☆ Side Story {2} ☆ Blame ☆

95 13 3
                                    

⚠️⚠️⚠️ TRIGGER WARNING⚠️⚠️⚠️

⚠️ MENTIONING SUICIDE AND HARMSELF ⚠️

×××

Rumah.

Tempat yang Rayya rindukan selama tiga minggu dirawat di rumah sakit. Akhirnya ia bisa kembali ke tempat yang paling aman menurutnya.

"Aku beresin barang kakak dulu, ya. Kakak langsung ke kamar aja." Ujar Aira, yang lalu menuntun Rayya menuju ke kamarnya. Rayya menurut saja dengan perintah Aira.

Keadaannya sudah membaik. Setelah mendengar berita kematian Mas Yoyo, Rayya memang sempat kambuh bahkan lebih parah. Ia benci, namun tak tau harus marah ke siapa. Orang yang bertanggung jawab atas semua ini sudah kabur ke neraka. Setidaknya, ia menemui Tuhan terlebih dahulu.

"Ra, kata Dokter, lusa kakak harus check up lagi."

Aira mengangguk. "Aku udah atur jadwal, kak."

"Kalo gitu, kakak istirahat dulu, ya."

Rayya pun segera membaringkan dirinya di kasur yang sudah lama ia tinggalkan itu. Sementata Aira kembali ke ruang tengah untuk membereskan barang-barang Rayya yang sempat dibawa di rumah sakit.

Tak lama, dering ponsel Aira berbunyi.
Dokter Meilla. Dokter yang menangani Rayya selama ini menghubunginya. Segera ia angkat sambungan telepon itu.

"Ya, dok.."

"Aira, sudah sampai rumah?" Tanya dokter tersebut.

"Sudah, dok. Kak Rayya sekarang lagi tidur. Hm, ada apa ya, dok?"

Hening. Tak ada jawaban dari seberang sana. Seperti ragu hendak mengatakan sesuatu.

"Dok?" Aira bertanya lagi, mencoba menyadarkan dokter Meilla.

"Ah, iya. Jadi begini, Aira. Kemarin ketika kontrol terakhir,saya mencoba mengambil sampel darah dan air seni Rayya. Kamu tau sendiri, Rayya korban pemerkosaan. Saya hanya ingin mengecek sesuatu yang mungkin saja terjadi dalam hubungan itu," Dokter Meilla terdiam sejenak, sementara Aira sudah gelisah sejak tadi.

"Dan hasilnya sudah keluar pagi tadi." Sambungnya.

DEG.

Jantung Aira mendadak bergemuruh.

"Jadi, bagaimana hasilnya, dok?"

"Kamu bisa datang ke rumah sakit? Saya tidak bisa menjelaskannya di telepon."

"Tapi, dok. Saya tidak bisa ninggalin kak Rayya di rumah sendirian."

"Saya sudah pikirkan itu. Sore ini, akan ada suster yang ke rumah kamu buat jaga Rayya sekaligus memeriksakan kondisi Rayya. Saat itu juga, kamu kesini, ya. Saya tunggu."

*******

Pukul tiga sore tepat Aira sudah sampai di rumah sakit. Langkahnya ragu, seperti belum siap dengan hasil yang akan ia dengar.

Sudah sepuluh menit ia berdiri di depan ruangan dokter Meilla, namun tak berani tangannya mengetuk pintu itu. Sampai pintu tersebut terbuka sendiri oleh pemilik ruangan.

"Kenapa gak ketuk pintu?" Tanya dr. Meilla, ketika melihat Aira berdiri di depan ruangannya. Aira hanya tersenyum tipis lalu mengikuti dokter tersebut memasuki ruangannya.

"Aira, langsung aja, ya." Dr. Meilla lalu mengeluarkan selembar kertas dan sebuah benda putih panjang yang ia kenali sebagai testpack. Dadanya kembali berderap kencang, seperti belum siap menerima jawaban yang akan dia terima sedetik kemudian.

Heal The Broken Flower (Revisi Version)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang