Kepala Rayya berdenyut hebat. Rasanya sakit sekali memikirkan skenario yang akan terjadi setelah kedatangan Bobby kembali ke Indonesia.
Sudah lima hari sejak kejadian malam lalu di teras rumah, dan Rayya belum bertemu lagi dengan Donghyuk. Lebih tepatnya, Rayya belum mau bertemu lagi dengannya.
Dengan penuh pertimbangan, Rayya memutuskan untuk mengambil cuti untuk dua semester.
Rayya belum berani keluar rumah. Ia takut tau-tau bertemu Bobby di jalanan, atau sekedar berselebat tanpa sengaja. Rayya benar-benar kembali menutup akses dengan dunia luar. Rayya kembali seperti dirinya lima tahun yang lalu.
"Kak, makan dulu, yuk." Suara Aira terdengar diselingi ketukan pintu kamar Rayya, membuat pikiran Rayya yang semrawut buyar seketika.
Kini, peran berbalik. Aira kembali memainkan peran sebagai penjaga Memasakpun kadang dia yang mengambil alih. Ia tak ingin Rayya terlalu lelah untuk urusan fisik, karena dia tahu pikiran dan jiwa Rayya sudah terlalu letih selama ini.
Ketika sedang sibuk mengolah makanan dalam mulutnya, suara pintu diketuk terdengar begitu nyaring, membuat Rayya langsung tersedak akibat terkejut.
Setelah meneguk air, Rayya beranjak dari duduknya dan berjalan cepat menuju kamarnya sendiri tanpa menghabiskan makanannya terlebih dahulu, diikuti tatapan sendu Aira yang hanya bisa menatap punggung sang kakak dari belakang.
Di kamar, Rayya menelungkupkan wajahnya di sela kaki yang ia lipat mendekat di dada, sembari menggigit bibir dengan keras, resah jika itu adalah Bobby.
"Kak... cuma kurir, kok." Kata Aira dari depan kamar Rayya.
Deru napasnya memelan, jantung perlahan stabil, lalu pelan-pelan Rayya meluruskan kaki, merilekskan tubuh dari ketegangan yang baru saja terjadi.
"Aku masuk, ya, kak."
Aira yang sudah masuk lalu mengambil tempat duduk di samping Rayya, menyandarkan kepalanya di bahu sang kakak sambil mengelus pelan punggung tangan Rayya yang berkeringat.
"Maaf, Ra. Kakak pikir..."
"Nevermind, kak."
"Kak... Kita mulai berobat lagi, yuk." Kata Aira pelan. Ia benar-benar merasa sedih melihat kondisi Rayya yang kembali ke saat-saat traumanya parah dulu.
Rayya menggeleng, "Nggak usah, Ra. Kayaknya ke psikiater tuh bukan obat buat kakak. Buktinya, sekarang kakak begini lagi, walaupun udah berobat selama dua tahun."
Aira tak bisa membantah, karena kenyataannya memang seperti itu.
Hening lagi. Rayya berkutat dengan pikirannya sendiri. Jujur, Rayya capek sekali jika harus terus-terusan bersembunyi seperti ini. Cukup satu tahun penuh ia pernah dalam kondisi ini. Rayya tak ingin ini terulang lagi yang bahkan baru memulai untuk memulai hidup seperti orang normal lagi.
"Dek..." tiba-tiba, Rayya memiliki ide nekat. "Kayaknya kakak punya obat sendiri buat masalah ini."
*******
Rindu.
Mungkin kata itu yang bisa mewakili perasaan Donghyuk saat ini.
Sudah beberapa hari ini Donghyuk tak bertemu dengan Rayya, yang belakangan ini baru ia ketahui jika gadis tersebut mengambil cuti kuliah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Heal The Broken Flower (Revisi Version)
FanficSelama ini, Rayya Pratista berjuang sendiri dalam hidupnya. Hidup hanya berdua dengan Aira Pratista, adiknya yang sudah menemaninya sedari kecil, membuatnya menjadi seorang gadis kuat yang bisa berdiri sendiri tanpa butuh bantuan siapapun. Namun de...