Takdir Cinta Perawan Tua
#Part1
Usiaku tidak lagi muda, sudah menginjak kepala tiga. Namun, hingga kini aku masih berstatus seorang gadis. 'Perawan tua', kadang ada yang memanggilku seperti itu. Sedih, tentu saja.
Menyandang gelar gadis di usia yang seperti ini, bukanlah keinginanku. Aku juga ingin menjalani hidup seperti perempuan lainnya. Punya suami dan punya anak. Ah, tapi sampai sekarang, belum ada juga pria yang datang melamar.
Wajahku tidaklah buruk. Bahkan, ada yang bilang aku manis. Kulit putih dan badan tinggi semampai. Sayangnya, sampai sekarang, belum ada juga pria yang melirikku. Apa ada yang salah dengan diri ini? Aku juga sudah risih dengan omongan tetangga yang selalu mempermasalahkan statusku ini. Apa perawan tua itu adalah sebuah aib?
"Kok, belum nikah, sih?"
"Cepetan nikah. Biasanya, kalau orang menikah lambat, tidak bakalan punya anak."
"Terlalu memilih mungkin, makanya tidak ada laki-laki yang datang melamar."
Begitulah selalu orang-orang katakan padaku setiap kali bertemu. Tidakkah mereka tahu? Aku juga sangat ingin segera menikah. Apa dayaku, aku adalah seorang perempuan yang hanya bisa pasrah menunggu datangnya lamaran seorang pria.
Dalam setiap do'aku sehabis salat, aku tak pernah bosan meminta kepada Allah untuk segera mempertemukanku dengan jodoh pilihan-Nya.
"Jodoh itu adalah rahasia Allah. Kalau Allah sudah berkehendak, aku juga pasti akan menikah." Begitu selalu ucapku pada ibu-ibu setiap kali mereka mempermasalahkan statusku.
***
"Kau harus ke dukun, Nisa. Biasanya kalau perempuan terlambat menikah itu karena ada yang menghalangi jodohnya. Kau harus dimandikan untuk melancarkan jodohmu," ucap Tina teman ngajarku di sekolah.
Sore ini, aku mengunjungi rumahnya untuk menceritakan tentang kegelisahanku akan jodoh. Tina sudah berkeluarga dan belum punya anak. Suaminya adalah sopir truk, Jadi jarang tinggal di rumah.
"Itu musyrik, Tin," kilahku. "Aku juga tidak percaya hal begituan."
"Kau tahu? Aku dulu ke dukun sebelum menikah dengan Bang Agus. Meminta mantra pemikat untuk membuat Bang Agus jatuh cinta padaku." Tina berbisik.
Tidak. Walau imamku masih tipis, jalan seperti itu tidak akan pernah kutempuh. Urusan jodoh biarlah Allah yang tentukan.
Haruskah aku seperti Khadijah kepada Muhammad? Mengutus orang untuk menyatakan cinta dan ingin menjadi istri dari pria itu? Sebagai wanita normal yang punya rasa, sejak lama aku kagum dan jatuh hati pada seorang pria. Arhan, nama pria itu. Dia guru bahasa Inggris di sekolah tempatku mengajar. Dia pria soleh, sikapnya santun dan ramah. Sayangnya, Arhan tidak pernah memperlihatkan rasa suka padaku. Sepertinya cintaku bertepuk sebelah tangan. Aku juga tahu diri, usia Arhan lebih muda dariku. Jika mencari seorang istri, pasti Arhan akan mencari yang lebih muda.
Aku sudah lelah menjadi Fatimah, menunggu pria seperti Ali yang mencintai dalam diam kemudian datang melamar dan bersatu dalam ikatan pernikahan. Aku tidak boleh berputus asa. Apa yang menjadi takdirku, itu adalah ketetapan dari yang Allah yang Maha Kuasa. Aku yakin, Allah sudah menyiapkan yang terindah untukku. Bisa saja kelak, pria yang datang melamar adalah laki-laki yang jauh lebih muda. Seperti kisah Khadijah dan Nabi Muhammad. Anganku terlalu banyak meminta. Bisa saja sampai saat ini, Allah belum mengirim jodoh karena aku belum layak untuk menjadi seorang istri. Sekarang adalah waktunya untuk memantaskan diri dan lebih banyak mendekatkan diri kepada Allah. Bukankah wanita baik-baik, jodohnya adalah pria baik-baik juga?
"Bagaimana, Nisa? Apakah kau tertarik dengan saranku untuk ke dukun?" Tina membuyarkan lamunanku.
"Tidak, ah," tolakku.
"Terserah kaulah. Aku hanya ingin yang terbaik untukmu, Nisa. Ingat, usiamu sudah tidak muda lagi," tutur Tina dengan suara agak dikeraskan.
Aku segera meninggalkan rumah Tina. Berbicara dengannya, sama halnya dengan menjerumuskan diri ke dalam perbuatan musyrik. Aku baru tahu, kalau Tina percaya dengan hal seperti itu. Padahal, dia orang yang berpendidikan. Apakah cinta telah membutakan pikirannya hingga menempuh cara hitam untuk meraih cintanya? Semoga suatu saat Tina bisa menyadari kekhilafan dan segera bertaubat kepada Allah.
***
Malam ini sehabis makan malam Ayah dan Ibu menahanku untuk tetap di meja makan. Sepertinya ada hal serius yang ingin dibicarakan. Aku yang akan membawa piring kotor ke dapur segera menghentikan langkah dan kembali duduk.
"Ada yang ingin Ayah dan Ibu bicarakan." Ayah mulai berbicara. Ada penekanan pada nada suaranya.
Aku menatap heran pada Ayah. "Apa ada kaitannya denganku?"
Ayah mengangguk pelan.
"Tadi sore Pak Hendra datang ke rumah. Dia ingin melamarmu." Ibu melanjutkan ucapan Ayah.
Ucapannya Ibu barusan membuatku kaget. Pak Hendra ingin melamarku? Apa tidak salah? Walau usiaku sudah kepala tiga, tidak bakal aku merusak rumah tangga orang. Pak Hendra adalah seorang pengusaha di kota ini. Kaya raya. Dia sudah memiliki istri dan beberapa orang anak.
Aku menangis sesenggukan. Begitu hinakah diriku? Sehingga orang meremehkan aku? Melamarku untuk menjadi istri kedua?
"Tidak." Aku menggeleng kuat.
"Tapi, Nak. Ayah dan Ibu sudah malu akan omongan tetangga tentangmu yang belum menikah …."
"Jadi kalian malu tentang statusku? Dan dengan menjadi istri kedua, apa itu tidak akan membuat lebih malu lagi?" Aku memotong ucapan Ibu yang belum selesai."Orang akan mencapku pelakor, Bu."
Ayah dan Ibu terdiam, mungkin membenarkan ucapanku.
"Lebih baik Ayah dan Ibu berdo'a agar aku diberikan jodoh yang baik dan soleh." Aku meninggalkan meja makan dan melanjutkan cuci piring.
'Apa salahku ya Allah? Kenapa harus suami orang yang ingin mempersuntingku sebagai istri?'
Air mata yang tak diundang,kini menggenangi pipi. Kenapa nasibku seperti ini?
Perasaan iri menggelayuti dalam dada pada teman seusiaku yang sudah punya suami dan anak. Hanya aku yang masih sendiri. Aku ingat perkataan Tina, apa betul ada yang menghalangi jodohku? Segera kuucap istighfar berkali-kali. Segera kuambil air wudu dan segera salat untuk menenangkan perasaanku yang lagi gundah.
Selepas salat, gawaiku berdering. Ada notifikasi di aplikasi WhatsApp. Segera kuambil handphone dan membuka pesan itu.
Dari Arhan? Tumben dia menghubungiku. Tiba-tiba dadaku berdebar tidak karuan. Ada apa ini?
KAMU SEDANG MEMBACA
Takdir Cinta Perawan Tua
General FictionAnnisa. Gadis yang hampir berusia 30 tahun namun tak kunjung menemukan jodoh. Julukan perempuan tua pun, tak jarang dia dengar dari orang sekitarnya. Pernah jatuh cinta, sayangnya cintanya bertepuk sebelah tangan. Pria yang dicintainya, justru menik...