Hostages 8

58 10 0
                                    

5 April, 2020

04.20 AM

Catherine's POV

Gua duduk masih di ruangan Berlin merenungi perasaan gua ke dia. Gua berasa gua udah ngehianatin Doyoung sekarang. Tapi gua juga gak bisa boong kalo gua Nyaman ada di deket Berlin. Rasa tenang dan merasa diayomi itu ada saat gua sama Berlin.

Gua gak tau kenapa gua kayak gini, padahal gua tau kalu Berlin adalah salah satu makhluk paling tercela di bumi ini. Gua juga mikir kalo ketika gua lagi frustasi mikir, telepon merah di meja bunyi lagi. Gua bingung harus apa, akhirnya gua mutusin buat angkat teleponnya.

"hola", kedengeran dari telepon. "halo" jawab gua, "Catherine, what ever feeling you have for Berlin, you have to forget it", 'Catherine, perasaan apapun yang kamu miliki ke Berlin, kamu harus lupain itu', kata perempuan itu seakan-akan bisa ngebaca pikiran gua.

"why you think I have feeling for him?", 'kenapa kamu berpikir saya punya perasaan ke dia?', kata gua yang baru nyadar kalo ruangan ini ada CCTV nya.

"I know Berlin, no one can resist his charm after a dance, and I know you cried on his shoulder last time, just remember this, he is only doing that because you're a threat for this heist not because you're special or what so ever", 'saya tahu Berlin, gak ada yang bisa menahan pesonanya setelah dansa, dan saya tahu kamu nangis di bahunya. Ingat ini, dia ngelakuin itu karena kamu adalah ancaman untuk perampokan ini bukan karena kamu spesial', kata perempuan itu.

Gua yang denger kata-kata itu rasanya sakit banget tapi juga lega karena dugaan gua benar. "okay", jawab gua singkat dengan nada dingin terus nutup teleponnya. Gua duduk di sofa ruangan itu ngelurusin pikiran gua.

Gua lega, kesel, marah, 'if I told you that I like you and I want to protect you do you believe me?' katanya. Akhirnya tekat gua bulat. Gua akan kabur dari sini., tapi sebelumnya gua harus nyari Deera. Gua nyoba buka pintu ruangan yang ternyata gak dikunci Berlin.

Gua nengok kanan-kiri mastiin gak ada orang. Ruangan ini ada di ujung sayao kiri museum, tujuan gua sekarang adalah nyari Deera yang seharusnya gak lagi bareng sama sandera lain karena dia tadi pingsan.

Gua jalan semepet mungkin sama tembok sebelah kiri gua, karena gua gak mau diliat sama sandera atau anggota geng lagi jalan di koridor. Gua inget samar-samar kalo di lantai 2 museum itu cuman ada 3 ruangan sama 1 toilet.

Di lantai 2 cuman ada ruangan direktur, ruangan penayangan film sejarah kelahiran bahasa Korea dan perpustakaan. Gua bakal cek perpustakaan karena rasanya gak mungkin sandera dikurung di ruangan dengan screen segede gaban.

Gua masih terus jalan mepet tembok dan merunduk, karena koridor menuju sayap kanan museum itu bisa dilihat dari lantai 1. Setelah bersusah payah akhirnya gua nyampe di depan pintu perpustakaan.

Gua buka pelan-pelan pintu perpustakaan terus nengok kanan-kiri. Tebakan gua bener, gua liat ada kasur darurat dan infus di sana dan ada perempuan yang lagi tiduran membelakangi pintu, itu Deera gua yakin.

Gua lari ke arah kasur itu dan megang pundak yang gua yakin itu Deera. Dan bene raja, Deera kaliatan kaget dan lansung meluk gua. 'huft... untung bener perkiraan gua' pikir gua seneng.

"lu gak apa-apa kan?', kata gua ke Deera, "gua mual Cathe, dan rasanya capek terus", kata dia ngelepasin pelukan gua dan tiduran lagi. Seketika rencana gua buyar, gimana caranya gua bisa lari kalo Deera kayak gini.

"gua khawatir sama lu" kata Deera, gua cuman ngangguk pelan, 'gua lebih khawatir sama lu Deer' kata gua dalam hati."lu dibolehin kesini sama Berlin?", tanya dia. "iya", gua bohong, 'gua tadinya mau lari Deer' andaikan gua bisa ngomong gitu ke Deera tapi gua gak mau dia khawatir sama gua yang lari dari Berlin.

Gua akhirnya duduk di kursi sebelah kasur Deera. "kenapa lu dari kemaren dipisah sama sandera lain?", tanya Deera tiba-tiba. Gua diem sebentar "gak tau tuh, orang gak jelas, gua cuman lagi tidur enak-enak main digotong aja", kata gua dengan nada bercanda buat nyairin suasana.

Gua nyuruh Deera istirahat tapi dia malah ngomong mulu sama gua. Dia cerita soal Melbourne yang ngeyakinin dia buat jaga bayinya, gua lega denger itu. Gua bingung mau cerita soal apa, masa gua harus ngaku kalo gua pencuri lukisan ke Deera sekarang.

Pintu perpustakaan dibuka secara kasar, pandangan gua dan Deera otomatis teralihkan ke pintu itu, gua takut setengah mati kalo itu Berlin, dan bene raja itu orang yang gua takut untuk ketemu sekarang ini.

Berlin diem sejenak di depan pintu. Dia ngarahin pandangannya ke gua dengan smirk khas nya. Deera nyengkram tangan gua kenceng banget. Melbourne, Tokyo dan Stockholm nyusul kedatangan Berlin di perpustakaan, mereka semua keliatan kaget di depan pintu.

"I don't remember left you here Catherine", 'saya gak inget ninggalin anda disini Catherine', kata Berlin menenkankan kata Catherine dan berjalan kearah gua dan Deera.

"no you're not Berlin, but you told me I can visit Deera here", 'emang gak Berlin, tapi anda bilang anda ngebolehin saya jenguk Deera disini', jawab gua berusaha setenang mungkin didahapan Deera.

"and maybe your visit time is now over miss Catherine", 'dan mungkin sekarang waktu menjenguk anda sudah habis Catherine', kata Berlin datar "now you can come with me", 'dan sekarang anda bisa ikut saya', lanjut Berlin.

Seluruh ruangan gak ada yang berani nyelak Berlin. Gua nengok ke arah Deera, ngangguk kecil dan senyum karena Deera gak mau ngelepasin tangan gua. Akhirnya Deera ngelepasin tangan gua, gua pun ikut Berlin balik ke ruangannya.

Selama gua jalan, Stockholm, Tokyo, Melbourne ngeliatin gua. Gua jalan di belakang Berlin dan diem aja, kita berdua diem. Sesampainya di ruangan Berlin, dia buka cover all-nya sampe pinggng dan ngomong "what happened to your promise Valentine?".

HOSTAGESTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang