delicate

30 8 1
                                    

(a/n)
as usual, nyalain video di media for extra something. enjoy xx

Ketika teman-teman gue impulsively ngajakin pergi ke Bali liburan semester ini, gue nggak bisa nolak walau sebetulnya gue lagi pingin malas-malasan di rumah nonton netflix sampai mulai semester baru.

Lalu apa yang bikin gue akhirnya ikut tanpa pikir panjang? Alasannya tiga. 1, Bambam nemu flight yang lagi promo. 2, Sarah dapat endorse dari biro travel online, jadi kami nggak perlu bayar untuk vila. 3, dan alasan yang paling penting, sepenting itu hingga kalau saja alasan ini nggak ada, gue nggak akan ikut; Mark ikut.

Gue, Sarah, Ella, Anya, Bambam, Yugyeom, Jackson, dan Mark udah berteman sejak ospek -which is sekitar 2,5 tahun lalu. Kami satu kelompok ospek, dan sejak saat itu kami selalu bareng. Milih kelas bareng, remedial bareng, ngulang kelas bareng. Cliché? Hell nah its not. Yang klise itu berteman sejak ospek, kemudian bubar di akhir tahun pertama. Because it happens all the time, dan kami cuma delapan bocah beruntung yang pertemanannya bisa awet sampai kelar semester lima begini.

Sejak menjelang UAS semester lima, Mark dan gue dekat. Iya, dekat yang lo semua sebut lebih dari teman -atau seenggaknya begitulah yang gue rasakan. Ya lo paham lah. Dia yang antar gue pulang kuliah setiap hari, jemput gue untuk berangkat ke kampus setiap pagi. Sesekali menyempatkan makan di luar atau sekadar duduk di Starbucks dan nugas bareng. When Saturday night comes, kami pergi berdua. Entah nonton bioskop, pergi ke mall, nonton live music, apapun.

Hari-hari gue sekarang diisi dengan nunggu chat dari dia, ngangkat telfon dia. Ketawa-tawa melihat kelakuan dia di facetime. Degdegan mampus ketika dia acak-acak rambut gue, noyor hidung gue.

Dan kalau lo mau tau, gue nggak pernah sekali pun kepikiran akan pernah sampai di titik ini. Nggak pernah nyangka bahwa gue, Dinda, akan suka sama seorang Mark.

Selama ini, Mark ya teman satu peer group gue. Teman nongkrong, teman curhat, teman belanja -karena empat cowok sableng itu kegemaran belanjanya nggak beda jauh dengan kami para cewek, apalagi Bambam dan Jackson.

But the thing is, teman-teman kami nggak ada satu pun yang tahu tentang kedekatan gue dan Mark. Setelah kuliah atau main, kami selalu menunggu all six of them pulang, baru kami pulang bareng. Kadang, Mark pura-pura pulang duluan, masuk mobil, kemudian gue nyusul. Bagaimana pun caranya supaya teman-teman kami nggak ada yang tahu bahwa Mark sudah menyambi supir pribadi gue. Kami nggak pernah bikin igstory berdua, nggak pernah juga satu pun dari kami cerita tentang ini ke siapapun. The point is, we're keeping in lowkey.

Alasannya apa, gue pun nggak bisa menjelaskan. Gue dan Mark juga nggak pernah membicarakan ini, it just flows. We just know what to do.

Kalau lo tanya gue, mungkin deep down gue agak takut gue dan Mark akan berakhir seperti Jackson dan Anya -mereka pernah dekat, dulu banget, awal semester satu. That was a hot topic in our group back then. Kami nunggu-nunggu mereka jadian, but it never happened. But the good thing is, they don't let it change our friendship. Meskipun dulu gagal jadian, mereka somehow bisa kembali berteman persis kayak dulu lagi. Bahkan mereka bisa-bisanya saling ledek soal masa kedekatan mereka dulu.

Tapi Mark beda dengan Jackson. Jackson dulu jelas banget suka sama Anya, dan dia memang udah menyatakan perasaannya ke Anya bahkan di minggu pertama kedekatan mereka.

Then there's Mark. Gue bahkan nggak tahu apa yang dia rasa ke gue. Apa dia memang ngedekatin gue seperti yang gue pikir? Apa dia juga senyum-senyum tiap baca chat gue? Apa dia-

"Aw!" gue mengaduh ketika seseorang nyentil dahi gue ketika gue sedang merenung di kursi santai pinggir kolam renang vila kami. Bukannya apa-apa, orang ini nyentilnya betulan pakai niat dan tenaga. Sakit.

Mark, yang ternyata adalah dalang dari penyerangan jidat gue barusan, terkekeh melihat gue ngusap-ngusap bagian yang disentilnya tadi.

"Ngeselin lo," gue misuh-misuh.

"Mau jalan nggak? Yang lain udah pada tidur." Ajak Mark tanpa ba-bi-bu.

Gue ragu, "Emang masih ada tempat yang buka jam segini?" I mean, it's 1 am. Kalau dia mau ngajak gue ke klub, dia tahu dia tinggal bilang. Nggak perlu dengan embel-embel jalan.

"Ini Bali, kali, Din. Pasti masih banyak kafe atau tempat makan yang buka," ujarnya, "Lo kayak nggak pernah ke sini aja."

Iya juga, sih.

Of course, gue iyain ajakan Mark. Setelah membenahi pakaian gue sedikit, gue menyusul Mark yang sudah ada di mobil yang kami sewa selama berada di Bali dan kami melaju ke arah pusat kota, di mana kami menemukan sebuah coffee shop dengan dengan arsitektur dan nuansa khas Bali yang masih buka dan lumayan ramai pengunjung, baik penduduk lokal maupun those bule tourists.

Mark memarkirkan mobil di depan coffee shop dan gue turun duluan, memesan secangkir kopi susu gula aren untuk Mark, dan cappuccino untuk gue -pesanan basic kami back at our campus coffee shop.

Sejurus kemudian, gue dan Mark sudah duduk di meja kami, mengobrol luntang-lantung. Dia dengan ceritanya, gue dengan ocehan yang mengalir begitu aja. Dia dengan lawakannya, gue yang menimpali dengan tawa dan menambahkan sedikit bumbu candaan hingga tawa kami lebih geli lagi. Dia dengan rambutnya yang mulai panjang, kaus hitam kebesaran, mata indahnya, senyum lucunya.

Dan tangannya yang tiba-tiba meraih tangan gue, mengusapnya lembut dengan ibu jari.

Kami terdiam sesaat, menikmati tiap detik yang bergulir satu-satu. Tenggelam dalam apa yang sedang terjadi. Gue dia, Bali, kopi yang tinggal setengah cangkir, sepasang tangan yang bertaut di atas meja, dan dua pasang mata yang saling menatap dalam. Kupu-kupu yang seakan berterbangan di perut gue.

Mark Tuan, is it cool that you're in my head? Because I know whatever this is that we're having, it's so delicate.

Gue nggak ingin kehilangan ini hanya karena gue salah ambil tindakan. Tentu, this moment right here tambah bikin gue ingin memiliki dia.

Because when I look into his eyes, I pretend he's mine. All the damn time.

"Gue suka lo." Mark berucap tegas, menghempas segala ragu di kepala gue. []

(a/n)
dimohon untuk meninggalkan jejak. semoga suka xx

love,
t.

piecesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang