Part 9

947 45 1
                                        

#Takdir_Cinta_Perawan_Tua

Bab 9

Semalaman aku tidak bisa tidur. Gelisah, memikirkan Rayyan yang pergi entah ke mana. Entah siapa yang dia temui. Aku merasakan firasat yang tidak enak. 

Satu dua jam aku menunggu. Namun dia tak kunjung datang. Mengabariku pun tidak. Ingin menelponnya tapi aku tidak tahu berapa nomornya. Dan dia juga tidak tahu nomorku. 

Kecewa, marah, itulah yang kurasakan. Aku seperti tidak berarti di mata Rayyan. Sepanjang malam aku menangis. Tercampakkan, itu yang tepat untukku. Jika aku penting di matanya, tidak mungkin meninggalkan aku dalam moment spesial ini. Sepenting apa orang itu, hingga rela menghentikan ritual malam indah kami. Kesal, marah, kecewa, semuanya bersatu menggumpal dalam hati. 

'Aku benci Rayyan.'

***

Aku terus menunggu hingga tertidur.

Pagi baru dia datang dengan wajah kusut dan mata merah, seperti kurang tidur.

"Hilda kecelakaan." 

Ucapannya membuatku semakin shock, namun aku pura-pura acuh. Jadi Hilda lebih penting dari aku? 

Dia tetap menggodaku pagi ini, namun kutolak dan menepis tangannya yang mulai nakal bermain di wajahku.

'Enak saja, aku mau balas dendam. Emangnya enak di tinggalkan saat lagi ….' Aku mendumel dalam hati.

Rayyan kemudian ngeloyor pergi ke kamar mandi.

***

Beres rumah selesai. Aku kemudian memasak. Nasi goreng, sepertinya menu yang cocok untuk pagi ini. Untunglah di kulkas ada telur dan sayuran. Bumbu dapur pun tersedia lengkap.

"Aromanya menggugah selera, bikin lapar. Eh, sekalian dengan es teh manis, yah."

Aku menoleh.

Rayyan sudah duduk cantik di meja makan. Wajahnya segar, habis mandi. Dia menggunakan baju kaos hitam dan celana pendek santai sebatas lutut. Rambut gondrongnya dia urai, aroma shampo tercium dari rambutnya.

"Naksir?" 

Aku langsung mengalihkan pandanganku darinya dan fokus ngaduk nasi goreng. Siapa juga yang naksir. Jatuh cinta, iya. Aku harus jaga image di depan Rayyan. Tidak boleh menunjukan sikap bucin padanya.

Nasi goreng sudah siap. Aku meletakkannya di meja makan. Rayyan segera menyendok ke piringnya dan memakannya dengan lahap. Dia sangat lapar rupanya.

"Enak. Nasi gorengmu bisa kujadikan menu di Cafe-ku."

"Cafe?"

"Iya, aku punya Cafe di Makassar. Kapan-kapan kau akan kuajak ke sana. Asal ….''

"Asal apa?"

"Asal jangan mengaku kalau kau istriku. Pelanggan cewek pada kabur nanti."

Ih, Rayyan semakin membuatku kesal. Menyembunyikan identitasnya, sama saja mengundang pelakor masuk dalam rumah tangga kami. Tidak akan kubiarkan itu. Kalau perlu, aku akan tempel kertas pengumuman di Cafenya, kalau dia sudah menikah.

Bicara masalah Cafe, jadi suamiku ini sudah punya usaha? 

Tidak hanya ganteng, tapi juga mandiri. Suami idaman.

Sehabis makan, Rayyan masuk ke kamar. "Ngantuk, tadi malam begadang jagain Hilda."

Lagi-lagi Hilda. Kenapa nama perempuan itu yang selalu dia sebut. Cemburu, aku tidak bisa ingkari itu.

Takdir Cinta Perawan TuaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang