Perkawinan Sedarah
Part 18
Rudianto muncul dari dalam rumah dengan wajah yang kusut. Menghampiri Aryo yang sedang berbincang di teras dengan Broto kakaknya. Dari raut wajahnya, Aryo bisa menerka, pasti ada yang tidak beres.
"Mas, Nuning malah marah padaku. Aku sudah menjelaskan semuanya, tapi dia tak terima. Malah menuduhku hanya memanfaatkan dan membohonginya," keluh Rudianto pada kakaknya.
Dia duduk di samping Broto dengan wajah muram. Aryo sudah menduga. Ibunya pasti akan sulit untuk memaafkan ayahnya. Mengingat dulu, waktu sang ayah meninggalkan mereka dan memilih menikah lagi dengan ibunya Rustika.
Saat itu, walaupun masih kecil, tetapi Aryo bisa mengingat dengan jelas. Bagaimana ibunya kadang sering menangis diam-diam di malam hari, saat dia dan Nisa tertidur. Aryo sering terjaga saat mendengarnya terisak. Namun, dia memilih untuk pura-pura tidur agar tak mengganggu.
"Mas, kenapa kau meninggalkanku? Apa salah dan dosaku? Apakah karena wanita lain?" bisik ibunya.
Namun, Aryo masih bisa mendengar dengan jelas. Juga umpatannya kepada wanita itu. Yang tega merebut ayahnya dari mereka. Yang membuatnya akhirnya memendam kebencian kepada mahluk Tuhan yang berwujud perempuan.
Mungkin, sekarang ini ibunya terluka lagi. Untuk kedua kalinya. Sebagai orang yang mengerti dengan jelas duduk persoalannya, Aryo merasa harus ikut memperbaiki keadaan.
"Mau ke mana, Le?" tanya Broto saat melihat Aryo beranjak.
"Menemui Ibu, Pakdhe!" jelasnya.
"Ya sudah. Hiburlah ibumu. Ingat! Hati-hati bicaranya!" pesan Broto.
Aryo mengangguk, dan segera masuk ke rumah. Dia mengetuk lalu membuka pintu kamar ibunya, tetapi terkunci.
"Ibu! Aryo boleh masuk?" seru laki-laki itu.
Tak lama, wajah ibunya menyembul dari balik pintu. Terlihat jelas, dia menangis. Wajah yang memerah, mata yang bengkak, dan hidungnya juga berair. Aryo merasa sedih melihat keadaan sang ibu. Untunglah, Nisa sedang kuliah, jadi tak melihat itu semua.
"Bu, sabar, Bu! Semua sudah terjadi!" hibur Aryo saat ibunya memeluk sang anak.
"Ibu nggak terima, bertahun-tahun telah dibohongi oleh ayah juga pakdhemu itu. Mereka mempermainkan perasaan Ibu. Keterlaluan! Mereka pikir Ibu ini mainan apa?" gerutunya sambil melepaskan pelukan.
Aryo tersenyum. Sudah lama sekali tak melihatnya marah-marah. Biasanya, dia selalu bersabar atas apapun.
"Ibu, pernahkah Ibu memikirkan apa alasannya mereka melakukannya?" tanya Aryo hati-hati.
"Apapun alasannya, tak seharusnya mereka membohongi Ibu. Kalaupun mereka bicara kenyataannya, pasti Ibu akan terima," sanggahnya.
Ibunya memang seorang yang keras kepala.
"Ibu, kalau mereka jujur, mungkin Aryo tak merasakan kasih sayang dari seorang ayah. Ibu juga mungkin akan hidup menjanda selamanya," kata Aryo.
"Lebih baik Ibu menjadi janda daripada terlibat pernikahan palsu seperti ini. Rasanya sakit, Nak!"
"Tapi, Ayah bertanggung jawab penuh atas kita, kan, Bu? Hanya enam tahun saja dia menghilang. Selanjutnya, bukankah dia ayah dan juga suami yang baik?" bela Aryo.
"Iya, dia melakukannya karena terpaksa," sangkalnya.
"Tapi, Bu. Niat mereka baik. Mereka tak ingin Ibu menderita. Dan juga, itu amanat dari almarhum Ayah, Bu!"
"Harusnya, mereka memberitahu kalau ayahmu meninggal. Kita masih bisa bertahan hidup tanpa mereka. Kalau begini, Ibu bahkan baru tahu meninggalnya ayahmu, jadi tak pernah mendoakannya. Ibu merasa bersalah sudah menghianati ayahmu," isaknya.
"Ibu tak perlu merasa bersalah. Ibu juga tak menghianati almarhum Ayah. Ini semua sudah kehendak dari Tuhan. Tanpa campur tangan Tuhan, tak mungkin ini semua terjadi," hibur Aryo.
Ibunya terdiam. Namun masih terdengar isakannya pelan. Bahu sang ibu terguncang-guncang seiring isakan.
"Sekarang, Ibu harus bagaimana, Nak?"
Pertanyaan itulah yang Aryo tunggu dari tadi. Ibu meminta pendapatnya.
"Kalau menurut Aryo, sih, lebih baik Ibu bersikap biasa saja sama Ayah. Toh, biar bagaimana pun juga, Ayah itu suami Ibu yang sah. Terlepas dari kesalahannya di masa lalu, beliau juga manusia. Dan selama ini, kita juga bisa melihat kesungguhan serta jawabnya menjadi kepala rumah tangga."
Entah mengapa, kata-kata meluncur begitu saja dari mulut Aryo, seakan ada yang membimbingnya. Aryo sendiri bahkan terheran-heran dengan apa yang baru saja dia ucapkan.
"Tapi tak semudah mengatakannya, Nak! Bagi Ibu yang menjalaninya, itu berat. Tak mudah memaafkan orang yang telah menorehkan luka di hati."
"Ibu hanya perlu waktu. Perlahan, semua akan baik-baik saja, Bu."
Untuk kesekian kalinya, sang ibu memeluk Aryo.
"Terima kasih, Nak. Engkau telah membuka pikiran Ibu," lirihnya.
Aryo melepaskan pelukan sang ibu, lalu mengusap air mata yang menyungai Gangga di pipi ibunya.
"Ibu kelihatan jelek kalau menangis," ledeknya.
Akhirnya, sudut bibir sang ibu terangkat ke atas. Ibunya tersenyum. Aryo merasa lega melihat itu.
***
Esoknya, sang ibu meminta Aryo mengantarnya ke makam ayah Aryo karena penasaran dengan cerita laki-laki itu. Pakdhe dan ayahnya berpandangan saat melihat Aryo mengeluarkan motor.
"Mau ke mana, Le?"tanya pakdhenya.
"Mau antar Ibu ke makam, Pakdhe," sahut Aryo.
"Nak, ibumu udah nggak marah?" tanya sang ayah penasaran.
"Tenang aja, Yah. Aryo sedang berusaha mengambil hatinya. Ayah sabar aja, ya!" sahut Aryo.
Rudianto menautkan ibu jari dan telunjuknya, tanda setuju. Lalu pura-pura tak peduli ketika melihat sang istri keluar. Aryo mengulum senyum melihat tingkah ayahnya.
Memang harus seperti ini. Agar Ibu tak menuduhku memihak pada Ayah. Sesungguhnya, aku hanya ingin memihak pada kebenaran, dan mencari titik temu di antara keduanya, batin Aryo.
***
Nuning menangis sedih saat terduduk di samping pusara Rudiatno. Aryo sungguh tak tega melihatnya. Tak terasa, air mata menitik dari sudut matanya.
Mereka terhanyut dalam suasana, hingga sebuah suara yang tak asing terdengar menyapa.
"Sedang apa kalian di sini? Kenapa Nuning menangis? Apa hubungan Nuning dengan Rudianto hingga menangisinya?"
Serentak, Aryo dan ibunya menoleh ke arah asal suara. Wajah Nuning terlihat tegang. Aryo sendiri merasa gugup. Jantungnya berpacu dengan cepat. Mereka tak mengira akan kedatangan orang itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Perkawinan Sedarah
RomantizmPernikahan Sedarah #Blurb Rustika adalah seorang gadis desa yang polos. Kemiskinan membuatnya memutuskan untuk mengadu nasib di kota Bogor. Takdir mempertemukan Rustika dengan Aryo, laki-laki yang terkenal dingin dengan perempuan. Anehnya, Aryo ter...