Hari ini, Delia ‘tak lagi memiliki jadwal kelas, hingga ia fikir mungkin jika menghabiskan sisa waktunya hari ini dengan belajar mengaji akan lebih bermanfaat. Masih ada waktu 3 jam sebelum Delia pulang ke rumah.
Ia menggendong tas kecilnya di punggung, dan mulai melangkahkan kaki menuju Masjid. Sesampainya di sana, Delia langsung memposisikan diri, bersiap untuk membaca Buku Panduan Mengaji pinjamannya, lantas membacanya.“A, ba, ta, tsa, ja, ha, ho, dza—“
“Kho, bukan ho, Ukhy Delia!” Suara yang terdengar familiar itu menghentikan bacaannya.
“Eh, Siti.”
“Mau saya ajarin gak?” tawarnya.
“Wah, boleh banget! Ya udah, skuy lah!”
Siti mulai mengajari Delia untuk mengaji dengan baik. Delia begitu antusias hingga melupakan waktunya.
Drrtt … drrrttt!
Gawai Delia bergetar, tertera sebuah kontak memanggil. Tetapi, sang empunya ‘tak kunjung mengangkatnya. Hingga Siti merasa sedikit risih.
“Ukhty Delia, angkat dulu teleponnya atuh! Mungkin, Akhy Satria memang sedang ada butuh.”
“Eng-enggak, deh! Biarin aja,” tolak Delia.
“Loh, kenapa? Ukhty Delia lagi ada masalah ya sama Akhy Satria?” selidiknya.
“Siti, apa kamu menyukai Satria?”
Pertanyaan itu sukses membuat Siti mematung. “Ke-kenapa Ukhty Delia bertanya seperti it—“
“Tolong bantu aku, Siti!”
***
Hari demi hari berlalu, kehidupan Delia kini mulai terasing dari Satria. Meski acap kali, Satria meneror Delia dengan berulang kali menelepon dan meminta penjelasan lewat pesan WhatsApp.
“Satria … maafkan aku!” lirih Delia saat sorot matanya tertuju pada sebuah kalimat di dalam gawainya, 37 panggilan tak terjawab dan 120 pesan belum dibaca.
Sementara di sisi lain, Satria dihantam kebingungan dan kecemasan. Tentu saja hal ini membuatnya ‘tak bisa tidur nyenyak beberapa minggu terakhir. Sebenarnya, Satria selalu menjemput Delia ke rumahnya, tapi orang yang dijemput selalu ‘tak menampakkan diri. Mungkin Delia sudah berangkat lebih pagi, fikirnya selalu.
Hingga hari ini, Satria pergi ke rumah Delia tepat setelah adzan Subuh dikumandangkan. Padahal hari ini Satria ‘tak memiliki jadwal kelas pagi.
Satria baru saja sampai di depan gang depan rumah Delia, tapi motor yang ia kendarai sontak menancap rem dengan cepat, ketika sorot matanya berhasil menangkap sebuah pemandangan ‘tak meng-enak-an. Delia pergi dengan seorang pria, mengendarai motor yang sangat Satria kenali pemiliknya.
‘Dzaky?’
Satria dengan cepet menancap gas, mengikuti kemana arah mereka pergi. Motor itu terhenti pada sebuah warung makan lesehan. Satria mengendap-endap, masuk ke dalamnya dan duduk di pojokan, mengamati mereka.
‘Tak lama setelahnya, seorang wanita tua menghampiri Delia dan Dzaky.
“Hai, Nenek!”
“Wah, cucuku pagi sekali datang ke sini. Dan kalo Nenek lihat-lihat, nih … cucu Nenek dah makin rapat aja sama sama Nak Dzaky.”
‘Jadi, Neneknya Delia kenal Dzaky?’ batin Satria.
“Nak Dzaky kapan mau melamar Delia?”
Prang!
Gelas yang dipegang Satria spontan jatuh dari genggaman. Beruntung saja tidak sampai pecah, hingga ‘tak menimbulkan keributan yang bisa membuat kehadirannya diketahui. Satria dengan cepat menutup wajahnya dengan topi yang ia kenakan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ukhty Barbar Bikin Iman Akhy Ambyar [TELAH TERBIT]
Novela JuvenilBerawal dari hijrah dengan niat yang salah. Mencari perhatian dan cinta dari seorang Aa Bidadara dengan merubah diri menjadi seorang Ukhty tertutup seperti pada umumnya, berusaha keluar dari penampilan sangar. Tapi, kok ... malah jadi barbar? Terlep...