Aira duduk di ranjangnya, ah pantas kah sekarang kamar ini menjadi kamarnya. Lihatlah sekeliling, Aira tak biasa dengan semua ini ranjang yang berukuran king size, lemari 3 pintu dengan pahatan kayu yang indah, belum lagi kamar mandinya, seperti di novel-novel yang ia baca.
Di kampung Aira bahkan tidak punya ranjang, ia dan nek Asih hanya tidur dikasur santai dengan alas tikar lusuh di bawahnya. Dan kini apa, semuanya serba mewah. Aira tak munafik, ia sering memimpikan kehidupan seperti ini, punya kamar seperti cerita fiksi yang ia baca. Tapi melihat cara yang ia dapat kan, bukanlah hal yang menyenangkan.
Aira melihat ke luar jendela kamarnya berada di lantai dua, hari telah beranjak sore, bentar lagi magrib, pikirnya. Aira pun beranjak mengambil handuk yang sudah tergantung sebelumnya...
Lama Aira mandi setelah keluar ternyata jam memang langsung menunjukkan waktu magrib. Alasannya lama mandi karena ia bingung menggunakan shower yang tersedia, biasanya ia mandi dengan gayung tapi kini... Ah sudahlah.
Ketika Aira mengucapkan salam untuk mengakhiri sholatnya, tapi pintu kamarnya diketuk dari luar. Aira bergegas menuju pintu dengan mukena yang masih melekat di badannya.
"Baru selesai salat ya?" Suryani tersenyum setelah melihat Aira membuka pintu dengan masih menggunakan mukenah.
"Iya buk." Aira mengangguk sebagai jawaban.
"Kok masih buk, mama dong." Suryani mengelus kepala Aira.
"Ha??" Aira bingung mau menjawab apa. Bukan Aira tidak mau memanggil 'mama' tapi karena Aira merasa belum terbiasa dengan hal itu.
"Ya udah kalo Aira sekarang belum mau, tapi nanti di usahain ya," Suryani tau kalo Aira belum bisa menerima semua ini, ia juga tidak bisa memaksa kehendaknya.
"Kamu ganti mukenanya dulu gih, terus turun ke bawah makan malam,"
Aira pergi ke dalam kamarnya, melepaskan mukena dan pergi untuk makan malam, jujur perutnya sedari tadi ingin minta diisi tapi karena keadaan yang canggung seperti ini maka Aira menunda untuk makan.
Kini Aira menggunakan baju yang terlihat memang sedikit kampungan baju kaos longgar warna coklat gelap dengan bawahan celana kulot kain.
Saat baru membuka pintu kamarnya untuk keluar Aira menoleh ke arah samping , disana ada Dita yang juga ingin keluar, ah Aira baru tau kalo kamar mereka sebelahan.
Dita juga menatap balik
"Cih cewek kampung." sambil berlalu Dita mentap tajam Aira.Aira menghela nafas, kini jelas sudah tidak semua orang di rumah ini menerimanya.
"Ayo sayang duduk" saat baru sampai di meja makan, Aira langsung di sambut Suryani dan menyuruhnya untuk duduk di sebelah Dita, memang disanalah bangku yang kosong.
"Kenapa masak brokoli sih ma, kan aku gak suka." Dita menggerutu melihat tumis brokoli dengan udang di atas meja makan.
"Ini khusus buat Aira, kan dia suka brokoli di tumis sama udang kayak gini, iya kan sayang?" memang benar makanan kesukaan Aira itu sayur brokoli, tapi ketika melihat raut wajah Dita yang memerah karena marah, membuatnya tak enak hati.
"Udahlah, kan masih ada ayam goreng tu," Alfaro tau bahwa adiknya satu ini memang sangat sensi dengan sayuran brokoli.
"Ayo makan," ajak pak Bara
"Papa udah lama menanti momen seperti ini, keluarga kita kumpul dengan lengkap."Alfaro dan Bu Suryani yg mendengar itu tersenyum menanggapi sedangkan Dita hanya mendengus malas sambil melanjutkan makannya, Dita tak suka Aira, itu sudah jelas. Tapi apa alasannya??.
KAMU SEDANG MEMBACA
AIRA.
Teen Fiction[ TAMAT ] _ _ _ kehidupan Aira berubah 180 derajat ketika kebenaran itu terkuak. gadis dengan rambut sebahu itu ternyata bukan cucu kandung dari nenek yang selama ini membesarkannya. Belum hilang rasa sedih akibat sang nenek meninggal, Aira dihadap...