yearn

47 8 0
                                    

(a/n)
again, turn on the video on media for extra something. enjoy! xx

"Hai.." perempuan itu memeluk prianya yang baru saja pulang dengan kantung belanja berisi sebotol jus jeruk dingin yang baru saja ia beli di toko kelontong. Harum Christian Dior Eau Sauvage masih tercium dari tubuh itu meski setelah seharian bekerja di studio dan syuting variety show.

"Hei," si lelaki 26 tahun membalas sapaan kekasihnya, mengusap punggung kecil itu sekilas dan melepaskan pelukan mereka. Merasa sangat lelah malam ini.

Ketika dilihatnya mata indah di hadapannya sembap dan jejak air mata masih jelas berbekas di pipi mulus pujaan hatinya, pemuda itu menghela nafas pendek dan bertanya, "Ada apa?"

Yang ditanya hanya menggeleng lemah dan balik bertanya, "Kamu mau iced tea? Nanti kubuatin, kamu mandi aja dulu."

"Ada apa, Hana?" ia kembali bertanya. Setengah kesal, setengah malas berkutat dengan masalah apapun setelah hari yang panjang. Ia hanya ingin istirahat.

Lagi, yang didapatnya hanya gelengan dan senyum yang dipaksakan.

Si pemuda langsung naik pitam. Diletakkannya kantung belanja serta ponsel, dompet dan kunci mobil dengan kasar di atas counter dapur sembari mendengus keras.

"Terserah kamu! Aku capek, urus sana masalahmu sendiri! Aku mau mandi, istirahat. Besok aku berangkat pagi lagi." Bentaknya sebelum hengkang dari sana dengan langkah-langkah tegas yang cepat.

Tanpa mengetahui bahwa gadisnya diam-diam kembali menangis memandangi kepergiannya.

Sesungguhnya, Hana hanya ingin dimanja lelakinya setelah hari yang berat. Ia hanya ingin dipeluk erat ketika dunia seakan tak menginginkan lagi kehadirannya.

---

I've always been that hungry-drunk kind of guy. Selalu. Ketika mabuk, ya gue makan. Di tengah teman-teman gue yang showing their inner hoe, getting sad from the thought of life, doing crazy stuffs, dancing their hearts out. Gue diam ngeliatin mereka, dan makan.

What can I say? Mabuk bikin perut gue keroncongan.

Never been that sad-drunk type. Until she left me.

Gue sangat ingat malam ketika I asked her to move in with me. Waktu itu kami sedang maraton netflix di apartemennya. Punggungnya bersandar di dada kiri gue, membuat gue bisa puas menciumi puncak kepalanya, menghidu aroma samponya. Wangi eukaliptus. Dan aroma itu bercampur dengan wangi lavender yang menyeruak dari tubuhnya, menghasilkan kombinasi yang selalu sukses bikin gue tambah tergila-gila dengan dia. Wangi yang sampai sekarang masih gue ingat jelas, walau Tuhan nggak lagi memberi gue kesempatan untuk nyium wangi itu langsung dari orangnya.

Selama dua minggu sebelum itu, gue selalu membawa spare keys apartemen gue yang udah gue hias dengan gantungan kunci lambang Avengers, serial film yang menjadi awal dari hubungan gue dan dia -still the greatest movies in universe, tho.

It all went so fast. Gue sodorkan kunci itu -meski sebetulnya dia sudah punya spare keys satu lagi, tapi yang satu ini untuk formalitas dan keren-kerenan gue aja, I popped the question, she said yes yes yes, dia ciumin gue, dan malam itu kami tutup dengan sesi mabuk ringan dan makan rabokki.

Hidup gue setelah malam itu? Man, jangan tanya. Seindah itu. Just when I thought my life couldn't be better, ketika gue pikir dia uda membawa gue ke puncak tertinggi dalam hidup, ternyata kepindahan dia bisa bawa kebahagiaan yang lebih lagi.

Sampai akhirnya suatu pagi, gue bangun dan dia nggak ada di samping gue. Bajunya nggak ada di lemari. Alat mandinya, perawatan kulitnya, kosmetiknya, dia, semuanya. Cuma tinggal wanginya di bantal di samping gue, dan dua set spare keys yang dia tinggalkan di meja makan.

Setelah gue sadar akibat dari apa yang gue udah perbuat malam sebelumnya, gue seketika lemas. Lemas sejadi-jadinya. Langit seakan runtuh di atas pundak gue.

Satu kesalahan ketika gue sedang lelah-lelahnya setelah pulang kerja, bikin gue kehilangan wanita terhebat dalam hidup gue.

Pagi itu juga, tanpa peduli mandi atau sarapan, gue ngebut ke apartemennya. Memohon maaf dan meminta dia pulang, kembali bersama gue.

Tapi semuanya udah terlambat. Luka yang gue kasih udah terlalu dalam buatnya. Tiga kata dari mulut indahnya, "Kita udahan aja," sudah cukup untuk bikin gue nggak berdaya sampai hari ini.

Demi tuhan, gue rindu banget sama dia. Gue rindu. Gue hancur tanpa dia.

Didn't give her all my love, now it's like I got my payback.

Hari itu, gue hampir nggak kerja. Jackson dan Jinyoung harus menyusul ke apartemen gue untuk memastikan gue baik-baik aja.

Tapi gimana gue bisa baik-baik aja? I just lost her.

I lost my love, my life.

My baby, my wife.

I lost my Hana.

Gue memang belum menikah dengan dia -dan sekarang gue udah kehilangan kesempatan untuk menikah dengan dia, tapi gue suka banget nyebut dia istri gue. Sekarang, empat bulan setelah kiamat itu, harusnya kami sudah tunangan. Harusnya kami sedang menunggu sampai batas waktu di mana gue akhirnya bisa menikah dengan dia tanpa khawatir akan kehilangan pekerjaan.

Kami akan punya anak perempuan, Im Ara. Ara tentu akan secantik ibunya. Gue akan menyaksikan Hana mengajarkan anak kami berjalan, dan gue akan mengajarkan Ara mengendarai sepeda. Sepeda pink pilihan ibunya. Keluarga kecil kami akan hidup bahagia, dan nggak akan ada yang bisa ngerusak kebahagiaan itu.

But it's all only just a dream now. Gue udah merusak semua kebahagiaan itu ketika gue membentak Hana saat dia hanya ingin gue peluk. Saat gue membuang dia ketika dia sedang butuh-butuhnya perhatian dari gue.

Dan malam ini, gue mabuk lagi. Untuk keempat kalinya dalam seminggu terakhir. Masih menangisi Hana, menangisi kebodohan gue. Memukuli diri sendiri dan membenturkan kepala gue ke dinding berkali-kali meski itu nggak akan membuat Hana tiba-tiba muncul dan menarik gue dalam pelukannya.

Gue, Im Jaebeom, mengaku kalah.

(a/n)
dont mind me, just passing by to tell you to VOMMENTS PLEASE EHE xx

love,
t.

piecesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang