"Kita langsung ke bandara aja, Lia sama Dirga udah duluan." ujar Iluvia sambil berjalan kearah parkiran motor.
"Kan udah ada Dirga sama Lia, kenapa kita harus kesana lagi? Kita langsung kerumah lo aja ya, kan ujung-ujungnya kerumah lo juga." ujar Arkan, wajahnya sedikit masam.
Iluvia memberhentikan langkahnya, matanya memincing kearah Arkan. "Yaudah kalo lo nggak mau, gue bisa kesana sendiri." Iluvia langsung melangkahkan kakinya kearah gerbang keluar kampus.
Arkan memutar bola matanya jengah, "kenapa sih lo sepeduli itu sama Raka? Gue ini pacar lo, Luv!" Arkan teriak, tentu saja membuat langkah Iluvia terhenti. Kemudian Arkan menghampiri gadis itu.
"Lo pernah gak sih peduli sama perasaan gue saat tiap kali lo bahas tentang Raka? Jujur, gue kurang suka sama kedeketan lo dan Raka. Wajar kan? Gue yang notabenenya ada lah pacar lo, cemburu sama kedekatan kalian berdua yang gue rasa udah lebih dari batas wajar." ujar Arkan lagi.
Iluvia mulai memasang raut wajah marahnya. "Gue kan udah bilang, gue ke Raka itu pure peduli sebagai sahabat, gak lebih. Posesif banget sih lo!"
"Gue posesif wajar karena gue pacar lo. Mungkin lo pikir gue lebay, tapi ternyata gue baru sadar kalo gaya pacaran Lia sama Billy yang justru lebih kerasa kaya orang pacaran, gak kaya gini." ujar Arkan lagi.
Iluvia terdiam, ia tidak berani berkutik jika ucapan Arkan sudah benar-benar menampar dirinya.
"Gue paham lo sama Raka cuma sahabat, tapi apa bedanya sama kita dulu yang awalnya juga cuma sahabat? Gak ada yang tau isi hati seseorang gimana, kecuali kalo emang lo mau milih antara gue atau dia."
Iluvia terkejut, menatap Arkan dengan mata berkaca-kaca. "Maksud lo apa?"
"Gue gak bisa selalu ada diantara lo dan Raka, meskipun gue tau kalo kalian cuma sahabat, tapi berat buat gue kalo harus terus-terusan pura-pura gakpapa tiap kali lo bahas Raka. Maaf, gue egois. Tapi kali ini gue rasa gue harus menyuarakan isi hati gue." Arkan terdiam sejenak, kemudian tersenyum pahit lalu mengelus puncak kepala Iluvia yang sedetik lagi akan memeledakkan tangisannya, kemudian langkahnya menjauh dari gadis itu.
Iluvia menangis. Ia benar-benar terpukul atas ucapan Arkan barusan, ia tak tau siapa yang salah dan siapa yang benar. Mungkin memang dirinya salah, tapi bisa jadi Arkan yang terlalu egois dan mementingkan dirinya sendiri.
Gadis itu menatap kebelakang, memandangi Arkan yang sudah berjalan kearah motor ninja merahnya, dan sudah, cukup. Ia langsung berlari keluar kampus untuk kemudian mencari kendaraan umum yang akan mengantarnya ke bandara.
~~~
Sesampainya di bandara, Iluvia segera menghubungi Lia untuk mencari keberadaan mereka. Setelah bertemu dengan Lia dan Dirga diruang tunggu, Iluvia memeluk Lia dengan erat.
"Kenapa?" Lia mengelus pundak Iluvia dengan lembut, ia paham sekali bahwa sahabatnya ini sedang ada ganjalan hati.
"Kenapa lu? Siapa yang bikin nangis? Bilang ke gue!" Dirga yang tingkahnya seolah pahlawan kesiangan itu berkacak pinggang sambil memperhatikan sekitar, barangkali pelakunya ada didekat sini.
Iluvia melepaskan pelukannya, kemudian ia tersenyum palsu sambil menghapus air matanya. "I'm okay." ujarnya.
"Okay okay, tapi mata lo gak bisa dibohongin. Kenapa?" Dirga bertanya lagi.
"Gue cuma kangen aja sama Raka. Mana? Belum nyampe juga?" Iluvia seolah mengalihkan pembicaraan dengan cara berbohong.
"Be- belom. Bentar lagi mungkin." Lia menjawab, berusaha membantu Iluvia untuk mengalihkan pembicaraan, karena Lia sendiri tau bahwa sahabatnya itu sedang tidak baik-baik saja.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kita, Hujan, dan Kenangan. (Squel AKdH)
Novela Juvenil[Sebelum baca squel ini, diharapkan untuk baca terlebih dahulu AKdH1 -- FULL AKdH1 ADA DI DREAME] --------------------------------------------------------------------- Kata orang, cinta yang didapatkan dengan penuh perjuangan dan pengorbanan akan ja...