•LETTER TO: RAYYA •

91 11 3
                                    

       Bobby menatap kertas dan ballpoint yang sedari tadi berada di hadapannya. Ia lalu bergantian menatap koper kecil yang sudah ia siapkan dari semalam.

       Menarik napas panjang, mencoba melegakan kembali sesuatu yang masih terasa mengganjal di hatinya, lalu mengambil ballpoint itu. Walau sudah bertemu dengan Rayya dan membicarakan perihal tragedi itu, namun rasanya Bobby masih ingin berbicara lebih lama. Lebih banyak. Lebih terbuka. Dan mungkin, hanya melalui sepucuk surat ia bisa mengutarakan semua yang belum terkata, karena bibirnya yang mendadak terkatup saat berhadapan dengan Rayya langsung tempo dulu.

       Dan kini, Bobby mulai menoreh tinta pada kertasnya..

       Hey, sweety.
Ah, maaf. Aku udah nggak boleh manggil kamu dengan panggilan itu, ya?

       Dear, Rayya.
Aku nggak tau, apa aku masih pantas nulis surat ini untuk kamu, atau aku memang udah gak ada hak untuk berbicara denganmu.

       Rayya, mungkin akan lebih banyak permintaan maaf dalam surat ini. Akupun nggak berharap kamu memaafkanku. Aku tau, luka yang disebabkan keluargaku sangatlah besar.

      Maaf, karena sudah jadi pengecut. Karena udah ninggalin kamu saat kamu butuh aku. Aku minta maaf.

      Maaf, karena sudah merusak masa depan kamu. Karena sudah menghancurkan setiap rencanamu. Aku minta maaf.

      Maaf, karena sudah membuang semua air matamu sia-sia selama ini. Aku minta maaf.

     Maaf, karena nggak bisa jadi penjaga yang baik untuk kamu, karena nggak bisa jagain kamu, aku minta maaf.

      Terakhir, maafin aku Rayya, karena kamu harus bertemu aku, mengenal aku, dan berakhir kamu harus menjalani hidup mengerikan ini.

      Mungkin, kalau kamu nggak ketemu sama aku, kamu akan punya masa depan yang lebih baik daripada hari ini.
Kamu akan jadi pengusaha hebat dan sukses seperti cita-cita yang selalu kamu bilang ke aku dengan wajah berseri.
Aku sadar, semua ini kesalahanku, yang harus mencintai kamu lebih dulu, dan malah dengan lancang mengundang kamu masuk dalam hidupku. Aku bener-bener minta maaf.

     Rayya, aku tau, memaafkanku dan keluargaku tidak akan menghapus seluruh penderitaanmu selama ini. Jika memang begitu, jangan.

      Jangan maafkan aku semudah itu. Biarkan aku memiliki rasa bersalah ini seumur hidup. Aku tau, bahkan penderitaanku tidak akan bisa membayar segala sakit yang kamu rasakan selama ini.
Aku tau.

      Ini akan menjadi yang terakhir aku bicara ke kamu.
Setelah ini, izinkan aku undur diri dari hidupmu.
Aku akan mencoba hilang, meski aku sendiri nggak yakin bisa.

     Aku hanya tak ingin menabur garam lagi pada lukamu yang hampir sembuh.
Aku hanya tak ingin, menghadirkan mimpi burukmu lagi yang sudah berusaha kamu hilangkan selama ini.

      Aku pamit, Rayya. Kamu sudah mendapatkan penyembuhmu, yang aku tau akan sangat bisa menjagamu lebih dari siapapun.

      Setelah semua ini, aku yakin, bahagia akan menetap selamanya di hidupmu. Karena semesta tau, kamu sangat berhak mendapatkannya.

      Terimakasih sudah bertahan sampai sekarang, Rayya.
Terimakasih, sudah pernah menjadi pelangi untuk hidupku yang mendung, walau cuma untuk waktu yang singkat.
Dan terimakasih, sudah menjadi wanita tangguh. Kamu benar-benar pejuang untuk dirimu sendiri, Rayya. Aku selalu kagum dengan kekuatanmu.

      Aku, nggak akan pernah menyesal pernah mengenal wanita sepertimu.

      Terimakasih.

      Aku, si penoreh lukamu, pamit. Semoga untuk selamanya.

      Sincerely love, Bobby.

********

      Bobby tersenyum pelik. Cukup. Hanya ini yang harus ia katakan pada Rayya.
Tak perlu ia jabarkan betapa kesusahannya dia melawan mimpi buruk selama kabur ke Korea.

      Tak usah ia ceritakan dengan sendu, bagaimana menderitanya dia dihantui rasa bersalah akibat dirinya yang tak bisa menjaga Rayya dengan baik.

      Tak mesti ia mendikte satu-satu segala upaya bunuh diri yang untungnya selalu gagal ia lakukan, setiap kali kejadian buruk itu mencoba singgah di memorinya lagi.

     Cukup. Ia sadar, Rayya lebih menderita daripadanya. Rayya lebih hancur, fisik maupun mental, masa lalu maupun masa depan. Dan keluarganya adalah penyebabnya.

      Kini, tugasnya hanya menjauh dari wanita yang bahkan sampai saat ini masih ia cintai itu. Dengan begitu, Rayya akan mendapatkan kebahagiaan seutuhnya.

*******

      Jum'at yang sibuk. Sejak matahari belum memunculkan setitik sinarnya, Bobby sudah berada di gereja tempatnya mengabdi sejak sebulan yang lalu. Hatinya mulai tentram. Mimpi buruk satu-persatu meninggalkan dirinya, walau tak semua, tapi cukup untuk membuat tidurnya sedikit nyenyak.

      "Kim Jiwon!" Seseorang memanggil nama asli Bobby dari arah belakang.

Wonshik. Seorang pelayan di gereja ini juga. Masa lalunya tak kalah pelik dengan Bobby. Mungkin, ia memutuskan untuk menjadi pelayan jema'at di gereja ini untuk menebus dosanya juga.

      Setelah menghapus jarak antara mereka, Wonshik memberikan sepucuk surat untuknya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

      Setelah menghapus jarak antara mereka, Wonshik memberikan sepucuk surat untuknya.

      "Aku menemukannya di kotak surat. Tertulis namamu disitu. Aku yakin, hanya ada satu nama Kim Jiwon di gereja ini." Setelah mengutas senyum manis, Wonshikpun pergi meninggalkan Bobby.

      Bobby memperhatikan sampul surat itu. Berwarna merah muda dengan tulisan tangan yang ia kenal. Rayya.

      Ia lalu membacanya dengan perlahan.
Hanya beberapa kata yang ada dalam surat itu. Namun cukup sekali membuat hatinya semakin lapang. Berhasil membuat sebagian jiwanya memaafkan masa lalu yang masih membelenggunya. Kini, Bobby menyimpul senyum dengan tulus. Semua sudah selesai, tanpa beban dan dendam. Antara dirinya, dan Rayya.

 Antara dirinya, dan Rayya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

*******
🌹 THE END 🌹

Heal The Broken Flower (Revisi Version)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang