11. Patah

69 9 2
                                    

Apakah lelaki pernah berpikir
'Ah, sial aku menyakitinya'?

_________________________

Ada satu hal yang Sila rasakan saat ini. Rasa yang akhir-akhir ini mengganggu pikirannya. Rindu. Nyatanya rasa itu sangat menganggu.

Sila berbaring di atas ranjangnya. Menatap langit-langit kamar dengan bentangan pelangi buatan sebagai hiasan.

Perempuan itu termenung, menarik napas pelan lalu membuangnya. Pikirnya kembali diseret kepada kejadian tiga hari lalu. Hari dimana rasa rindu itu dimulai.

Sila rindu Panca. Ia rindu perhatian yang akan laki-laki itu berikan saat dirinya marah. Ia rindu diceramahi berjam-jam saat dirinya melanggar aturan. Sungguh ia rindu. Sangat.

Tapi kejadian tiga hari lalu seolah menegaskan bahwa mereka tidak lagi terikat hubungan.

"Gue gak tau apa hubungan ini masih bisa dipertahanin atau enggak."

Sila diam setelah kalimat itu terlontar dari mulut Panca. Ia masih belum bisa mengerti situasi seperti apa yang sedang ia hadapi saat ini.

"Gue gak mau lo nunggu hal yang gak pasti. Jadi lebih baik kita akhirin semunya, sebelum salah satu diantara kita tersakiti."

Sila mengerjap. Sepertinya dia sudah mulai mengerti keadaan.
"Maksud lo?" Suaranya mulai bergetar.

"Maaf."

"Kenapa?" tanya Sila masih berusaha tenang meski suaranya terdengar sebaliknya.

Panca menghela napasnya pelan. Dia juga masih bingung, apakah keputusannya ini adalah hal yang benar? Tapi jujur, Panca mulai merasa asing dengan Sila nya akhir-akhir ini. Tapi itu menurut sudut pandang Panca.

Dari sudut pandang Sila. Dialah yang merasa Panca nya telah berubah menjadi sosok yang asing.

"Gue gak ngerti kenapa gue ngerasa mulai gak nyaman sama hubungan kita. Tapi gue yakin lo juga ngerasa hal yang sama."

"Apa? Apa yang buat lo gak nyaman, Pan?!" Sila sudah ingin melepas kontrolnya, tapi kembali ia tahan.

"Jujur gue gak nyaman sama kedekatan lo dan Dewa. Lo tau gue sama Dewa punya hubungan yang gak terlalu baik. Tapi kenapa lo malah keliatan selalu deket sama dia? Hal itu buat gue ngerasa kalo lo gak mengnghargai gue, Sil!"

Panca tidak tahu apakah kalimat yang dilontarkannya barusan adalah hal benar. Dia berharap kalimatnya tadi tidak menyakiti Sila terlalu dalam.

"Gue gak masalah saat mantan pacar lo labrak gue di depan umum. Gue juga gak marah saat gue tau lo liat kejadian itu dan lo bersikap biasa aja, seolah gue bukan siapa-siapa lo! Tapi kenapa kedekatan gue sama Dewa yang lo jadiin alasan? Kenapa, Pan? Lo udah mulai bosen sama gue atau gimana? Atau lo jadiin gue pacar lo cuma untuk pelampiasan dari putusnya hubungan lo sama Luna? Kalo iya, kenapa harus gue? Kenapa gue yang harus jadi pelampiasan? Kenapa gue, Pan? KENAPA?!"

Tentu saja Sila marah. Alasan Panca memutuskan hubungan mereka jelas tidak masuk akal. Setelah banyak hal yang ia lakukan untuk laki-laki itu, ini balasan yang diterimanya.

"Maka dari itu gue mau kita putus, Sil. Gue tau lo juga udah mulai gak nyaman sama hubungan kita. Gue gak mau salah satu dari kita atau bahkan kita berdua terluka sama hubungan yang kita buat sendiri," papar Panca.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Aug 22, 2021 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

PANCASILATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang