Bab 3 | Was

29 7 1
                                    

~~Bacanya sambil di puter ya video di atas~~

-----------------------------------------------------------------------------------

"Aku belum sepenuhnya melupakan orang yang dulu ku cintai,

bagaimana bisa aku melupakannya?

karena dia yang telah mengubahku menjadi lebih baik"


Wajahnya terlihat tidak asing di mataku. Setelah ku ingat - ingat, ternyata dia pria yang membantuku saat turun dari bis.

"tunggu, kau..., Nona yang di bis itukan? "

Aku menutup mulut Varsha yang ingin memberitahu identitasku. Setelah ku pikir -pikir, lebih baik dia tidak tau.

"Aku.., iya Nona itu" jawabku, sambil menaham Varsha.

"Aku elio, kau? "

"Aku, ane.. eh.. Ranei"

"Ranei?"

(Bab sebelumnya)

----------------------------

"Ayolah.., dia Aneira" ucap Hanish sambil menepuk pundak Elio.

Aku hanya menunduk setelah mendengar ucapan Hanish.

"Aneira? yang pindah saat kelas 2? Nona benarkah itu kau?"

"Iya itu aku" ucapku dengan lemas.

Sejujurnya aku malu pada Elio atas kejadian yang bertahun tahun lalu itu. Tapi mau bagaimana lagi, Hanish sudah membocorkan identitasku.

"Ini benar - benar kau? yang benar saja, kau sangat cantik sekarang"

Spontan aku mengangkat kepalaku, dan melihat Elio dengan wajah bingug. Varsha dan Hanish pun terkejut.

"Ah, maksudku.., em, kau sudah terlihat berbeda sampai aku tak mengenalimu" ucap Elio dengan pipinya yang memerah.

Aku hanya tersenyum dan memalingkan pandanganku. Seketika suasana menjadi canggung. 

"Ehkm.. tenggorokanku rasanya kering" ucap Varsha memberi sebuah kode pada Elio.

"Ah iya.., silahkan duduk. Aku akan buatkan minuman. Neira, kau mau minum apa?"

"Aku kopi hangat saja" ucapku sambil duduk.

"hanya Neira yang kau tanya? Ah sudahlah kami pulang saja"

"Bukan begitu nol, aku sudah tau apa yang akan kalian minum"

{nol: nama panggilan hanish saat sma}

Kami bercengkrama menghabiskan pagi dan siang dengan membicarakan masalalu. hingga akhirnya Varsha harus segera pulang. Aku memutuskan untuk pulang dengan berjalan kaki untuk melihat - lihat pemandangan kota. Kebetulan rumah nenek tak jauh dari rumah Elio

"Bye -bye" ucap kami bersahutan.

.
.
.

"Suara bisikan angin telah membuatku jatuh, 
jatuh cinta pada cuaca ini.
Berkali - kali aku memujinya di dalam hati. Sampai Sang angin begitu senang,
hingga membuat pohon pohon kegirangan bergoyang.

Aku khawatir,
Jika nanti aku pergi
maka tak ada yang memuji sang angin.
Maka tak ada yang membuat pohon pohon bahagia"

The weather's DilemmaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang