas-tugas yang belum terselesaikan. Rifa bukan tipikal mahasiswa yang akan mengorbankan kesehatannya untuk tidur larut malam hanya untuk mengerjakan tugas. Dia lebih memilih untuk menyicilnya sehingga di akhir nanti dia bisa bersantai sejenak. Namun semua rencananya gagal terlaksanakan karena sahabatnya yang satu ini.

"Gak ada yang mau sama lo yah di kampus makanya ngajak gue," Rifa dari tadi tidak berhenti mengejek Rifqi. Masih ada sedikit rasa kesal dalam dirinya karena ulah pria ini.

"Lo tau sendiri lah dari SMA antrian yang mau sama gue selalu penuh, seharusnya lo bersyukur gue kasih tiket fast track gratis," Rifqi menanggapi ejekan Rifa.

Rifa berdecak sebal. Bukannya merasa kesal Rifqi malah balik menggombalinya. Padahal tujuan utama Rifa mengejek-ejeknya supaya dia merasa kesal kepadanya sama seperti apa yang dia rasakan saat ini.

Farrel menggeleng-gelengkan kepalanya melihat kedua teman SMAnya. Mereka tidak berubah sedikitpun. Dari dulu siklusnya tidak berubah, Rifa yang memulai pertengkaran dengan mengejek-ejek Rifqi dan lelaki itu malah membalasnya dengan gombalan atau rayuan yang membuat Rifa merasa jijik padanya.

"Gue pikir kalian gak akan berantem kaya begini lagi, taunya masih sama," Farrel mulai angkat suara.

"Gatau nih, si Rifa ngejek gue mulu kan jadinya gatel pengen gue godain," Rifqi menyalahkan Rifa seperti anak kecil yang sedang mengadu ke ibunya.

Dari dulu Rifqi tidak pernah tersakiti dengan ejekan Rifa. Dia juga tidak pernah membalas dengan cara mengejeknya kembali karena Rifqi sudah mengenal sifatnya yang cenderung sensitif. Maka Rifqi mencari alternatif lain untuk membalasnya apabila mereka ada dalam situasi seperti ini, yaitu dengan cara menggombalinya atau memuji dirinya sendiri secara berlebihan. Itu sudah lebih dari cukup untuk membuat Rifa makin dongkol kepadanya.

Ponsel yang ada di atas meja berbunyi. Farrel yang baru saja ingin mengeluarkan suaranya, dia pendam kembali. Ketiganya sepakat untuk tidak memainkan ponselnya sama sekali dalam pertemuan kali ini dengan cara mengumpulkannya di tengah meja. Supaya aturannya dipatuhi oleh semuanya, perlu diadakan sebuah sanksi. Orang pertama yang mengambil ponselnya dari meja itu harus membayar makanan yang sudah dipesan oleh ketiganya alias mentraktir.

Rifa terkejut. Kali ini ponselnya yang berbunyi. Dia mencoba untuk mengintip siapa yang memanggilnya tanpa menyentuh ponselnya sedikitpun. 

Pupil Rifa membesar. Dia tidak menyangka Michelle yang meneleponnya kali ini. Suatu kejadian yang tidak pernah terjadi sebelumnya, ditelepon oleh Michelle pada siang hari. Rifa segera mengambil ponselnya dari meja itu, tak peduli apa yang akan dikatakan oleh Rifqi dan Farrel.

"Yes, ditraktir Rifa," Farrel terlihat sangat bahagia. Ini sudah akhir bulan, dan uang sakunya sudah sangat menipis.

"Penting ini, gue gak ikutan," Rifa sudah terlihat sangat cemas.

"Kenapa? Bebep Dino tiba-tiba nelepon ya? Gapapa angkat aja Fa gue ngerti kok dia masih jadi orang penting dalam hidup lo," tebak Rifqi sekaligus menggodanya.

"Michelle yang nelepon, orang penting dalam hidup lo," Rifa memperlihatkan layar ponselnya, terdapat nama Michelle tertulis jelas di layar ponsel tersebut. Emosi Rifa sudah berada di puncak. Kadangkala Rifqi tidak bisa bertindak berbeda dalam kondisi santai dan serius.

Rifqi sontak membisu. Walaupun Rifqi terlihat kuat, jantungnya sangat lemah. Hanya dengan mendengar nama gadis yang sempat dia sayang dengan ketulusannya, jantungnya berdegup lebih cepat dari biasanya.

Tadi pagi Rifqi sudah bertemu dengannya. Dia tidak menduga akan dipertemukan kembali secepat ini. Suatu kebetulan yang sangat berharga bagi Rifqi. Dalam kebisuannya, Rifqi berusaha untuk menyimak percakapan Rifa dengan gadis itu.

"Terus lo gimana dong pulangnya, mau gue susulin ke sana?" Rifa masih menempelkan ponselnya di kuping kanannya. Wajahnya terlihat begitu cemas. Rifqi sudah bisa menebak gadis yang menelepon Rifa sangat membutuhkan pertolongan.

Tak lama kemudian, Rifa segera menurunkan ponselnya dari telinga. Panggilan diantara keduanya telah berakhir. Namun Rifqi masih larut dalam lamunannya. Terjun ke masa lalunya, mengingat kenangan yang sudah dia buat bersama Michelle selama masa SMAnya.

"Wey kesambet setan apa lu begong dari tadi," Rifa menyadarkan Rifqi yang sudah terlalu jauh menyelami masa lalunya.

"Dia dimana sekarang?" Rifqi langsung bertanya tanpa menghiraukan ucapan Rifa sebelumnya.

"Gak Rif, gue gak setuju lo samperin dia. Luka yang lo buat masih berbekas di Michelle, gue gak mau liat sahabat gue terluka lagi," tanpa Rifqi memberi tahu rencananya Rifa sudah bisa menebak apa yang akan dilakukan olehnya.

Rifqi menghembuskan nafas beratnya. Dia tahu Rifa tidak akan setuju dengan rencananya, namun sayangnya Rifa bisa membaca apa yang ada di dalam pikirannya. Walaupun begitu, Rifqi masih berusaha untuk membujuk Rifa, "sekali ini aja please, gue mau ketemu dia."

"Tadi pagi kan udah, lo sendiri liat kan gimana raut wajahnya tiap dia ngeliat lo. Rif, piring yang udah pecah itu gak akan bisa balik lagi seperti semula," Rifa tetap keras kepala tidak mengizinkannya untuk bertemu sahabatnya.

"Tapi seenggaknya gue masih bisa nyatuin semua kepingan itu. Gue mau memperbaiki hubungan gue sama dia Fa. Seenggaknya kalau gak bisa dapetin hatinya lagi, dia mau nganggep gue temen lagi," jelas Rifqi penuh kekecewaan. Baru kali ini Rifa sama sekali tidak mendukung rencananya.

Rifqi segera bangkit dari bangku yang dia duduki selama berjam-jam. Meninggalkan kedua temannya begitu saja.

Rifa terkejut. Tidak seperti biasanya Rifqi seperti ini. Kali ini Rifa benar-benar berada di kondisi serba salah. Apabila dia mengiyakan rencana Rifqi dia harus siap melihat sahabatnya kembali dalam keterpurukan. Namun di sisi lain inilah yang terjadi, dia terpaksa harus mengecewakan teman kecilnya.

Hatinya sangat gelisah. Entah harus memihak siapa. Rifa sangat mendukung dua sejoli itu kembali bersama, namun dia tahu keadaanya sangat tidak memungkinkan dan hal itu hanya akan menyakiti dirinya sendiri. Pada akhirnya mereka akan terpisahkan kembali.

Setelah memikirkan segala resiko yang akan terjadi dengan segala pilihannya, akhirnya Rifa kembali bersuara cukup keras tepat sebelum Rifqi keluar dari café tersebut, "Dia di halte."

Pada akhirnya Rifa akan selalu membela sahabat laki-lakinya. Teman kecilnya itu selalu mendapat dukungan dari sekitarnya. Lagi-lagi realita selalu berjalan sesuai keinginannya. 

***

Vote dan Comment buat next part!

Instagram :

Putrizhr

Chachaii_

Hai semuanya! Gimana CLBK sama part yang ini? Lebih greget kan? wkwk. aku usahain update tiap hari jumat/sabtu yaah. Tapi kalo sudah tembus 1K views & 200 vote bakal aku langsung up. Staytune sama kisahnya Michelle & Rifqi! selamat ngabuburit hehehe

CERITA LAMA BELUM KELAR - CLBK (IPA & IPS 2)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang