Hostages 9

58 8 1
                                    

5 April, 2020

05.33 AM

Catherine's POV

Selama gua jalan, Stockholm, Rio, Melbourne ngeliatin gua. Gua jalan di belakang Berlin dan diem aja, kita berdua diem. Sesampainya di ruangan Berlin, dia buka cover all-nya sampe pinggng dan ngomong "what happened to your promise Valentine?".

Gua berdiri di depan sliding door, diem gak ada jawaban yang bisa keluar dari mulut gua. "answer me!", bentak Berlin dengan tatapan dingin yang belum pernah gua liat sebelumnya.

"KILL ME! KILL ME NOW BERLIN!", jawab gua bales bentak dia dengan muka datar berusaha menahan tangis. "kill me now andrés", kata gua dengan nada yang lebih datar dan tanpa emosi. Gak ada jawaban dari Berlin yang cuman bermuka datar.

Berlin lalu mengeluarkan pistolnya dari kantung senjata yang ia kenakan sambil masih mengarahkan pandangannya ke gua datar. 'tuhan, ini hari terakhir saya ada di dunia yang kacau ini, mohon maafkan saya atas segala pencurian yang pernah saya lakukan termasuk permen chupa cups yang saya ambil dari ibu kantin waktu SD dan kebohongan yang saya lakukan dan mohon lindungilah Deera dari segala bahaya, berikanlah Deera pengganti saya yang layak'.

Itu yang ada di pikiran gua saat Berlin menodongkan pistolnya ke gua. Gua sama Berlin masih pandang-pandangan sama-sama menatap datar. Berlin jalan perlahan mendekati gua, raut wajah dan gestru Berlin sangatlah mengintimidasi siapapun yang ngelihat.

Gua cuman berdiri kokoh natap Berlin datar dengan jantung berdebar. Ketika Pistol Berlin udah berjarak sekitar 1 inch dari jidat gua dia berhenti dan ngarahin pistolnya ke arah kanan atas gua. Kita masih bertukaar pandang.

Berlin lalu jalan ngelewatin gua. Gua masih gak bergerak. Lalu terdengar suara letusan pistol gua sedikit tersentak kaget, lalu terdengar lagi suara tembakan.

Gua baru ngeh kalo Berlin ternyaata nembakin CCTV satu persatu. Semua CCTV di ruangan ini dia tembak. Begitu selesai dia masukin lagi pistolnya ke dalam kantung senjatanya di hadapan gua. Gua langsung terduduk lemah sambil nutupin muka gua yang langsung banjir karena tangis.

Saat itu lah telepon kembali berdering dan Berlin langsung ngangkat teleponnya. Gua cuman duduk nangis tersedu-sedu, pertama kalinya gua merasa takut untuk mati dan menyesali kata-kata gua barusan. Gua gak tau apa yang Berlin omongin di telepon tapi dia kedengeran marah banget.

Tokyo lalu masuk ke ruangan ini dan langsung nyamperin gua yang terduduk dan nangis di lantai. Tokyo megang pundak gua dan berusaha nenangin gua. Begitu Berlin nutup teleponnya Tokyo nyamperin Berlin, mereka berdebat pake bahasa Spanyol yang makin bikin gua pusing sampai akhirnya Tokyo bantu gua berdiri dan ngajak gua keluar.

Baru gua berdiri Berlin langsung nodongin pistolnya ke Tokyo. Tokyo juga langsung nodongin senjatanya sambil masih megangin tangan gua. Mau gila aja gua rasanya dalam situasi kayak gitu. Merka masih berdebat dalam bahasa Spanyol. Gua akirnya sedikit tenang dan bisa ngomong ke Tokyo "I'm okay Tokyo, you don't need to defend me I'm just having a bit of panic attack, I'm really okay now", 'saya gak apa-apa Tokyo, kamu gak perlu bela saya, saya cuman agak panik tadi", kata gua berusaha ngeyakinin Tokyo.

"you heard her Tokyo", kata Berlin dingin. Gua masih sedikit tersedu-sedu tapi berusaha senyum ubat bener-bener ngeyakinin Tokyo. Tokyo akhirnya nurunin pistolnya dan pergi ninggalin gua sama Berlin.

...

Deera's POV

Berlin dan Catherine pergi ninggalin perpustakaan, gua gak yakin harus ber-reaksi gimana. Melbourne langsung nyamperin gua "kamu gak apa-apa?", kata Melbourne langsung meriksa gua. Gua cuman ngangguk.

Stockholm dan Tokyo ngobrol di depan pintu lalu Stockholm keluar entah kemana. Tokyo ikut mendekat ke ranjang gua tapi cuman ngeliatin dari jauh. Melbourne juga cuman meriksa tanda-tanda vital gua dan nyatet di kertas gitu.

Melbourne nyuruh gua buat istirahat lagi, gua pun memejamkan mata gua lagi berusaha untuk tidur lagi. Melbourne dan Tokyo masih ngobrol dari jauh dan dengan suara yang kecil. Hampir gua masuk alam mimpi tiba-tiba kedengeran suara tembakan beberapa kali.

Gua ngebuka mata gua lagi, badan gua rasanya kaku dan sesak nafas, Melbourne langsujng hampirin gua, melakukan hal yang seharusnya di lakukan seorang dokter. "I'll check that", kata Tokyo dan langsung lari keluar ruangan.

Gua dipakein alat bantu pernapasan sama Melboune. Melbourne lalu nyuntikin sesuatu ke infus gua. Melbourne lalu nenangin gua dengan "shhh.. udah nafas pelan-pelan, gak apa-apa, aku di sini, Tarik nafas pelan, buang", kata Melbourne

Gua ngikutin kata-kata Melbourne dan gua mulai tenang, tapi lama-lama gua ngerasa ngantuk banget dan idur.

...

08.54 AM

Deera's POV

Gua pelan-pelan ngebuka mata gua.nengok kiri-kanan. Melbourne yang nyadar gua bangun langsung naro buku yang di abaca dan ngecek keadaan gua.

Gua yang ngerasa mual dan mau muntah narik baju Melbourne "mau muntah", kata gua lemes. Melbourne langsung ngambil wadah yang ada di bawah kasur gua dan bantu gua bangun buat muntah.

Bener aja, gua muntah banyak banget, isi perut gua serasa dikuras abis. Habis muntah gua rasanya lemes banget, Melbourne setelah bersihin muntah gua ngasih gua air putih yang langsung gua minum karena haus.

Melbourne terus bantu gua duduk dan ngasih gua sarapan. Gua geleng gak mau. "deer makan please, biar kamu ada tenaga, gak apa-apa cuman beberapa gigit, kalo mual langsung stop juga gak apa-apa yang penting perut kamu keisi", kata dia lembut yang lagi-lagi berhasil ngeyakinin gua buat ngelakuin sesuatu.

Gua akhirnya makan pelan-pelan. Melbourne lalu ngusap rambut gua sambil senyum. Gua terus keinget sama suara tembakan semalem.

"Melbourne", panggil gua, "tadi pagi itu suara apa?", gua ngeliat Melbourne dengan tatapan serius. Melbourne keliatan bingung mau jawab apa tapi dia langsung senyum lagi dan jawab "gak apa-apa, tadi cuman tembakan gertakan polisi", kata Melbourne. Gua cuman ngangguk.

HOSTAGESTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang