Jihan tengah memotong rumput di halaman, dibantu oleh Aldi juga Anna. Aldi dan Jihan memotong, Anna kebagian tugas untuk menyiram tanaman bunga yang sengaja di tanam oleh Jihan. Supaya enak di pandang katanya.
"Nay, gak apa-apa?" tanya Jihan, karena sedari tadi Anna terus batuk-batuk.
"Gapapa, bunda." Anna terus menyirami tanaman.
Aldi berhenti memotong, dan menghampiri Anna. "Yakin gak kenapa-napa, Ann? Badan kamu panas loh."
"Gapapa, Aldi."
"Kamu duduk aja deh, biar aku yang lanjut nyiram nya." Aldi mengambil alih tugas Anna. Aldi akan menjadi orang yang over protective kalau sudah menyangkut kesehatan Anna.
"Gak apa-apa, Al. Lo bantuin Bunda aja," balas Anna.
"Bunda bisa sendiri kok, Nay. Udah mau selesai juga," ungkap Jihan.
"Tuh kan, udah mending sekarang kamu istirahat aja ya. Biar aku yang lanjutin," ujar Aldi.
Anna mengangguk, lalu dirinya duduk di bangku teras sambil memperhatikan keduanya. Anna terkekeh kecil, melihat Aldi menggoyang-goyangkan tubuhnya sambil bernyanyi.
"Suara lo fals, Al!" teriak Anna.
Aldi menoleh, lalu melihat Anna yang tertawa kecil karena tingkahnya. "Gak apa-apa fals, yang penting bisa buat kamu ketawa."
"Jijik, Al! Lo kesambet apaan dah, tiba-tiba ngomongnya jadi 'aku-kamu' kayak orang bener aja," ujar Anna.
"Lah, aku mah emang beneran orang Ann. Bukan orang-orangan." Aldi terkekeh.
Aldi meletakan alat penyiram tanaman tersebut, lalu menghampiri Anna dan hendak menyentuh dahinya—untuk mengetahui suhu badan Anna masih panas atau tidak.
"Stop! Jangan pegang-pegang," tegas Anna.
"Loh kenapa Ann?"
"Cuci tangan dulu, baru boleh pegang dahi gua!" Aldi kemudian memberikan tanda hormat kepada Anna, lalu berlari kecil menuju keran air yang tersedia di samping halaman rumah Anna.
Setelah Aldi menunjukan tangannya yang sudah bersih, barulah Anna mengizinkan Aldi untuk mengecek suhu tubuhnya.
"Kok makin panas ya, Ann?" Anna menggeleng.
"Bunda! Kok badan Anna makin panas ya?" Jihan kemudian langsung meletakkan alat pemotong rumputnya, lalu segera mencuci tangan dan menghampiri keduanya.
"Aldi bawa Anna ke kamarnya ya, bunda mau telepon dokter dulu." Aldi mengangguk, lalu memapah Anna menuju kamarnya.
---
"Denger kan apa yang dibilang dokter tadi?" tanya Aldi, Anna hanya mengangguk lemas.
"Tapi gua gak bisa Al, kalau gak makan pedes." Anna merengek seperti anak kecil.
"Ini demi kesehatan kamu juga, Ann."
Jihan kemudian menghampiri keduanya, sambil membawa bubur ayam dan juga obat yang diberikan oleh dokter tadi. Penyakit lambung yang diderita Anna kambuh, karena terlalu banyak mengonsumsi makanan pedas.
"Tuh, kamu dengerin kata dokter tadi Nay. Gak boleh terlalu banyak makan makanan yang pedes," peringat Jihan.
"Argh, bunda sama aja kayak Aldi."
"Itu karena aku sama bunda sayang sama kamu. kalau gak sayang sih bodo amat mau ngapain juga," ujar Aldi.
"Sekarang makan buburnya dulu, abis itu baru minum obatnya."
"Biar Aldi aja bun, yang nyuapin." Jihan mengangguk, lalu meninggalkan keduanya.
"Aaaa..." Aldi melebarkan mulutnya, menginstruksikan Anna supaya mengikuti apa yang dirinya lakukan juga.
Anna menggeleng. "Gak mau, bubur kayak gitu gak enak. Hambar, gak ada rasanya."
"Ini enak, Ann. Beda sama bubur di rumah sakit, yang pernah kamu makan dulu."
"Tapi bentuknya sama aja kayak gini."
"Bentuk boleh sama, tapi soal rasa... Bubur buatan bunda Jihan yang paling the best!" seru Aldi, membuat Anna terkekeh lalu mulai membuka mulutnya.
Mencapai suapan ke lima, Anna menggelengkan kepalanya. "Udah, Al."
"Satu suap lagi," ujar Aldi.
"Gak mau."
"Satu suap aja lagi, abis itu janji deh gak bakal maksa lagi." Mau tidak mau akhirnya Anna membuka mulutnya kembali, memakan suapan terakhirnya.
Aldi meletakan bubur tersebut, di atas nakas. Lalu membantu Anna meminum obatnya.
Anna meringis. "Hueek.. pait."
"Namanya juga obat, kalau mau yang manis sih tinggal liat aku aja Ann." Anna memutar bola matanya.
"Udah, udah. Sekarang istirahat ya, jangan bandel lagi."
Anna mengangguk dan mulai memejamkan matanya, Aldi mengelus rambut panjang milik Anna lalu mencium kening gadis itu.
"Get well soon, Ann." Aldi beranjak dari kamar Anna, tidak lupa sambil mematikan lampu dikamar Anna.
Betapa bahagianya jadi Anna, jadi pengen juga punya pasangan yang kayak Aldi. Betapa irinya author liat keuwuan kalian berdua.
***
Tbc
Cerita ini diikutsertakan dalam kampanye #stayathome yang diadakan oleh CirclePedia.
See you next chapter.
EkaRostiawati
KAMU SEDANG MEMBACA
Aldi & Anna (END)
Teen FictionJudul sebelumnya 'Perfect Boyfriend' Anna. Si cewek kelebihan energi bertemu dengan si crazy Aldi, maka akan seperti apa ya kira-kira kisah mereka kedepannya. [Cerita ini diikutsertakan dalam kampanye yang di adakan oleh CirclePedia #StayAtHome] © A...