Hanya bisa menerima takdir yang telah digariskan.
Tanpa bisa merubah skenario yang telah Tuhan tetapkan.____________________________
Awan hitam yang memggumpal di atas sana seolah memberi isyarat bahwa sebentar lagi akan turun hujan. Tak jauh dari pagi tadi, cuaca mendung siang ini membuat decakan kesal dari bibir tipis pemuda di parkiran sana.
Kakinya sibuk menendang kerikil-kerikil kecil di sekitarnya. Bosan, satu kata yang dapat menggambarkan keadaan Panca saat ini. Setelah sekitar 20 menit lalu ia duduk sambil menunggu kakaknya di parkiran, hingga sampai saat ini orang yang ditunggu tak kunjung datang.
"Panca." Teriak orang dari arah koridor utama SMU PANCASILA. Pria dengan almamater young gray itu berlari kearah Panca.
"Lama banget sih. Yok ah pulang." Kesal Panca pada sang kakak.
"Sori. Tapi gue gak bisa pulang sekarang. Tugas osis masih numpuk." Jelas karel ragu.
"Lah, terus gue pulangnya gimana? Kalo tau gini mah mending tadi gue ikut Galih atau Dikky aja." Gerutu Panca merasa kesal.
"Gak, mereka bawa motor." Tukas Karel cepat. Mengingatkan sang adik kalau dia tidak boleh naik motor.
"Ya, terus gue pulangnya gimana?"
"Nunggu aja ya."
"Tadi udah nunggu, masa sekarang nunggu lagi?! Males gue." Tolak Panca ketus.
"Gue pesenin taksi on--"
Ucapan Karel terpaksa terhenti ketika sebuah suara memotongnya tiba-tiba. "Sama gue aja." Tawar gadis itu.
Panca dan Karel seketika langsung mengalihkan pandang mereka pada gadis tersebut.
"Luna?" Tanya Karel dalam hati.
Karel tampak kaget dengan kehadiran gadis itu tiba-tiba. Sungguh. Ia kembali teringat ucapan sang adik waktu itu. Ia fikir gadis ini hanya akan kembali ke Indonesia. Tapi ternyata ia bahkan pindah sekolah ke sekolahnya dan adiknya. Lalu bagaimana, jika tiba-tiba juga ia kembali masuk ke kehidupan Panca? Oh tidak! Ia tidak rela.
Atensinya kini ia arahkan pada sang adik yang terlihat gusar dengan tatapan bertanya.
"Pan,?" Tegur Karel.
"Gue aja yang anter Panca pulang, Bang. Gue bawa mobil kok." Tawar Luna lagi.
"Gak! Lo ngapain disini?" Tolak dan tanya Karel beriringan.
"Sekolah lah." Jawab Luna tanpa dosa serta diselingi senyum sinisnya.
"Lo mau rapat OSIS, kan?" Tanya Luna.
"Kalo iya, biar Panca pulang bareng gue aja. Tenang! Gak bakal gue apa-apa in kok." Lanjutnya, sambil melipat kedua tangannya di depan dada.Baru satu hari ia bersekolah disini. Namun ia sudah banyak tahu tentang seluk-beluk sekolah ini. Termasuk Karel yang menjabat sebagai Ketua Osis, Panca yang kini berpacaran dengan Sila, atau masih banyak hal lainnya yang ia ketahui. Entah dari mana ia mendapatkan info-info itu secepat ini.
Karel memutar bola matanya malas. Setelah dua tahun yang lalu dia berhadapan dengan wanita tengil ini, kini dia kembali harus berurusan dengan si pembuat onar di hadapannya ini.
"Gak. Panca tetep pulang sama gue." Tekan Karel jengah. "Ayok tunggu di ruang osis." Sambil menarik tangan sang adik.
"Gue mau pulang sekarang!" Seru Panca kemudian. Menolak keputusan sepihak sang kakak.
"Tugas gue masih banyak, Pan. Nunggu bentar di ruang osis kenapa sih?!"
"Ya lo sendiri anter gue sebentar apa salahnya sih?!"
KAMU SEDANG MEMBACA
PANCASILA
Teen FictionMengenai Dia... Seseorang yang penuh dengan asa, Seseorang yang juga penuh dengan luka. Mengenai masalalunya... Dimana ia mengerti apa itu luka, Yang membuatnya kehilangan jati dirinya. Mengenai lukanya... Dia pernah terluka, Karena seseorang dimas...