10

18.6K 1.2K 72
                                    

Haechan jelas tahu Mark semakin bertambah dingin padanya setelah kejadian malam itu. Mark bahkan menjaga jarak yang begitu nyata dengannya, seperti sarapan pagi rutin mereka yang belakangan tidak ada karena Mark sudah menghilang dari apartemennya bahkan sebelum Haechan bangun. Meskipun begitu, Haechan masih menemukan porsi untuk sarapannya di meja makan.

Meskipun Haechan tahu ia sudah melakukan hal yang benar, tapi ia tidak bisa menutupi rasa sakit yang ia rasakan di dalam hatinya.

Haechan menghembuskan nafasnya kasar, hal yang ia lakukan lebih sering belakangan ini. Ia memasukkan ponsel yang tadi bergetar kembali ke dalam sakunya. Itu Jeno yang mengiriminya pesan.

Bukan hanya dirinya dengan Mark,  Haechan juga ikut menjaga jaraknya dengan Jeno. Haechan biasanya akan menghabiskan siang dengan makan siang bersama Seulgi dan Yeri setelah kelas mereka selesai. Tapi untuk menghindari kemungkinan bertemu Jeno, Haechan selalu memiliki alasan baru untuk melarikan diri dan langsung pulang setelah kelas mereka selesai seperti sore ini.

Sangat disayangkan tentu saja mengingat Jeno sangat baik terhadapnya, tetapi ia tidak mau mengambil resiko kalau Mark akan marah padanya lagi seperti terakhir kali.

Haechan membuka pintu apartemennya dan mengernyit ketika melihat 2 pasang sepatu di depan pintu.  Haechan tanpa sadar menelan ludahnya gusar mengetahui kalau Mark sudah pulang.

Haechan berjalan ke dalam dan mendengar suara seseorang berbicara dari arah dapur. Ia tahu itu bukan suara Mark, terlebih karena Mark sangat jarang berbicara, juga karena suara asing ini tidak terdengar seberat suara Mark.

Hal yang Haechan harapkan saat ini adalah bisa masuk ke dalam kamarnya tanpa di ketahui siapapun yang berada di dapur. Tapi tentu saja itu mustahil karena untuk mencapai kamarnya, Haechan harus melewati depan dapur.

Keinginannya langsung menguap ketika ia mendengar suara asing itu memanggil namanya.

"Haechanie?" Tanya suara itu ragu, Haechan menoleh ke asal suara itu dan mendapati seorang pria manis dengan kulit putih bersih dan surai hitamnya yang sedikit memanjang ke tengkuknya.

"Betulkan kamu Haechan?" Tanya pria manis itu lagi, kali ini berjalan menghampiri Haechan yang mematung kikuk. Haechan melongok ke arah dapur dan tidak menemukan Mark di sana.

"Halo Haechanie, aku Huang Renjun. Senang bertemu denganmu" kedua mata Haechan membulat sebelum detik selanjutnya ia merasakan hatinya mencelos melihat senyum ramah pria manis itu. Haechan menggigit bibir nya sambil membalas uluran tangan Renjun.

"Halo. Senang bertemu denganmu" Haechan sedikit kehilangan rotasi dirinya. Tentu saja ia tahu ini pasti Renjun yang itu. Dan meskipun ia sudah mengatakan pada Mark untuk mencobanya, Haechan masih belum siap dengan kenyataan kalau Mark benar-benar melakukannya secepat ini. Katakan saja ia munafik, tapi hatinya benar-benar tidak bisa berbohong kalau ia merasa kecewa, cemburu dan sakit di saat yang bersamaan.

"Ayo, aku sudah menyiapkan makanan. Duduklah, kita tunggu Mark-ssi sebentar lagi" pria manis itu benar-benar ramah.

"Kurasa aku akan langsung ke kamarku. Aku sudah makan sebelum pulang tadi" Haechan berusaha menolak sehalus mungkin, dan merasakan rasa bersalah ketika melihat Renjun yang terlihat kecewa.

"Duduklah. Renjun sudah menyiapkan porsi untukmu juga" Haechan sedikit tersentak mendengar suara Mark yang berjalan melewatinya dan duduk di salah satu bar stool. Haechan tanpa sadar meringis ketika Mark sama sekali tidak menatapnya.

"Ayo" bahkan Haechan hanya mengikuti Renjun yang menariknya ke arah meja sebelum pria manis itu duduk di bar stool di sebelah Mark. Haechan mau tidak mau akhirnya mendudukan dirinya di hadapan Renjun yang tersenyum manis ke arahnya.

Unconditionally Yours (MarkHyuck)Where stories live. Discover now