Hostages 4

63 10 0
                                    

4 April 2020

04.00 AM

Gua terjebak di ruangan penuh peralatan kebersihan. Gua sebenernya gak peduli gua mau ditaro dimana sama mereka, tapi yang jadi prioritas utama gua sekarang itu Deera, gua gak bisa tidur semaleman gara gara mikirin keadaan dia. Gua cuman bisa ngobrol sama dia pas lagi ganti baju kemaren dan dia keliatan shock banget.

Gua dalam keadaan bimbang mau tetep di dalam ruangan terkutuk ini, atau keluar buat nyamperin Deera dan bikin rencana kabur. Karena sebelumnya gua pernah nyuri lukisan disini jadi gua tau posisi jendela yang bisa kita pake buat kabur dan tanpa pengawasan CCTV.

Tapi, kalo gua kabur polisi pasti bakal nanya kenapa gua gak bawa sandera yang lain dan cuman bawa Deera. Sedangkan gua males kalo harus ngatur orang banyak, dan kesempatan kita buat ketahuan juga lebih gede kalo gua bawa banyak orang.

Pikiran kayak gitu yang bikin gua gak bisa tidur.

...

07.00

Deera's POV

Gua bangun dengan kondisi mata yang bengkak setelah semalaman nangis sampe ketiduran. Tokyo dan Stockholm bangunin kita dan nyruruh kita buat lipet sleeping bag kita lagi. Gua duduk dan nengok ke arah Catherine tidur, tapi sleeping bag Catherine kosong. Gua panik, takut, gak bisa gerak dan cuman terpaku duduk ngeliatin ke arah sleeping bag Catherine.

Tokyo nyamperin sleeping bag Catherine dan ngelipet sleeping bag nya, gua mau nanya ke dia Catherine dimana tapi Denver keburu dateng "what you looking at?", 'liatin apa lu?', kata Denver. Gua cuman geleng-geleng takut.

"when we said fold the sleeping bag, FOLD THE F***ING SLEEPING BAG!", 'kalo kita bilang lipet sleeping bag nya, YA LIPET SLEEPING BAG NYA!', seru Denver membuat seluruh ruangan nengok ke gua.

Gua gelagapan dan langsung bangun buat ngelipet sleeping bag. Gua nahan nangis selama ngerjainnya.

Selesai beresin sleeping bag, para sandera dibagiin sarapan berupa sandwich. Baru 2 gigit kecil gua makan, perut gua berasa mual banget.

Stockholm nyamperin gua "you okay?", kata dia megangin pundak gua dengan muka khawatir. Gua nutupin mulut gua ngerasa mau muntah "can I go to the bathroom?", 'saya boleh ke toilet?', kata gua pelan nahan muntah.

Stockholm ngangguk dan nuntun gua pelan-pelan ke toilet yang ada di lantai 2. Gua berusaha banget buat nahan muntah gua. Begitu sampe di toilet gua langsung buru-buru masuk bilik terdekat. Bener aja, gua muntah banyak banget, sampe tenggorokan gua tuh rasanya sakit, dan entah kenapa gua malah nangis.

Stockholm masih nungguin gua di pintu toilet. Pas gua jalan ke arah Stockholm lagi, gua ngerasa dunia tuh muter dan gua jatuh gitu aja.

...

Catherine's POV

Gua kebangun gara – gara suara kunci pintu ruangan ini dibuka, gua ketiduran di lantai tanpa alas. Pintu kebuka dan munculah Rio. "what time is it?", kata gua pelan-pelan bangun dan masih setengah sadar. "eight", kata dia nutup pintunya lagi terus ngasih gua sandwich sama sebotol air putih "eat it,fast!", 'makan, cepet!', kata dia terus duduk nahan pintu masuk.

Gua ngambil air putih dan minum abis itu makan sandwich gua. Gua makan nyantai sambil nengok kanan kiri. "fast lady", bentak Rio sambil nodongin senjatanya ke gua. "chill, cowboy, I just woke up, I want to take my time, if you're so impatience you can just shoot me, problem solve", 'santai koboi, gua baru bangun, gua mau nyantai dulu, kalo lu gak sabaran tembak aja gua, masalah selesai', kata gua nyantai sambil ngunyah sandwich.

Rio nurunin senjatanya dan nungguin gua sarapan. Suasana hening, gua sibuk makan dan dia cuman ngeliatin seluruh isi ruangan.

"why Berlin always looking for you?", 'kenapa Berlin nyari lu mulu sih?', kata Rio memecah keheningan. "I don't know, I thought you know", 'gak tau, gua kira lu tau', kata gua sambil gigit sandwich.

Jujur gua udah gak takut sama todongan pistol kayak gitu. Selain karena gua udah biasa megang senjata, gua emang orangnya bodo amatan, kalo mati ya mati aja. Apalgi gua tau kalo kelompok ini emang gak bakalan ngapa-ngapain sandera.

"huft.....", Rio menghembuskan nafas panjang. Gua makan gigitan terakhir sandwich gua abis itu minum air mineral gua. Rio abis itu minta bungkus bekas makanan gua dan masukin itu ke kresek yang tadi dia bawa.

"get up", 'bangung', kata Rio. Gua bangun terus dia buka pintu ruangan itu. "where are you taking me?", 'gua mau dibawa kemana?', kata gua sambil jalan keluar ruangan. Rio jalan di belakang gua sambil nodongin AK-47 nya.

"Berlin wants to see you", 'Berlin mau ketemu lu', kata dia dari belakang. Gua cuman jalan nyantai. Gua bener bener disimpen di bawah tanah, disini cuman ada cahaya lampu, gak ada cahaya matahari sama sekali.

"what so special about you?", 'apa sih yang spesial dari lu?', kata Rio di lift. "so he's not telling you?", 'jadi dia gak ngasih tau lu?', tanya gua. "tell me what?", kata Rio.

"Pft.. he really is having trust issues with you guys", 'pft.. dia beneran kurang percaya sama lu pada', kata gua terkekeh dengan suara berbisik. "tell me what?!", bentak Rio.

"if Berlin doesn't tell you about something, I shouldn't probably tell you about that thing", 'kalo Berlin gak ngasih tau lu tentang sesuatu, gua juga mungkin gak seharusnya ngasih tau lu', kata gua santai. "who's side are you in?", 'lu di kubu mana sih?', kata Rio nempelin senjatanya ke kepala gua.

"I'm not on anyone side Rio, I'm just here as a hostage", 'gua gak di kubu siapa-siapa Rio, gua disini cuman sebagai sandera', kata gua dengan nada cuek. Pintu lift kebuka, Rio nurunin senjatanya dan nyuruh gua jalan.

Gua masuk ke ruangan semalem lagi. Berlin udah ada di dalem, duduk di kursi kerja milik Moon Tae-joo itu. Mata gua rada burem karena kena sinar matahari dari jendela ruang kerja itu, gua jadi merem melek.

Rio pergi ninggalin gua sama Berlin di ruangan itu berdua. "sit..", kata Berlin "valentine", lanjut dia "you can call me Catherine, I'm a hostage here", 'lu bisa manggil gua Catherine, gua disini itu sandera', kata gua sambil duduk di kursi yang ngadep dia.

"I like valentine better", kata dia. "your friend, Deera, I think she's a bit sick", 'temen lu, Deera, kayaknya dia agak sakit', kata dia. Rasa khawatir memenuhi otak gua, gua natap Berlin tajem.

"but, don't worry, Melbourne is a doctor, at least he used to", 'tapi, jangan khawatir, Melbourne itu dokter, senggaknya dulunya dia dokter', kata dia, gua masih natep dia tajem. "chill, I promise the professor this time, zero victim", 'santai, gua janji sama si professor kali ini gak ada korban', kata dia. Gua rada nyantai dengernya, karena gua tau makhluk modelan Berlin itu gak bohong.

"but you're wrong val, I didn't receivi any information about the top priority list", 'tapi lu salah val, gua gak nerima informasi tentang list orang-orang yang jadi prioritas sama sekali', kata berdiri sambil duduk di meja yang ada di bawah lukisan.

"it's still 8.38 in the morning Berlin, the police still got time", 'sekarang baru jam 8.38 pagi Berlin, polisi masih punya waktu', belum mulut gua mingkem abis ngomong gitu, telepon merah di meja kerja bunyi.

Berlin ngangkat teleponnya dan ngomong pake bahasa Spanyol. Sambil gua nungguin dia telepon, karena rada lama gua mainin kertas yang ada di atas meja kerja dan gua lipet jadi perahu-perahuan.

Berlin nutup teleponnya dan bilang "why are you on the top priority list?", 'kenapa lu ada di list prioritas?' tanya Berlin bingung, lah gua juga bingung mau jawab apa.

HOSTAGESTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang