FHM : Bagian 18

333 50 5
                                    

Allah maha pengampun. Hanya saja, manusia yang terlalu malas meminta ampun. Bangga dengan dosa, tanpa tahu akan jatuh pada nestapa

-Fatimah, Hakuna Matata-

Malam ini adalah kali pertama Aryan berkunjung lagi ke rumah Kiyai Ahmad setelah kepulangannya dari rumah sakit. Pemuda itu tengah duduk di single sofa, sementatra Kiyai Ahmad duduk di sofa panjang di samping kanannya. Kiyai Ahmad membagi senyum bahagia padanya, menyambut kedatangan Aryan dengan suka cita.

"Bagaimana perasaanmu sekarang, Aryan?"

"Alhamdulillah Kiyai, saya merasa sudah baikan."

"Alhamdulillah." Kiyai Ahmad menepuk-nepuk punggungnya. "Saya sangat bersyukur kamu kembali ke pondok malam itu. Apa yang membawamu kembali."

"Hidayah Allah, mungkin?" Ada nada keraguan di sana, membuat Kiyai Ahmad terang-terangan terkekeh. "Saya tidak tahu jelas bagaimana hidayah Allah itu. Tetapi yang jelas, saya merasa bahwa satu-satunya jalan untuk merasa pulang dan diterima adalah pondok pesantren ini."

Mendengar itu, Kiyai Ahmad kian tersenyum. Mata teduhnya menatap Aryan dengan binar menenangkan. "Kamu tahu, Aryan? Saat pertama kali melihatmu merecoki pesantren ini, saya teringat pada suatu kisah. Kisah sahabat Rasulullah yang juga dulunya seorang pemabuk berat, penjudi, bahkan tak segan membunuh orang."

"Ada sahabat Rasulullah yang seperti itu?" sahut Aryan terperangah.

"Tentu saja, Aryan. Namanya Umar Bin Khattab. Pemabuk ulung yang bahkan setelah hijrahnya beliau menjadi penumpas khamar itu sendiri." Kiyai Ahmad mulai bercerita. "Sahabat Rasulullah, Umar Bin Khattab ini memiliki julukan sebagai Al-Faruq yang artinya pembeda. Pembeda antara kebaikan dan kebatilan. Pada zaman kenabian, sahabat Rasulullah satu ini dikenal dengan sosok yang tegas, gagah dan bijaksana. Beliau adalah sosok paling berani dalam berdakwah secara terang-terangan. Kisah Khalifah Umar Bin Khattab ini memang penuh dengan lika-liku kemaksiatan sebelum hijrahnya. Namun, sesungguhnya setelah Khalifah Umar masuk islam, agama islam  mengalami kejayaan."

Ada jeda cukup panjang. "Ada satu kisah dari Syyaidina Umar yang berbeda pendapat dengan Rasulullah dan Syyaidina Abu Bakar tentang perlakuan terhadap tawanan perang kafir quraiys. Saat itu, Syyaidina Abu Bakar berpendapat agar tawanannya dilepas saja dan dikenakan tebusan. Sementara Syyaidina Umar berpendapat agar para tawanan dibunuh saja. Lalu Rasulullah menyetujui pendapat Syyaidina Abu Bakar. Tetapi, paginya Rasulullah dan Syyaidina Abu Bakar menangis. Ternyata karena turunnya wahyu Allah yang berbunyi lebih meridohi pendapat Syyaidinah Umar."

Aryan tercengang.

Kiyai Ahmad kembali melanjutkan, "Firman Allah Ta'ala yang artinya : Tidaklah pantas, bagi seorang nabi mempunyai tawanan sebelum dia dapat melumpuhkan musuhnya di bumi. Kamu menghendaki harta benda duniawi, sedangkan Allah menghendaki (pahala) akhirat (untukmu). Allah Maha perkasa, Maha bijaksana. Sekiranya tidak ada ketetapan terdahulu dari Allah, niscaya kamu ditimpa siksaan yang besar karena (tebusan) yang kamu ambil. Maka makanlah dari sebagian rampasan perang yang telah kamu peroleh itu, sebagai makanan yang halal lagi baik, dan bertakwalah kepada Allah. Sungguh, Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang." (QS Al-Anfal [8]: 67-69). Inilah mengapa gelar Syyaidina Umar adalah pembeda."

Mengambil jeda, Kiyai Ahmad tersenyum saat melihat antusiasme di wajah Aryan. Kemudian ia melanjutkan, "Menurutmu, jika Khalifah Umar mendapat kesempatan ampunan dari Allah, apa kamu juga akan mendapatkannya?" Aryan diam. "Tentu saja, Aryan. Allah maha pengampun. Saya harap kisah Khalifah Umar bin Khattab ini bisa menginspirasimu untuk berhijrah. Tiada yang tahu seberapa kokoh iman seseorang. Bisa saja sekarang kamu belum sepenuhnya berhijrah, tapi siapa sangka mungkin besok kamu menjadi salah satu manusia yang dirindukan syurga?"

Fatimah, Hakuna Matata [TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang