Chapter II

65 8 0
                                    

Bunyi telepon membangunkanku. Aku menggeliat tak nyaman dengan suara berisik yang sangat mengganggu itu. Tanganku mencari-cari sumber suara itu. Mataku terbuka setengah hanya untuk sekadar mengecek siapa yang berani membangunkan puteri tidur dari mimpi indahnya. Lisa. Satu nama itu menghentakkanku untuk bangun. Sial! Terlambat lagi!, makiku keras. Aku mengangkat teleponnya dan berusaha agar tidak terdengar bahwa aku masih mengumpulkan sisa-sisa nyawa dari tidurku.

"Sudah mandi belum?" tanyanya dari seberang telepon.

"Sudah. Baru selesai mandi." jawabku cepat.

"Tunggu yah. Masih mau make up dulu. Hehe."

Hatiku mencelos. Ternyata baru selesai mandi juga, batinku. Aku segera mengambil handuk dan langsung pergi ke kamar mandi. Hari ini aku akan memasukkan semua berkas yang dibutuhkan. Selesai mandi, aku sarapan sekaligus menunggu Lisa yang akan menjemputku.

"Jadi, ambil jurusan apa, Ra?" tanya nenek.

"Ehm, kayak Bang Gerry nek." jawabku agar nenek sedikit mengerti jenis jurusan yang kuambil.

"Oh, komputer-komputer begitu?"

"Yah, kurang lebih."

Lisa tiba tidak lama setelah aku selesai makan. Kami pun segera berangkat menggunakan sepeda motor.

Gedung itu tampak ramai. Banyak orang mengantri untuk ikut mendaftar. Lisa dan aku memilih duduk ditangga sambil kucek lagi berkas-berkas yang akan dimasukkan. Aku memandangi foto yang kuambil kemarin. Kayak ibu-ibu PKK sumpah!, seruku dalam hati sambil mengernyitkan keningku. Aku benci foto itu. Tapi mau bagaimana lagi? Setelah tempat mendaftar sudah sedikit lengang aku pergi untuk memasukkan mapku. Aku disuruh untuk menulis nama, tempat dan tanggal lahir, dan juga tahun kelulusan. Aku sebenarnya sudah lulus SMA beberapa tahun lalu, tapi baru mendapat kesempatan berkuliah tahun ini. Itu tidak buruk. Bagian yang terburuk adalah aku seangkatan dengan Lisa, adik bungsuku.

"Udah selesai?" tanya Lisa.

"Iya udah. Nanti balik lagi hari senin buat ngambil kartu peserta."

"Oh oke deh."

Kami berjalan keluar. Belum ada niatan untuk pulang, jadi kami duduk di parkiran hanya untuk membuang-buang waktu.

"Berto!" panggil Lisa tiba-tiba.

Seorang lelaki berkulit sedikit kecokelatan berbalik kearah asalnya suara. Lelaki yang dipanggil Berto itu menghampiri Lisa.

"Hei, Lis." sapanya ramah.

"Kamu mendaftar disini juga?" tanya Lisa.

"Iya."

"Ngambil prodi apa?"

"Informatika."

Lisa memandangiku sambil tersenyum. Aku bingung, tidak mampu membaca pikiran abnormalnya.

"Berarti kalian samaan, Ber," sambung Lisa. "Ini Arasta, kakakku."

"Berto." katanya singkat memperkenalkan diri sambil memberikan tangannya untuk bersalaman.

"Eh, Arasta." balasku sambil menjabat tangannya, kaku.

"Kamu masuk lewat jalur apa, Ber?" Lisa melanjutkan percakapannya.

"Bidikmisi. Hehe."

"Sialan. Aku nggak bisa ikut jalur itu soalnya mamaku PNS."

"Eh, ngobrol didalam yuk. Panas nih." ajakku berbasa-basi.

Aku tidak pintar dalam berbicara apalagi dengan orang yang baru kukenal. Jadi dalam pembicaraan ini, aku hanya mengambil peran sebagai 'pendengar setia'. Kami pun masuk, menaiki tangga kelantai atas, entah apa tujuannya. Kami berhenti disamping semacam meja resepsionis. Ramai orang berlalu-lalang. Lisa dan Berto kembali tenggelam kedalam percakapan mereka tentang teman-teman sekolah mereka. Dan aku, aku hanya berdiri disitu sambil memperhatikan orang-orang. Anak-anak yang tengah duduk dibangku besi, orang-orang duduk beramai-ramai dikursi-kursi kayu bermotif yang terletak ditengah ruangan, orang-orang tua yang menemani anak mereka mendaftar. Aku terkekeh. Calon mahasiswa masih diantar orang tua, batinku. Tiba-tiba mataku terpaku. Sama seperti waktu lalu. Dia lagi, kataku dalam hati. Rambutnya masih saja disisir dengan gaya yang sama. Kali ini dia mengenakan kemeja kotak-kotak biru. Dia tidak sadar bahwa aku memperhatikannya. Dia tengah sibuk berbicara dengan teman disampingnya. Mataku terus mengekor hingga dia hilang saat menuruni tangga dipintu depan.

Rewrite The StarsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang