"Gue minta maaf banget ya hari ini gak bisa kerumah, main bareng anak-anak. Harus nugas, ada tugas kelompok." Arkan bersuara dengan sangat lembut, ponselnya masih menempel ditelinga kanannya.
"Iya, santai kali, nggak papa."
"Lo emang pacar gue yang paling pengertian deh."
"Yang paling pengertian? Emang pacar lo ada berapa?" Iluvia yang sedang berada dirumahnya menanyakan hal itu dengan nada yang membuat Arkan tertawa lepas.
"Apaan sih, stupid." Arkan mengatur napasnya untuk berhenti tertawa. "Lo dirumah jangan deket-deket banget sama Raka, inget." ujar Arkan seperti mengintimidasi.
"Iya bawel."
"Kan, ayok cabut." ucap Tian sambil menepuk pundak Arkan. Arkan mengangguk sambil mengacungkan jempolnya.
"Udahan ya Luv, gue mau berangkat."
"Hati-hati ya, semangat!"
Kemudian sambungan diputus oleh Iluvia yang sedang senyum-senyum tak jelas diseberang sana. Jujur ya, meskipun ia sudah 2 tahun berpacaran dengan Arkan, ia selalu saja senyum-senyum sendiri saat sudah selesai telepon-an dengan pacarnya itu. Persis seperti baru pacaran dulu, dan akan tetap begitu sepertinya.
"Flifla kan?" tanya Arkan sambil berjalan bersama dengan Tian dan Tamara.
Tamara mengangguk. "Btw guys, gue ngajak temen gue gak papa kan?" tanya gadis itu sambil berkaca dikamera ponselnya, "satu doang kok."
"Basing." ujar Tian. Sedangkan Arkan hanya mengangguk sebagai responnya.
Sesampainya di kafe Flifla, ketiga remaja itu memilih tempat out door di lantai 2 agar mereka bisa menikmati senja dan udara sejuk penghujung sore ini. Kebetulan ditempat itu juga masih sepi, jadi mereka bisa lebih tenang menyelesaikan tugas kelompok mereka.
Setelah pesanan mereka datang, mereka segera menggarap tugas kelompok mereka yang jujur sangat memutuskan saraf otak.
Sudah pukul 4 lebih 30 menit kerjaan mereka masih belum tuntas, dan sekarang giliran Arkan yang bertugas mengetik. "Sebentar gue browsing dulu," Arkan mulai berkutat dengan laptopnya.
"Gue juga lagi search nih di buku yang tebelnya udah kaya Al-Qur'an." ucap Tamara yang bergelut dengan buku.
Sedangkan Tian yang baru saja merenggangkan otot-ototnya karena baru saja mengetik selama kurang lebih 1 jam.
Ditengah kesibukan mereka, suara gadis yang tiba-tiba muncul membuat fokus mereka teralihkan.
"Punten,"
"Brisia," Tamara berdiri untuk menyambut kedatangan temannya. "Duduk Bri." kemudian ia mempersilakan duduk disampingnya. "Oh iya Arkan, Tian, kenalin, Brisia- temen gue."
Brisia tersenyum kemudian mengulurkan tangan ke Arkan dan Tian. "Brisia."
"Arkan."
"Tian."
"Lo mau makan apa, Bri?" tanya Tamara.
"Makasih Ra, aku puasa." jawab Brisia dengan senyuman manisnya. Brisia memang gadis yang lembut, ia dilahirkan di Bandung dan dibesarkan disana. Hanya saja ia terpaksa pindah ke Jakarta karena harus kuliah dikota keras ini, itupun karena tuntunan orang tuanya.
"Seriusan puasa, Bri?"
"Iya, bayar hutang." ujar Brisia sambil terkekeh dan begitu sopan terdengar ditelinga.
Arkan melirik kearah Brisia beberapa saat sampai akhirnya Brisia melirik juga kearah cowok dihadapannya itu. Arkan kembali fokus pada laptopnya.
"Gimana kuliah lo, Bri?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Kita, Hujan, dan Kenangan. (Squel AKdH)
Ficção Adolescente[Sebelum baca squel ini, diharapkan untuk baca terlebih dahulu AKdH1 -- FULL AKdH1 ADA DI DREAME] --------------------------------------------------------------------- Kata orang, cinta yang didapatkan dengan penuh perjuangan dan pengorbanan akan ja...