FHM : Bagian 5

344 50 7
                                    

Aryan melemparkan tubuhnya di atas kasur kamar kontrakan yang sudah dia tempati lima tahun belakangan ini. Selama lima tahun juga ia membangun bengkel yang berada tak jauh dari kontrakannya. Bengkel motor dan mobil yang cukup terkenal di Bandung. Cukup besar juga untuk memungkinkannya membeli rumah atau bahkan membeli sebuah mobil, tetapi Aryan tidak melakukannya. Dia lebih gemar berjalan kesana kemari menghabiskan uangnya, ke club malam misalnya.

Jika kelihatannya Aryan adalah lelaki tanpa beban hidup, lelaki dengan tingkat cuek setinggi nirwana, lelaki yang hidup dengan prinsip bebas tanpa terikat, maka itu semua salah. Aryan adalah laki-laki yang sejak kematian kedua orang tuanya merasa dialah manusia paling buruk di muka bumi. Bukan tanpa alasan, Aryan hidup dengan dihantui oleh rasa bersalah yang mendalam. Bayangan dosa terbesar seakan mengikuti kemana pun ia berjejak.
Aryan membunuh kedua orang tuanya. Setidaknya, itulah yang Aryan percaya setelah kecelakaan tujuh tahun silam.

Tepat setelah kelulusan SMA, kecelakaan mobil terjadi di daerah Dago, Bandung. Mobil sedan berwarna hitam terhempas tanpa kendali menabrak pembatas jalan, mobil tersebut mengakibatkan beberapa pengendara lain ikut terluka. Kedua orang tua Aryan tewas di tempat, sementara Aryan sempat kritis selama tiga bulan tak sadarkan diri. Mengapa Aryan mengklaim dirinya sebagai pembunuh? Karena Aryan yang sengaja mengganggu konsentrasi ayahnya ketika menyetir, Aryan yang sengaja merecoki setir mobil dan menyebabkan kecelakaan. Aryan satu-satunya yang menginginkan kecelakaan itu. Dan Aryan satu-satunya yang menginginkan kematian.

Aryan capek. Lelaki yang berusia tujuh belas tahun kala itu, terlalu lelah dengan tekanan batin yang diberikan kedua orang tuanya. Rumah bukanlah tempat yang nyaman seperti cerita teman-temannya. Aryan selalu tak paham dengan artian 'rumahku adalah surgaku', baginya 'rumahku adalah nerakaku'. Bukannya Aryan ingin bilang pernah ke neraka, namun jika boleh mengimajinasikan mungkin rumahnya adalah visualisasi paling tepat.

Sejak kecil Aryan sangat sering mendapati pertengkaran kedua orang tuanya. Topik pertengkaran mereka beragam. Mulai dari masalah ekonomi yang kian menurun, masalah uang sekolah Aryan, masalah prestasi Aryan yang menurun, masalah arisan bunda yang dulu sempat ditentang ayah, hingga puncaknya masalah perselingkuhan dan pertimbangan untuk berpisah. Awalnya hanya masalah-masalah kecil, hingga Aryan merasa tak terlalu berat saat kedua orang tuanya saling mengumpat, membentak dan meneriaki kata-kata kurang pantas. Namun, semakin lama Aryan terpuruk. Mentalnya tertekan.

Saat mengetahui rencana perpisahan kedua orang tuanya yang akan segera dilakukan setelah ia lulus SMA, tanpa takut Aryan bergerak implusif, merasa bahwa mati bersama adalah pilihan paling tepat. Jika mereka mati, semuanya akan damai. Tidak ada lagi pertengkaran. Kedua orang tuanya akan terdiam, dan Aryan pun tidak perlu menangis diam-diam lagi.

Sayang, rencana itu gagal. Aryan tidak meninggal, Aryan tidak ikut tewas bersama orang tuanya. Kenyataan itu menampar, menikam berkali-kali kepada hatinya, menggoyahkan pertahanan hidupnya, hingga selama setahun selang kejadian itu Aryan menjadi gelandangan. Tidak ada keluarga yang mau menampungnya, semua mengklaim bahwa dia adalah sampah, pembunuh dan pembawa sial yang harus dibuang.

Secara tidak langsung, makian dari orang-orang sekitar sudah membuat doktrin tersendiri untuk Aryan. Dia memang pembunuh. Dia iblis dan pembawa sial. Aryan rusak! Dia tidak bisa tertolong. Kenyataan dia muslim saja tidak terlalu dibesar-besarkannya. Bagi Aryan, agama bukanlah sesuatu yang harus dia ketahui lebih dalam. Menjadi pembunuh sudah memberikan Aryan tiket gratis ke neraka, jadi sebenarnya selain wanita, Aryan juga sangat menjauhi yang namanya kebaikan.

Berbuat baik hanya akan membuatnya geli, menjadi orang baik bukan hal cocok untuknya. Mendapat wanita juga bukan hal baik, apalagi berkomitmen.

Aryan tersadar dari lamunannya saat pintu kamar kontrakannya terbuka tanpa izin sama sekali. Arsen muncul dari balik daun pintu yang terbuka itu membuat Aryan sadar bahwa ia pulang hanya untuk mengambil beberapa baju ganti yang pantas untuk dikenakan di lingkungan pesantren.

Fatimah, Hakuna Matata [TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang