Chapter IX: Tragedi

19 3 1
                                    

Bis sekolah Adam sampai ke parkiran sekolah pada jam 3:30 dini hari, bahkan mataharipun masih lama munculnya. Sekolah mereka memang buruk sekali dalam membuat jadwal, banyak siswa yang tertahan disekolah karena menunggu angkutan umum. Untungnya rumah Adam dekat dengan sekolah dan biasa ditempuh dengan sepeda oleh Adam.

Adam langsung pulang ke rumah nya, kali ini ditemani oleh Fafnir kecil yang tak terlihat. Sesampai nya dirumah, ternyata Bapak sudah menunggu dihalaman sambil membaca koran. Bapak-bapak mana yang baca koran jam 4 pagi?

Bapak menatap  Adam dengan tajam, sepertinya dia memang benar-benar menunggu kepulangan Adam. "Sepertinya kamu sudah tau sekarang, Mada."

Adam hanya diam mematung, sekarang dia sudah tau maksud dari panggilan Mada selama ini.

Bapak menyuruh Adam duduk disampingnya dan mengeluarkan sebuah foto. Ada tiga orang dengan baju jas lab didalam nya, yang satu terlihat seperti Bapak, yang ditengah adalah seorang wanita dengan wajah yang menyejukan dan yang satunya lagi adalah seorang lelaki dengan badan yang tegap besar.

"Ibumu memang benar-benar wanita yang cantik." Kata Bapak sambil tersenyum, seakan memberi tahu bahwa wanita difoto tersebut adalah ibu Adam. Padahal selama ini dia selalu menghindar saat Adam membicarakan tentang ibunya.

"Dulu kami bertiga adalah sahabat seperjuangan," lanjut Bapak mengingat masa lalu, "Aku, Alzira, dan Gajah Mada, trio jenius yang bahkan dikatakan sebagai pilar lab penelitian."

Adam terdiam mendengar kata-kata terakhir dari Bapak. Karena baru saja Bapak menyebutkan bahwa nama laki-laki yang ada difoto itu adalah Gajah Mada yang seharusnya adalah ayah kandung Mada.

Adam hanya bisa terdiam saat mengetahui kebenaran nya, dia bahkan tak berani mengutarakan nya kepada Bapak. Bapak yang melihat adam yang sedang syok pun langsung menjelaskan. "Sebenarnya kamu bukan anak kandung Bapak."

"Semuanya tau tentang ini?" tanya Adam sambil bergetar.

"Semua kecuali Halza, dia masih kecil."

Adam berdiri seketika, "Kenapa Bapak ngak pernah bilang! Kalau gitu aku sama kayak yang lain nya kan? kenapa cuman aku yang disekolahin?! kalau gitu yang lain juga berhak mendapatkan apa yang aku rasain!!"

Bapak sempat terkejut, ternyata itu yang dia khawatirkan. Bapak hanya tersenyum, "Bapak udah bahas masalah ini dengan yang lainnya, dan mereka menerima semua yang bapak bilang, bahkan mereka sangat bersyukur bisa ada dikeluarga kita."

Adam terduduk kembali dengan lemas, dia merasa bersalah dengan saudara-saudaranya.

"Kamu sudah bertemu dengan Fafnir kan?" tanya Bapak sambil melihat ke sekitar. Adam menunjuk keatas meja dan mengisyaratkan kalau Fafnir ada disitu.

"Mungkin Fafnir belum cerita tentang ini, jadi ini semua adalah kesalahan dari nenek moyang kalian. kata Bapak mulai bercerita. "Dahulu kala, disaat Raja hampir tutup umur, dia ingin menyerahkan kepemilikan perpustakaan Majapahit kepada orang yang berbeda dengan pewaris takhta nya, tapi dia belum menemukan seseorang yang cocok dangan posisi tersebut."

"Hampir terjadi perang saudara kala itu, hingga akhirnya Sang Raja menutup semua jalan menuju Perpustakaan untuk meredakan rasa tamak terhadap perpustakaan Majapahit, dan akan membukanya lagi di generasi ke-VI."

"Ada 4 orang yang terpilih sebagai kandidat pemilik perpustakaan, yaitu 2 orang anaknya dan 2 orang kesatria yang bersumpah setia kepadanya. Ayahmu adalah keturunan ke-V dari Gajah Mada. Dia merasa amat bersalah jika harus menyerah kan amanat yang amat besar ini kepada anaknya. Karena itulah dia pergi untuk menghentikan perebutan ini sendirian."

Adam hanya bisa terdiam menyimak cerita Bapak, terlalu banyak informasi baru yang diterima oleh Adam, "Memang seberapa besar tanggung jawab terhadap perpustakaan Majapahit?"

[Hiatus] The Greates Books: rahasia didalam majapahitTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang