Chapter V

41 6 3
                                    

Hari mulai gelap ketika aku tiba di rumah. Sepulangnya dari kampus aku tidak langsung menuju rumah. Aku menyempatkan diri ke tempat pertemuan meskipun sudah selesai. Setibanya di rumah, aku segera merebahkan diri dikasur kesayanganku. Perutku keroncongan tapi bukan itu yang menggerayangi isi pikiranku. Iyan udah sampai rumah belum yah?, pikirku sambil senyum-senyum sendiri. Aku mengambil handphone yang masih aman didalam tas dan mulai mengetikkan pesan.

Me:
Yan, udah sampai rumah?

Iyan:
Iya nih. Udah dari tadi. Kamu udah di rumah?

Me:
Iya, ini baru nyampe.

Iyan:
Baguslah. Udah makan? Seharian ini kamu belum makan lho.

Me:
Iya, iya. Ini aku makan. Tunguin yah.

Iyan:
Iya, sana makan. Ntar sakit.

Sedikit berlari, aku menuju dapur dan mengambil piring. Karena saking senangnya aku malah membuat keributan di dapur. Ya Tuhan, Iyan perhatian banget, batinku dengan hati yang berbunga-bunga. Aku memakan makananku dengan cepat, tidak mau membuatnya menunggu lebih lama. Aku kembali ke kamar dan langsung menyambar handphoneku yang sudah kubiarkan menganggur.

Me:
Yan..

Iyan:
Eh udah selesai makan, Ra?

Me:
Iya, udah. Hehehe

Iyan:
Cepet banget, astaga.

Me:
Soalnya kangen Iyan yang kalo senyum matanya jadi sipit 😢

Jari-jariku berhenti mengetik. Sejenak aku membaca kembali pesan WhatsApp yang kukirim. Otakku masih memproses kalimat itu. Kangen. Kangen. Mukaku memanas. Jantungku berdegup kencang. Aku tidak siap dengan respon Iyan.

Iyan:
Eehhh 😂 Baru aja ketemu tadi, udah kangen-kangenan.

Me:
Nggak tau. Tiba-tiba aja kangen.

Iyan tidak langsung membalas pesanku. Tiba-tiba sebuah panggilan video masuk. Dari Iyan. Aku gugup. Amat sangat. Kugeser ikon untuk mengangkat panggilan tersebut kearah atas. Wajah Iyan muncul dilayar handphoneku. Aku tersenyum melihatnya. Senyum yang sangat lebar. Iyan tertawa, tampak dia jadi salah tingkah. Perutku berputar, bukan mulas, bukan diare, hanya saja putaran diperutku itu membuatku semakin berbunga-bunga.

"Udah makan, Yan?" tanyaku.

"Udah kok. Pas sampe aku langsung makan saking laparnya."

"Terus kamu lagi apa sekarang?"

"Lagi baring aja sambil vcan sama kamu."

Aku tersenyum kembali tanpa alasan yang jelas. Ditelingaku, setiap perkataan Iyan yang berhubungan denganku menjadi sebuah stimulasi yang secara otomatis menyalakan lampu bahagiaku.

"Kenapa sih senyum-senyum terus?" tanyanya.

"Nggak kenapa-napa. Emang nggak bisa senyum yah?"

"Ehm, bisa sih."

"Eh, Yan. Kamu disitu tinggal sama siapa?"

"Sama omku."

"Kamu tinggal dimana sih?"

"Nggak tau juga ini tempat namanya apa. Eh, Ra. Aku sholat isya dulu yah."

Aku melihat jam. Hampir pukul 7 malam. Ya ampun kelupaan.

"Ya udah sana. Doain aku juga yah."

Rewrite The StarsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang