Beberapa menit berlalu, para peserta maupun panitia telah menyelesaikan acara makannya. Mereka lantas bergegas menuju sungai untuk berwudhu.
Delia hendak pergi ke dalam tenda untuk merebahkan tubuhnya. Tetapi Siti berhasil menggagalkannya.
“Ukhty Delia, ayok kita wudhu!” ajak Siti.
“Gak!”
“Loh, kenapa? Kita harus terus bersama-sama karena kita sekelompok.”
“Ukhty Siti, saya sedang haid. Jadi, gak ikut, ya!” terang Gendis.
“Oh, iya, Ukh! Ayok, Ukhty Delia! Keburu habis waktunya.” Delia hanya pasrah dan mengikuti ajakan Siti. Karena jikapun malah pergi merebah diri di dalam tenda, rasanya akan sangat gerah jika berdua dengan Gendis.
Seluruh peserta, panitia, juga pembimbing berbondong-bondong menuju sungai. Sungai Gede Tujuh merupakan satu-satunya sungai terbesar dengan arus yang cukup kuat yang berada di Desa Siraja Wangi. Sungai ini ‘tak terlalu banyak dikunjungi. Karena orang sekitar sudah memiliki sumur masing-masing di rumahnya, hingga ‘tak perlu pergi ke sungai hanya untuk mencuci pakaian atau sekadar mengambil air.
Di tepi sungai terdapat sebuah tempat mandi kecil yang masih terbuat dari kayu dan kain. Pemandangan di sekelilingnya cukup indah dan segar, hingga Delia berfikir untuk berfoto sebentar. Ia lantas mengeluarkan gawainya dari dalam saku gamisnya.
Nahas, karena terlalu asik melakukan selfi dengan berbagai macam pose, mencari background yang bagus, hingga tanpa sadar ia berada cukup jauh dari keramaian. Lalu, Delia terpeleset ketika kakinya menginjak batu besar yang cukup licin di tepi sungai. Gawainya terlempar jatuh ke sungai dan terbawa arus.
“Handphone gue …!” teriak Delia sembari berlari ke sungai berusaha untuk mendapatkan gawainya kembali.
“Eh, Ukhty Delia! Jangan ke sana!” Siti yang ‘tak sengaja melihat Delia dari kejauhan hendak pergi ke tengah sungai berusaha mencegahnya. Tapi, nihil! Delia sudah terlanjur jauh berlari.
Saking fokusnya berlari untuk mendapatkan gawainya kembali, Delia baru sadar bahwa ia telah berada di tengah sungai. Tubuh mungilnya hanyut oleh derasnya arus.
“To-tolong … tolongin Dede Emesh!” Delia berteriak sekencang-kencangnya. ‘Tak dapat dipungkiri, sungai yang terlihat dangkal ini faktanya malah sebaliknya. Delia bersusah payah mengambil nafas. Tinggi badannya yang hanya 150 cm ini kalah saing dengan kedalaman sungai. Ia hanyut, tenggelam.
“Ukhty Siti, kenapa berteriak?” tanya Ukhty Jannah.
“Ukhty Jannah, tolongin Ukhty Delia! Ia hanyut di sungai, Ukh!”
“A-apa? Kok, bisa? Ayok, kita lapor dulu ke Pak Wahid!”
Ukhty Jannah dan Siti berlari menuju keramaian.mencari sosok Pak Wahid untuk melaporkan kejadian dan menyelamatkan Delia secepat mungkin.
“Pak Wahid …!” Ukhty Jannah memanggilnya dengan cepat.
“Kenapa, Ukhty?” tanya Pak Wahid. “Kenapa kalian lari-lari begini?” lanjutnya.
“Pak Wa … wahid, Ukhty Delia hanyut!” ucap Ukhty Jannah terengah.
“A-apa? Delia hanyut? Kenapa gak ditolongin, sih?” sosor Satria yang ‘tak sengaja mendengar pembicaraan itu.
Satria hendak berlari menuju sungai untuk menyelamatkan Delia, tapi ….
“Ukhty Delia!” seru Siti saat melihat Delia digendong ala bridal style oleh Dzaky.
“Ayok, bawa Delia ke dalam tenda!”
Dzaky kembali menggendong Delia dengan cepat. Di sisi lain ada Satria yang termenung. Banyak bulir pertanyaan yang ingin ia tanyakan mengenai Dzaky. Ada amarah yang terselip di dinding hatinya saat melihat Delia dalam dekapan lelaki lain.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ukhty Barbar Bikin Iman Akhy Ambyar [TELAH TERBIT]
Roman pour AdolescentsBerawal dari hijrah dengan niat yang salah. Mencari perhatian dan cinta dari seorang Aa Bidadara dengan merubah diri menjadi seorang Ukhty tertutup seperti pada umumnya, berusaha keluar dari penampilan sangar. Tapi, kok ... malah jadi barbar? Terlep...