FHM : Bagian 15

333 58 9
                                    

"Jika kalian melakukan dosa hingga dosa kalian sampai ke matahari, kemudian kalian bertaubat, niscaya Allah SWT akan mengampuni kalian"

-HR. Abu Hurairah r.a.-

****

Saat melihat Fatimah muncul dari arah dapur, membawa nampan berisi tiga gelas minuman hangat, Aryan hanya sekilas menoleh. Tak jauh berselang, Umi Fatimah menyusul di belakang gadis itu. Kini mereka sekeluarga telah berkumpul di ruang tamu.

Fatimah duduk di tengah-tengah Abi dan Uminya, sementara Ali dan Aryan duduk di sofa samping berdekatan dengan Kiyai Ahmad sehingga posisi duduk mereka membentuk L.

"Jadi, Ali, kedatanganmu untuk membahas agenda ramadhan?"

"Iya, Kiyai. Maaf jika mengganggu, berhubung kedatangan saya bertepatan dengan kepentingan Kiyai yang lainnya, saya tidak apa-apa jika disuruh menunggu."

"Iya, karena sebenarnya malam ini seperti biasa saya akan mengawasi Fatimah yang mengajari Aryan membaca Al-Qur'an." Kiyai Ahmad berpaling kepada Aryan. "Aryan, kamu melamun?"

"Tidak, Kiyai." Jawabannya singkat, diiringi senyum sekilas. Dingin.

Fatimah mengangkat kepalanya sebentar, merasa asing dengan nada suara itu.

"Kamu sakit?" Pertanyaan Fatimah menarik seluruh perhatian, kecuali Aryan. Pandangan Aryan datar, tanpa objek tertentu. Hampa.

"Tidak." Nada suaranya jauh lebih dingin.

Genggaman tangan Umi Aisyah menyadarkan Fatimah yang hendak kembali membuka mulutnya. Umi Aisyah menatap putrinya, seakan memberikan isyarat teguran dari sana. Fatimah sekali lagi melirik Aryan, kemudian menundukkan kepala sembari masih bertanya-tanya ada apa dengan pemuda itu?"

"Sepertinya, kamu sedang tidak sehat, Aryan?" tanya Kiyai Ahmad.

"Ya, sepertinya begitu." Aryan kemudian melepas peci yang bertengger di kepalanya. "Mungkin saya akan istirahat saja malam ini."

Kiyai Ahmad menimang sebentar, kemudian melirik Fatimah dan menepuk pelan tangan Fatimah yang diganggam Umi Aisyah di atas pangkuan. Fatimah mengangkat kepala, menatap Abinya. Sorot itu tak terbaca.

"Baiklah, kamu boleh istirahat."

"Apa saya juga boleh keluar pondok?"

Kiyai Ahmad beserta beberapa orang di ruangan itu langsung terkejut. "Tetapi, kenapa?"

"Saya punya urusan penting di luar pondok. Pekerjaan saja."

"Begitu?" Kiyai Ahmad mengangguk dengan pikiran berkecamuk. "Kamu akan kembali lagi besok?"

"Sepertinya begitu."

"Sepertinya?"

Aryan mengembuskan napas berat. Ia menatap Kiyai Ahmad, menahan kuat keinginannya membalas tatapan Fatimah yang tepat berada di samping pria paruh baya itu.

"Jika saya tidak kembali, itu artinya saya mundur dari segalanya, saya berterima kasih untuk semua yang pernah Kiyai ajarkan. Hal haru yang sudah saya lalui selama berada di sini, pasti akan sangat bermanfaat. Untuk itu terima kasih."

"Kamu sudah seperti lulusan yang berpidato perpisahan saja, Aryan." Ali berujar penuh canda, bermaksud mencairkan suasana yang tiba-tiba beku itu.

Aryan tak menanggapi.

"Sebenarnya apa rencanamu di luar sana, Aryan?"

"Belum tahu."

"Apakah ada yang mengganggumu akhir-akhir ini?"

Fatimah, Hakuna Matata [TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang