Bagian 42

10.2K 617 96
                                    



~~~~~~~~~~~

Aira menatap datar sertifikat IELTS nya. Bukan! Bukan karena dia tidak senang, tapi ntahlah... Aira merasa hatinya sangat gundah. Kemarin, hasil IELTS nya baru keluar. Nilainya sangat memuaskan, sesuai dengan kriteria yang diinginkan universitas di Eropa. (Kalian yang nggak tau itu IELTS, cari di google)

Papanya yang mendengar nilai Aira yang tinggi sangat senang, dan mengatakan akan mengirim berkas-berkas untuk mendaftar. Berkas-berkas sudah dikirimkan, hanya menuggu hasil keluar saja.

Satu bulan yang lalu, saat ia mengatakan ingin kuliah ke London. Papanya langsung mendaftarkan Aira ke sebuah kursus untuk mendapatkan nilai IELTS yang baik. Aira menjalaninya, antara bahagia dan gundah.

Satu bulan ini ia selalu berharap Edward datang dan mengatakan maaf padanya. Tapi semua itu sudah punah, Aira benar-benar tidak tau sekarang bagaimana. Nilainya IELTS sudah keluar, berkas-berkas sudah dikirim. Membatalkan pun rasanya Aira tidak tega, melihat wajah harap papanya.

Aira yang sekarang duduk di meja belajar menatap bingkai yang ada di sudut meja belajarnya. Itu lukisan pensil yang mereka beli di festival waktu itu. Aira menatap lukisan itu dalam, matanya mulai berkaca-kaca.

Di sana wajah mereka terlihat bahagia, Edward mentapnya dalam. Air mata Aira benar-benar mulai menetes. Ia mengambil lukisan itu, mengeluarkan dari bingkai kacanya lalu merobek-robek kertasnya.

"Brengsek, cowok brengsek!! Hikss..... Kamu cowok brengsek!!"

Aira merobek-robek kertas itu hingga berukuran kecil. "Kamu bilang tunggu kamu, tapi kenapa nggak datang? Udah satu bulan Ward! Aku udah capek. Hikss.."

Aira mengambil hpnya, membuka galeri di sana. Menghapus semua foto dan video boomerangnya bersama Edward. "Kamu nggak datang! Aku mau pergi Ward! aku mau pergi! Tapi kenapa kamu nggak cegah."

Aira yang tadi duduk di kursi kini merosot ke bawah. Semuanya sudah habis, kenangan yang diabadikan telah ia hapus. Kamarnya berantakan sekarang, buku-buku di atas meja belajar telah ia singkirkan semua. Ini untuk pelampiasan emosinya.

Aira terbaring di lantai, wajahnya sudah tertutup oleh rambut panjangnya. Aira merasa emosinya siang ini benar-benar sangat tidak terkendali. Hari-hari yang lalu, ia memang memendam ini semau.

Menjalankan rutinitas seperti biasa, berharap Edward datang dan mengatakan. "Gue minta maaf ya Ra."
Pasti, detik itu juga akan Aira maafkan. Tapi nyatanya, sekarang sudah tidak ada lagi harapan.

Aira terisak, badannya bergetar. Ia tak tau harus apa sekarang, bertanya kesana kesini sudah dilakukan. Asal kalian tau, ia setiap hari datang ke kosan Edward dulu, hanya sendirian. Bahkan, orang-orang kos itu sudah bosan melihat wajah Aira yang terus menanyai Edward.

Aira mendengar pintu kamar terbuka, Aira tetap diam, ia tak tau siapa yang datang. Dita yang baru membuka pintu dibuat menganga melihat kamar Aira yang berantakan, ini pertama kalinya. Dan jangan lupakan badan meringkuk di lantai.

Dita mendekat, menyibak rambut lebat Aira dari wajah cewek itu. "Ra?" Mata Aira terbuka, ia memandang Dita dengan air mata mengenang. Dita tak mengerti apa yang terjadi, ia menarik Aira paksa agar duduk.

"Kenapa Ra? Nilai lo kan baik-baik aja," ucap Dita memastikan. Memang 3 hari ini ia tidak dirumah, pergi ke puncak bersama sahabat-sahabatnya. Jihan, Leo, dan Elno.

Aira tak menjawab, wajah cewek itu hanya terkekeh. "Gila Dit, aku gila, hahaha." Aira tertawa nyaring. Tangannya memukul-mukul kepalanya dari samping.

AIRA. Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang