Chapter 🍎 23: Satu Pesantren Satu Usaha

27 7 0
                                    

Bukan Juni 2019, Yusuf memberitahu Juani bahwa ada program bantuan usaha untuk pondok pesantren di Jawa Barat. Mendengar hal tersebut, Juani langsung tertarik untuk mendaftarkan pesantren yang telah dibangunnya sejak 2015 lalu.

Namun, kekurangan Juani adalah tidak melek internet, karena hal itulah ia butuh bantuan Yusuf serta anak menantunya untuk mengurus hal tersebut. Saat itu Juani memberi kabar Rizki dan Ainiy tentang pendaftaran bantuan Satu Pesantren Satu Usaha.

Walau berada jauh di Cirebon, baik Rizki ataupun Ainiy sangat antusias untuk membantu Juani mendaftar sebagai peserta program tersebut. Hingga satu minggu kemudian, muncul pengumuman bahwa Pondok Pesantren Nur Al-Huda milik Juani telah lolos seleksi tahap pertama secara daring.

Langkah ke dua untuk mengikuti program tersebut adalah dengan mengikuti audisi tahap satu dan mengumpulkan berkas pendaftaran secara langsung. Juani mendaftarkan Cahaya sebagai perwakilan pengajar serta Rizki yang berstatus sebagai pimpinan para santri di Pondok Pesantren Nur Al-Huda.

Selain pengumpulan berkas milik pesantren serta dua peserta perwakilan, pihak SPSU atau Satu Pesantren Satu Usaha meminta semua pesantren untuk membuat satu rancangan usaha dalam bentuk proposal. Juani langsung menghubungi Yusuf untuk pembuatan proposal tersebut. Hingga adik ipar pun dengan senang hati mau membuatkan.

Begitu ada panggilan audisi di Subang, Rizki dan Ainiy pun langsung pergi dan menginap selama beberapa hari di rumah Cahaya.

Sebelum audisi esok hari, Ainiy berusaha untuk melihat dan memeriksa proposal milik Juani. Namun, Juani selalu menolak karena ia yakin bahwa proposal buatan Yusuf sudah sempurna.

Akhirnya, sore itu Ainiy hanya bermain bersama Syamsiyah bersama Rizki dan sang mertua di kamar Cahaya.

"Bu, Yayah, kok, belum duduk juga? Kan, udah tujuh bulan," tanya Ainiy.

"Iya, nih, nggak tahu si Yayah kalau didudukin malah nangis, kayak ketakutan gitu."

"Oh, iya, hape baru Abah ke mana? Rizki nggak pernah lihat."

"Masih dirahasiakan dari Ali, kayaknya, biar nggak diambil buat mainan," ungkap Ainiy.

"Boro-boro! Udah lama ketahuan," ujar Cahaya. "Makanya jarang di Ibu sama Abah, karena selalu dimainin sama Ali."

"Wah... udah nggak bisa diambil alih kalau udah sama anak itu mah!" ujar Rizki.

Cahaya tiba-tiba teringat kejadian saat dirinya dikeluarkan dari grup oleh Ibu Malika. Karena Rizki adalah teman curhatnya sejak dulu, wanita yang sudah menyandang gelar mertua itu berusaha berbagi cerita pada anak dan menantunya.

"Oh iya, Ki... Ibu sama Abah, teh, dikeluarkan dari grup keluarga Abah Habib," ungkap Cahaya.

Ainiy merasa sangat terkejut dengan ucapan Cahaya. "Hah, sama siapa, Bu? Kenapa bisa dikeluarkan?"

"Nenek Malika yang mengeluarkan."

"Kenapa si Nenek sampai ngeluarin Ibu sama Abah?" tanya Rizki.

"Jadi, teh, di grup itu sering kirim-kirim foto. Ada yang foto anak,  foto jalan-jalan. Ibu juga ikut kirim foto Rizki sama Ainiy. Terus, tiap hari, teh, si Nenek itu kirim foto jalan-jalan sama Bi Ayu. Jalan ke tempat yang berbeda gitu. Cek (kata) Abah, teh, gini, ‘anak yang satu selalu bahagia, tapi tidak memikirkan bahwa ada saudaranya yang sedang kesulitan,’ pokoknya, mah, kurang lebihnya seperti itu. Soalnya, teh, ibu lupa. Habis itu, Nenek kirim pesan pribadi ke Ibu."

Naluri, Ujian, Rizki - [TELAH TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang