FHM : Bagian 16

390 55 12
                                    

"Karena tidak semua yang kau cintai dalam hatinya tertulis namamu, dan tidak semua yang kau perlakukan baik akan membalas budimu."

-Imam Syafi'i-

****

Saat membuka matanya, Aryan merasa sangat sakit pada area kepalanya. Ia merasa pusing sehingga beberapa kali usahanya membuka mata, kembali diurungkan. Aryan merasa tubuhnya kaku, namun ia bisa merasakan kasur empuk yang menjadi tempatnya berbaring kini.

Sekali lagi ia mencoba membuka mata, berhasil. Aryan melihat Arsen bersama Laila yang duduk bersebelahan di sisi kanan kasurnya.

Di mana dia?

"Bang? Udah sadar? Alhamdulillah." Itu suara Arsen. "Kamu panggilkan dokter, Dek. Bilangin Bang Aryan sudah siuman."

"Baik, A." Laila menuruti perintah Arsen dan segera keluar dari ruangan itu.

Aryan menggerang, saat mencoba menggerakan tubuhnya.

"Jangan banyak gerak dulu, Bang. Sekarang lo sedang di rumah sakit, kondisi lo lumayan parah, jangan banyak gerak dulu, oke?"

Seperti biasa, Arsen ini bawel. Tetapi entah kenapa, sekarang kedua sudut bibir Aryan tersenyum karenanya. Ini adalah kali pertama Arsen kembali ke pondok setelah tiga hari belakangan ia tinggal di rumah perempuan yang sudah resmi menjadi istrinya itu.

Sebentar. Tiga hari?

"Sen, sudah berapa hari gue di sini?" tanya Aryan dengan suara serak.

"Kalau aja hari ini lo belum sadar, genap sudah dua hari lo di sini. Kemarin saat ditemukan di masjid kondisi lo mengenaskan. Itu pertama kalinya gue balik ke pondok tapi malah menemukan lo dalam kondisi seperti itu. Dengan bantuan kiyai Ahmad akhirnya lo di bawa ke rumah sakit dan selama seharian kemarin full, lo nggak sadar-sadar." Arsen menatapnya lekat. "Sebenarnya apa yang terjadi, Bang? Lo digebukin atau gimana?"

Belum sempat Aryan menjawab, seorang dokter datang ke ruangan itu, lalu segera mengecek kondisi Aryan.

"Pengaruh obatnya sudah mulai berkurang. Tetapi, tubuh Anda masih akan terasa lemas, Anda juga butuh istirahat penuh. Untuk hari ini dan besok saya sarankan tetap berada di rumah sakit. Walau hanya terdapat luka kecil di sekitar tubuh Anda, tetapi lutut Anda terkilir, kemudian tulang bahu Anda mengalami retakan kecil. Anda tenang saja, tidak memerlukan waktu lama, kondisi Anda kembali pulih."

"Baik, Dok. Terima kasih," ujar Arsen akhirnya.

Setelah dokter itu menghilang dari pandangan, barulah Arsen kembali bertanya, "Lo abis dari mana, sih, Bang?"

"Bawel, ah!" balas Aryan memejamkan mata.

"Asal lo tahu, keadaan lo saat itu mengenaskan banget. Sampai-sampai gue lihat wajah ustadzah Fatimah pucat."

"Iya, ustadzah bahkan kelihatan hampir nangis," tambah Laila.

Aryan kembali membuka matanya. Kemudian menatap dua remaja itu. "Lo berdua lagi menghibur gue?"

"Maksudnya?" sahut Laila tidak mengerti. "Aku mah ngomong apa yang aku lihat aja atuh, Kang. Kalau nggak percaya mah tunggu aja, tadi pagi ustadzah Fatimah baru kok dari sini bareng ustadzah Arum. Katanya sore setelah ashar bakalan balik lagi. Iya, kan, A?" ujar Laila meminta persetujuan Arsen.

"Iya, bener."

Aryan langsung merasa bodoh, bisa-bisanya ia bahagia karena itu. Dia bahagia karena akan dikunjungi calon istri orang? Oh, tolong setidaknya Aryan harap otaknya baik-baik saja.

Fatimah, Hakuna Matata [TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang