Rev 1 (18|23)
Rev 2 (9|9|24)
Rev 3 (14|3|25)
Love ya everyone <3
------
06.19
"Ra? Kamu di dalem kan Ra?"
Untuk ketujuh kalinya, Raizha, atau yang akrab disapa Azha, berteriak sambil menggedor pintu kamar adiknya.
Di dalam, Rain masih tertidur pulas, tubuhnya terbungkus selimut hingga tak terlihat. Entah pukul berapa ia tidur semalam, tapi yang jelas, ia baru pulang ke rumah sekitar pukul dua pagi.
"Rain!"
Karena terus tak mendapat jawaban, serta khawatir Rain tak pulang, Azha bergegas menuju lemari kayu yang berada tak jauh dari sana untuk mengambil kunci kamar cadangan dengan gantungan kelinci usang.
Begitu pintu terbuka, ia mendapati tubuh Rain tergeletak di ranjang, masih terlelap dengan napas teratur.
"Setengah tujuh, Rain!"
Azha mengguncang tubuh adiknya keras-keras. Tapi, gadis itu hanya bergumam pelan, tetap tak bergerak. Memang tidak salah jika teman dan keluarga menjulukinya mayat hidup saat tidur.
"Rain! Setengah tujuh! Kamu mau telat?"
Rain hanya menggeliat pelan, lalu menarik kembali selimutnya.
"Rain! Ini hari Senin!" seru Azha lebih keras.
Gadis itu hanya bergumam, dengan setengah sadar.
Azha mengerang frustrasi. Sudah cukup sabarnya sampai di sini. Dengan sekali tarikan, ia mencengkeram rambut Rain dan menariknya pelan, cukup untuk membuat gadis tersebut mengaduh kesal.
"Apa sih! Sakit tau gak!" matanya sedikit terbuka.
"Setengah tujuh, kamu mau sekolah kan?"
Rain terdiam sejenak. Seperti baru tersadar dari mimpi, ia menoleh ke arah jam weker di atas nakas. Begitu angka yang tertera masuk ke otaknya, ia langsung terduduk dengan mata membelalak.
"Kenapa gak bangunin dari tadi sih!"
Panik? Tentu saja.
Meski dikenal bandel dan susah diatur, Rain tak pernah sekali pun bolos sekolah. Terlambat, iya. Tapi ia selalu menemukan cara agar bisa masuk, entah dengan melompati pagar atau, yang lebih sering menyogok Pak Satpam agar mau membukakan gerbang untuknya.
Rain segera turun dari tempat tidur tanpa memberi waktu bagi otaknya untuk benar-benar sadar. Ia langsung bergegas menuju kamar mandi, tak peduli pada Azha yang masih berdiri di sana dengan tatapan intens.
Namun, belum sempat mencapai pintu, tangannya segera ditahan.
"Semalam kamu pulang jam berapa?" suara Azha terdengar tegas, tapi sarat dengan kekhawatiran.
Rain mendengus kecil. Ia menoleh sekilas dengan ekspresi datar. "Liat aja CCTV."
Jawaban yang sama selama bertahun-tahun.
Azha menghela napas panjang. "Kamu mau sampai kapan kayak gini, Ra? Pulang tengah malam, nongkrong sama temen yang jelas-jelas berpengaruh buruk buat kamu, bikin onar di sekolah, kamu gak capek?"
Rain menatap kakaknya tajam. "Kenapa emangnya? Aku juga bisa jaga diri. Gak usah berlebihan kenapa sih."
Tanpa menunggu balasan, Rain langsung masuk ke kamar mandi dan menutup pintu dengan sedikit hentakan.

KAMU SEDANG MEMBACA
NICHOL: Under The Maple Rain
Genç KurguFOLLOW SEBELUM MEMBACA! Memilih untuk menerima perjodohan yang Eyangnya lakukan, Rain pikir semua akan kembali normal dan masalahnya dapat teratasi. Rain tak pernah tahu, tindakan yang ia ambil akan berakhir menyedihkan. Rain memutuskan untuk meni...