14

18.5K 1.1K 142
                                    

Mark tidak lagi tahu bagaimana caranya ia bisa sampai ke apartemennya lagi dalam keadaan hidup, In one piece. Yang jelas, saat ini ia sudah berada di atas ranjang. Bukan ranjang dan bukan kamarnya.

Sekali lagi ia juga tidak tahu kenapa ia bisa berada di dalam kamar Haechan ketimbang kamarnya sendiri. Tubuhnya hanya bergerak sesuai keinginannya, bukan akal sehatnya. Isi kepalanya bahkan sudah tidak lagi menemani raganya sejak ia masuk ke dalam apartemen nya.

Ia sudah terduduk di kaki ranjang Haechan sejak setengah jam yang lalu, matanya hanya menatap diam ke arah lemari kosong Haechan yang terbuka. Mengernyit merasakan kekosongan yang menekan hatinya.

Mark mengusap wajahnya kasar, mengalihkan rasa perih di dalam hatinya ketika mengingat Haechan beberapa saat lalu.

Hal yang pertama sangat ingin Mark lakukan adalah memukul wajah tampan Jeno dengan sangat keras dan membuat pria itu babak belur ketika tubuh kecil Haechan memutuskan untuk berlindung di belakangnya.

Itu melukai ego Mark tentu saja, apalagi sisi dominan yang ia miliki. Menghantarkan kemarahan baru yang menyerangnya hingga terasa sesak. Membuat Mark benar-benar ingin menghancurkan Jeno dan mengurung Haechan selama sisa hidupnya untuknya sendiri sebagai hukuman.

Mark baru ingin menerjang maju untuk mengambil dengan paksa apa yang menjadi miliknya ketika ia melihat mata itu. Manik mata cantik yang menatapnya dengan rasa takut yang kental.

Seketika itu menyentak Mark dengan hal yang berusaha ia abaikan selama ini. Mengalirkan rasa bersalah yang langsung membanjiri dirinya dan menenggelamkan rasa marahnya. Menghangatkan tapi sekaligus menyesakkan hatinya.

Mark bahkan tidak tahu memiliki sisi lembut di dalam dirinya ketika ia meminta-dirinya bahkan tidak pernah meminta seumur hidupnya!-kepada Haechan untuk datang padanya. Mengabaikan rasa marahnya yang masih tersisa dan tubuh besar Jeno yang menjadi penghalangnya.

Pada titik itu, ketika manik tajam Mark melihat jelas gestur penolakan yang Haechan berikan. Mark bisa merasakan hatinya mencelos, terjatuh di antara kakinya. Dan dengan segera menjadi ribuan keping ketika melihat tubuh Haechan yang merapat ke Jeno, meminta perlindungan pada pria asing itu darinya.

Penolakan itu memiliki efek yang lebih besar daripada yang Mark inginkan.

Rasa marah itupun ternyata masih ada, tapi tumpang tindih dengan rasa bersalah dan rasa sakit yang tanpa ia sadari menggores hatinya dengan cukup dalam.

Kepala Mark terasa pening. Untuk pertama kali dalam hidupnya ia tidak tahu harus melakukan apa, melakukan apa yang tidak akan memberikan ketakutan pada manik indah itu.

Tahu kalau yang ia inginkan hanya menghajar Jeno dan memaksa Haechan untuk ikut pulang dengannya. Yang Mark tahu ia akan melihat rasa ketakutan nyata di manik Haechan seumur hidupnya, Mark akhirnya menyerah dan berbalik pergi, sambil menekan rasa sesak di dalam hatinya.

Mark begitu benci ketika menyadari kalau dengan keabsenannya Haechan dari rumah itu meremas hatinya begitu kuat. Terlebih karena ia tahu, alasan terbesarnya karena apa yang selama ini telah dirinya lakukan pada pria manis itu.

Mata Mark berlari ke sekeliling kamar itu mencari sisa keberadaan Haechan, dan begitu telat menyadari setiap detailnya yang ternyata sangat 'Haechan'. Menyesali pengamatannya yang malah menimbulkan kesesakan lain di dalam hatinya.

Mark menyisir rambutnya kebelakang dengan kasar sebelum beranjak dari ranjang Haechan yang membuat kepalanya bertambah pening. Ketika tanpa sengaja matanya menangkap sesuatu yang menyembul dari atas lemari Haechan yang telah kosong.

Mark meraih benda lonjong itu yang ternyata adalah drafting tube. Kemudian menyadari hal lain bahwa satu-satunya benda yang bisa ia temukan berkaitan dengan lukisan dan seni di kamar Haechan hanyalah drafting tube itu.

Unconditionally Yours (MarkHyuck)Where stories live. Discover now