pundung

35 7 6
                                    

(a/n)
ini lanjutan delicate ya wa. as always, nyalain video di media for extra something. enjoy xx

"Din, lo beneran jadi pindah ke Brunei nyusul bokap?"

"Iya jadi, ini udah mulai ngosongin rumah, packing dikit-dikit."

"Terus lo sama Mark gimana? LDR?"

Dinda terdiam sejenak.

"Gue belum bilang Mark."

---

"MAAARK WOI MARK! LEEE!"

Ah, here we go again.

"Apaan?" gue nengok ke arah sumber suara -nggak lain dan nggak bukan, si Jackson sableng yang lagi lari-lari ngejar gue heboh sendiri.

Malu nggak gue dikejar-kejar, diteriak-teriakin si monyet itu di koridor kampus pas lagi nunggu kelas selanjutnya? Nggak. Gue udah biasa. Pipi gue diciumin dia di lobi kampus juga pernah.

"Mau kemana lo?" tanya Jackson setelah sampe di samping gue, masih ngos-ngosan.

Lagian siapa suruh lari-lari gitu? Padahal gue juga cuma jalan biasa.

"Ngerokok di tangga. Ikut nggak?"

Dia ngangguk-ngangguk, "Tapi temenin gue beli cimol dulu."

Jadilah gue nemenin si Jackson dulu ke kantin beli cimol. Pake segala bantuin abang-abangnya goreng kentang dulu pula, katanya biar cepet jadi. Padahal tidak ada hablumnya.

Abis Jackson puas goreng-goreng kentang sama cimol, kami jalan balik ke gedung kampus.

"Oh iya, si Dinda jadinya udah bilang 'kan sama lo?" tanya Jackson di sela ibadah sucinya ngaduk-ngaduk bumbu cimol.

Dinda itu pacar gue. Singkatnya, kami semula teman satu peer group, gue naksir, gue pepetin, terus kami jadian pas lagi liburan di Bali setahun lebih dikit yang lalu. Tapi kami baru open up about our relationship ke teman-teman kami sekitar enam bulan kemudian.

Dan jujur, gue nggak paham apa yang dimaksud Jackson.

"Bilang apaan? Lo ngomong begitu doang mana gue paham Le, kan banyak yang dia bilang ke gue."

Jackson lagi ngunyah sebutir cimol pas ngomong dengan ringannya, "Yang soal dia mau pindah ke Brunei itu loh Le"

Dan saat ngelihat gue cuma mandang komuk dia tanpa ekspresi, Jackson berhenti ngunyah dan balik mandang gue takut-takut-bloon.

---

Bapaknya Dinda itu diplomat, udah tiga tahun terakhir tinggal di Brunei setelah sebelumnya sempat pindah-pindah tugas di beberapa negara. Pokoknya seumur hidup Dinda, dia cuma pernah sepuluh tahun hidup bareng bapaknya. Lima tahun di Indonesia, lima tahun di Malaysia, terus balik ke Indonesia sama ibunya.

Dan sekarang, dia bilang mau nyusul ke Brunei bareng ibunya. Bikin gue bengong-bengong bego dari tadi.

"Maaark," cewek gue ngerajuk pas tadi sore kami makan di warung mi ayam pakde, "say something."

Gue cuma bengong, ngeliatin matanya doang. Nggak habis pikir. Kaget. Syok. Kesetrum.

1, bisa-bisanya nih anak nggak cerita sama gue sejak awal. Bisa-bisanya gue baru tau ini dari Jackson. Padahal yang pacarnya Dinda, 'kan, gue. Dan 2, gimana ceritanya dia pindah gitu aja, padahal di sini kuliahnya udah semester tujuh. Ya maksud gue, emang sih pindah tinggal pindah, kuliah lagi di sana juga tinggal kuliah lagi, tapi if it was me, nggak rela gue udah susah payah bangun pagi, kuliah, nugas, ujian tiga tahun lebih terus main dilepas aja di semester akhir.

piecesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang