Tiga

11.3K 172 4
                                    

SETELAH Beberapa saat tertegun dengan tatapan Adiwidya yang seakan menghipnotisnya, ia mengulurkan tangannya untuk berkenalan dengan Adiwidya, yang disambut baik oleh gadis itu.

"Bima."

"Adiwidya."

Jabatan tangan mereka pun terlepas. Adiwidya beralih menyambut jabatan tangan pria yang berdiri di belakang Bima yang memperkenalkan dirinya sebagai Chakra.

"Ternyata kamu cantik, seperti namamu," kata Bima memuji yang langsung membuat Adiwidya tersipu malu.

"Terima kasih, juragan muda," kata Adiwidya.

"Panggil namaku saja, Adiwidya. Anggap aku sebagai temanmu."

"Baik, Mas Bima."

Adiwidya kemudian beralih menjabat tangan Jarwo dan mencium punggung tangan pria paruh baya itu.

"Pak Lek dari mana?" tanya Adiwidya.

"Dari antar Juragan Bima untuk melihat lahan di depan balai desa," jawab Jarwo.

Adiwidya mengangguk paham sambil ber-oh ria.

"Oh iya, mereka semua ini anak-anaknya Juragan Hasan, ndhuk. Mereka semua baru balik ke desa karena baru menyelesaikan sekolah mereka di kota," kata Jarwo menjelaskan.

"Iya, Pak Lek. Tadi aku sudah berkenalan dengan Mas Fajar dan Mas Bintang."

"Bagus lah, kalau kamu sudah berkenalan," kata Jarwo. "Kabar Pak Lek dan Bu Lek kamu bagaimana? Sudah lama tidak ke rumah kamu, jadi tidak tahu kabar mereka."

"Alhamdulillah, Pak Lek. Mereka sehat-sehat saja."

"Alhamdulillah. Nanti kalau Pak Lek sudah tidak sibuk lagi, Pak Lek akan datang ke rumah kamu untuk berkunjung."

"Ditunggu, Pak Lek."

"Pak Lek hampir lupa. Juragan Bima ke sini ingin tanya-tanya tentang kamu, silahkan Juragan Bima," kata Jarwo.

Bima berdehem sebentar, sebelum bertanya, "Sudah berlama kamu mengajar anak-anak di desa?"

"Sudah hampir 4 tahun, Mas Bima," jawab Adiwidya.

"Kamu digaji?"

"Tidak, Mas. Saya mengajar secara sukarela untuk anak-anak di desa. Kasihan mereka kalau cuma tahu bermain dan bekerja."

"Kamu seorang lulusan?"

"Bukan, Mas. Saya bahkan tidak pernah merasakan yang namanya bersekolah."

Bima mengerutkan keningnya. "Jika kamu bukan seseorang yang berpendidikan, dari mana kamu belajar dan begitu yakin untuk mengajari anak-anak di desa?"

"Pak Lek dan Bu Lek saya yang mengajari saya cara membaca dan berhitung sejak kecil. Setelah remaja, saya belajar sendiri dengan memanfaatkan buku-buku peninggalan orang tua saya yang dulunya seorang guru."

Bima mengangguk paham. "Maaf jika perkataanku tadi sedikit menyinggungmu."

Adiwidya tersenyum. "Tidak masalah, Mas Bima. Itu adalah hal yang wajar, mengingat saya bukan orang yang berpendidikan. Warga-warga desa juga sebelumnya tidak begitu yakin dengan kemampuan saya."

Meski Adiwidya terlihat tidak tersinggung, tetap saja ia merasa tidak enak hati karena pertanyaannya tadi. Salahkan mulutnya yang secara spontan bertanya tanpa menyaring perkataannya dulu.

"Setelah dari sini, apa kamu ada kegiatan lain?"

Adiwidya terlihat berpikir, kemudian menggelengkan kepalanya. "Tidak ada, Mas Bima. Setelah dari sini, saya langsung pulang ke rumah."

"Kalau kamu tidak keberatan, aku ingin datang berkunjung ke rumah kamu."

"Tentu saja saya tidak keberatan, Mas Bima. Tapi untuk apa datang ke rumah saya?"

"Ada beberapa hal yang ingin aku bahas dengan kamu dan sedikit mengajukan beberapa pertanyaan."

"Mengenai hal apa?"

Bima mengedikkan bahunya. "Mungkin salah satunya adalah mengenai hal desa ini dan juga kamu."

"Saya?"

Bima mengangguk mantap sebagai jawaban. "Aku beserta adikku pamit pulang dulu. Maaf telah mengganggu waktu mengajarmu."

"Tidak masalah, Mas Bima. Mari saya antar sampai di bawah," kata Adiwidya.

"Sampaikan salamku pada Pak Lek dan Bu lekmu," kata Jarwo kepada Adiwidya.

"Iya, Pak Lek. Hati-hati di jalan," kata Adiwidya sambil mencium punggung tangan Jarwo, sebelum pria paruh baya itu masuk ke dalam mobil.

"Mari, Adiwidya," kata Bima yang diangguki oleh Adiwidya.

"Sampai jumpa lagi, Adiwidya," kata Bima sambil melambaikan tangannya.

"Kapan Mas Bima mau ke rumah Adiwidya?" tanya Fajar setelah mobil berjalan beberapa meter menjauh dari depan balai desa.

"Kenapa?" tanya Bima balik.

Fajar mendengus. "Aku juga ingin ikut."

"Tidak boleh," kata Bima.

"Kenapa?" Kini gantian Bintang yang bertanya.

"Karena aku hanya ingin berdua dengan Adiwidya," kata Bima yang membuat ketiga adiknya yang berada di belakang mengerut tidak suka.

"Tidak bisa begitu. Aku duluan yang bertemu dengan Adiwidya, jadi harusnya aku dulu yang menghabiskan waktu berdua dengan Adiwidya," kata Fajar tidak terima.

"Setelah Mas Fajar, aku. Setelah aku, baru lah Mas Bima dan Chakra boleh berduaan dengan Adiwidya," timpal Bintang.

Bima mendengus. "Kalian pikir aku mau ngapain dengan Adiwidya? Aku hanya ingin membahas beberapa hal dengan dia."

Chakra yang memang sejak sampai di desa tidak banyak bicara, akhirnya angkat bicara, "A-agar adil, bagaimana kalau kita bertemu dengan Adiwidya bersama-sama? Jadi, di antara kita tidak perlu berebut."

"Nah, yang dikatakan oleh Chakra benar. Kita bertemu dengan Adiwidya bersama-sama saja, supaya adil," kata Bintang setuju.

"Tidak. Aku hanya ingin berdua dengan Adiwidya tanpa adanya gangguan dari kalian," kata Bima masih menolak.

"Kalau tidak mau ngapa-ngapain, kenapa kami bertiga tidak boleh ikut?" tanya Bintang curiga.

"Kalau Mas Bima tetap menolak, aku tidak akan membiarkan Mas Bima bertemu dengan Adiwidya, apalagi berduaan dengan Adiwidya," kata Fajar.

Bima menghela napasnya. "Baik lah, tapi kalian tidak boleh mengganggu selama aku berbicara dengan Adiwidya."

"Sepakat," kata ketiga adiknya kompak.

"Rumah Adiwidya berada di mana di desa ini?" tanya Bima kepada Jarwo.

"Jalan menurun menuju sungai, juragan. Jika juragan ingin ke sana, saya bersedia mengantarkan Anda ke rumahnya," jawab Jarwo.

"Kalau begitu, kamu bisa mengantarkanku ke rumahnya besok," kata Bima.

"Baik juragan," kata Jarwo.

"Kecantikan Adiwidya memang tidak bisa dipungkiri, bahkan keempat anak Juragan Hasan pun sepertinya kepincut dengan kecantikan Adiwidya," kata Jarwo dalam hati. "Jika itu memang benar, mudah-mudahan tidak terjadi pertikaian di antara mereka di kemudian hari," lanjutnya.

AdiwidyaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang