16

20.3K 1.3K 91
                                    

"Bagaimana kalau ayam goreng?" Haechan terkekeh sambil mengikuti Jeno membuka pintu mobil dan keluar dari dalamnya. Jeno menunggu Haechan keluar sebelum menyalakan alarm mobilnya. Mereka berjalan beriringan di parkiran basement yang sepi itu.

Jeno yang hari ini memutuskan untuk menunggui Haechan sampai jadwal kuliahnya selesai-meskipun Haechan terus menolak hal itu karena menurutnya itu akan sangat merepotkan Jeno- sejak sejam yang lalu mengabsen hampir seluruh menu makanan yang ia tahu agar dapat mencocokkannya dengan selera Haechan hari ini. Jeno bahkan sama sekali tidak terlihat keberatan dengan hal itu. Haechan dengan selera makannya dan Jeno dengan kesabaran hatinya.

"Call." angguk Haechan pada akhirnya. Mendapatkan helaan nafas lega dari Jeno yang langsung mengambil ponsel dari saku celananya.

Setelah hampir 3 hari Haechan tidak mengikuti jadwal kuliahnya, hari ini Haechan memutuskan untuk tidak lagi mengesampingkan tanggung jawabnya dan kembali mengikuti jadwal kuliah. Tentu saja ia tidak ingin kehilangan beasiswanya begitu saja karena hanya dari beasiswalah Haechan bisa melanjutkan pendidikannya.

"Apakah aku boleh pesan ayam goreng madu Hyung?" Haechan bertanya sedikit takut-takut, ia tetap melakukan itu selama tinggal bersama Jeno beberapa hari ini. Padahal ia tahu Jeno tidak pernah mengatakan tidak padanya, termasuk untuk urusan ayam goreng ini.

Dan benar saja, Jeno langsung menjawab "tentu saja" dengan senyum yang sampai ke matanya sambil mengusap surai tembaga milik Haechan.

Haechan hanya menghela nafas pelan sambil tersenyum menatap Jeno yang masih sibuk dengan urusan pemesanan. Menatap sosok yang beberapa hari belakangan ini membuat Haechan bahkan tahu kalau terima kasih tidak akan cukup untuk membalas apa yang Jeno telah lakukan padanya.

Selama masa isolasi diri di kamar tamu apartemen Jeno setelah kunjungan Mark malam itu, Jeno benar-benar mengurusnya dengan baik. Selalu mengingatkan Haechan dengan makanannya agar pria manis itu tidak kekurangan nutrisi. Bersikap sangat baik dan lembut padanya. Pria tampan itu juga tidak mengeluhkan Haechan yang menjadi pendiam beberapa hari belakangan, atau Haechan yang kadang hanya terduduk dengan tatapan kosong di matanya. Dan yang paling membuat Haechan berterima kasih adalah karena Jeno tidak sedikitpun menanyakan hal-hal yang pria itu tahu akan membuat Haechan tidak nyaman.  Bahkan menanyakan siapa Mark pada Haechan pun tidak.

Jeno seolah menganggap kalau kunjungan Mark malam itu tidak pernah terjadi. Hal itu yang membuat Haechan merasa bersyukur memiliki seseorang yang begitu mengerti keadaannya ketika ia tidak memiliki siapapun di dunia ini. 

Sekali lagi Haechan menghela nafasnya, kali ini karena ia merasa kalau saja ia bisa memilih kepada siapa ia akan jatuh hati, ia akan memilih seseorang yang memiliki kepribadian seperti Jeno. Tapi ketika ia merasakan hatinya teremas, pria manis itu sadar kalau ia sudah terlalu terlambat bahkan jika itu hanya untuk sebuah khayalan semata.

"Sebaiknya kamu mandi terlebih dahulu sebelum pesanannya datang." Jeno memasukkan kembali ponselnya ke dalam saku, Haechan hanya mengangguk sambil tetap mengikuti Jeno. Mereka berbelok di salah satu pilar untuk menuju lift di basement itu. 

Jeno yang pertama kali menyadari tanda bahaya itu. Kedua matanya menangkap satu sosok yang bersandar pada badan mobil, Menatap tajam ke arah mereka. Jeno bisa melihat kilatan di mata itu dengan cukup jelas karena jarak di antara mereka yang hanya terpaut beberapa meter jauhnya.

"Ada apa Hyung?" Haechan menatap bingung ketika Jeno menghentikan langkahnya. Haechan mengernyit bingung ketika melihat rahang Jeno yang mengeras sebelum ia mengikuti arah pandang Jeno ketika tidak mendapatkan jawaban apapun dari pria tampan itu.

Seketika Haechan merasakan tubuhnya membeku. Seolah tatapan tajam sosok yang menjadi pusat perhatian Jeno itu mengalirkan kebekuan ke tubuhnya. Membuat jantung Haechan seketika berpacu dengan cepat.

Unconditionally Yours (MarkHyuck)Where stories live. Discover now