Bab 5 - Muhasabah Camp

1.2K 154 24
                                    

Delia mulai melangkahkan kaki keluar dari toilet dan memasuki Masjid. Tepat satu langkah saat ia benar-benar berada dalam Masjid, ia meliarkan pandangannya ke sekeliling. Ternyata Masjid itu sangat luas. Terdapat kain pembatas antara tempat shalat bagian perempuan dan laki-laki. Jam sebagai pengingat waktu adzan terpampang jelas di bagian depan. Juga tersedia tempat imam yang rapi dengan mimbar di sampingnya.

Pandangan Delia terus menyusuri seisinya. ‘Tak terkecuali tempat mukena dengan ukuran cukup besar. Delia menghampirinya dan membawa sebuah mukena, “ish, nih mukena kok gede banget, gak ada yang seukuran badan seksi Dede Emesh.” Lama sekali Delia memilih mukena, tapi tetap ‘tak ada yang ia sukai.

“Ukhty teh lagi cari apa?” tanya seorang wanita berlogat sunda itu berhasil mengagetkan Delia.

“Gue lagi cari doi! Ya cari mukena lah. Lagian lu kenapa sih suka banget ngagetin gue? Datang ‘tak diundang, pergi tanpa permisi, dah kayak Jaelangkung tahu kagak!”

“Hehe, ya maaf. Hm … Ini mukena ‘kan banyak, Ukhty.” Menunjuk mukena yang berserakan.

“Gak ada yang cocok sama tubuh gue, gede banget ini!”

“Ya Allah, Ukhty! Ukuran mukena ini sudah sesuai dengan ukuran badan seumuran kita. Kalau dibuat ngepas, aurat kita akan tetap terlihat,” jelasnya.

“Tapi, ‘kan—“

“Sudah, sini aku pakein kalau Ukhty gak bisa pake mukenanya.”

“Idih, apa-apaan? Gue bisa pake sendiri!”

Delia menarik sebuah mukena dan langsung memakainya, “nih, udah! Awas, gue mau shalat!” ucap Delia seraya melangkahkan kaki menuju shaf pertama di bagian akhwat.

“Ish, ribet banget dah. Lama-lama keangguanan gue bisa hil … ang—“

Brakk!

“Awww … nasib Dede Emesh kok gini-gini amat, sih!” gerutu Delia setelah jatuh tersungkur. Kakinya ‘tak sengaja terpeleset karena menginjak bawahan mukena yang ia kenakan.

Nyatanya, kejadian yang menimpa Delia itu membuat kaget orang seisi Masjid. ‘Tak hanya Akhwat, Ikhwan juga.

“Astaghfirullah, Ukhty! Kamu gak papa?” tanya salah satu wanita dari belakang.

“Perasaan tuh orang buat onar mulu,” ujar yang lain.

Satria yang mendengar jeritan Delia langsung menghampiri, “Deliaaa…,” geramnya.

“Ya ampun, tolongin Dede Emesh atau apa kek! Ini malah ngelihatin doang, kalian seneng lihat gue jatuh?” omel Delia karena ‘tak satupun yang beranjak membangunkannya.

Seorang wanita lantas menghampiri Delia dan mengulurkan tangannya, “ayok bangun, Ukhty!”

“Gak usah, lu telat” tolak Delia keras.

“Ada apa ini rame-rame?” Pak Wahid menghampiri kerumunan yang dibuat oleh ulah Delia dan berusaha menetralkan suasana.

“Kalau Shalat Duhanya sudah, cepat duduk lagi dengan barisan rapi. Akan ada pengumuman,” lanjut Pak Wahid seraya berlalu menuju mimbar.

“Delia, cepat duduk!” desis Satria yang melihat Delia masih berdiri melongo.

“Ckk, santuy dong, Bang Sat!” cibir Delia yang langsung dilempari tatapan tajam dari orang-orang di sekelilingnya.

“Weslow-weslow … ini Dede Emesh mau Shalat, kalian masih pelototin gue kayak gitu. Gak ada akhlak,” ketusnya seraya memposisikan diri untuk Shalat Duha.

Akhirnya, semua orang di dalam Masjid itu telah kembali pada tempat masing-masing. Sedangkan Delia larut dalam Shalatnya yang masih asal-asalan.

Dengan gerakan shalat yang serba cepat, satu menit berlalu. Delia membuka mukena yang masih tertempel di badannya. Lantas duduk di samping seorang wanita berlogat Sunda yang tengah menunggu pengumuman diutarakan.

Ukhty Barbar Bikin Iman Akhy Ambyar [TELAH TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang