( Fasya's POV )
Aku sedang mengenakan seragam sekolahku dan saatku membuka pintu kamar dan menuruni tangga...
"Ray ?" Pemandangan yang jarang kulihat, Ray yang sedang memakan sarapan di meja makan.
"Cepetan sarapan." Ucap Ray. Akupun duduk di sebrang Ray lalu memakan sarapanku.
"Fa, lu mau libur sekolah nggak?" Tanya Ray.
"Libur? Nggak. Memangnya kenapa?" Tanyaku.
"Joe bilang lu kemarin pucat kayak orang sakit." Jawab Ray berdiri disampingku dengan punggung tangannya menyentuh keningku.
"Aku sehat-sehat aja kok." Jawabku berdiri menjauh.
"Gue tau lu pekerja keras. Tapi kalau lu udah nggak sanggup, jangan paksain. Pulang." Ucap Ray.
"Ok!" Dengan penuh rasa bahagia, aku berangkat ke sekolah.
"Fasya, lu masih masuk?" Ucap Joe yang menghampiriku dibangku.
"Kamu bilang ke Ray, aku lagi nggak enak badan." Ucapku.
"Sorry, gua khawatir aja sama lu." Jawab Joe.
"Nggak apa-apa kok."
"Lu itu sama kayak si Ray. Jadi kalau lu kenapa-kenapa, kasih tau gue." Ucap Joe.
"Oke." Balasku.
"Seandainya Ray gampang nurut kayak lu..." Ucap Joe.
"Kalau gitu berarti buka. Ray jadinya." Candaku.
"Benar juga ya." Jawab Joe diikutin dengan tawa.
Pelajaran dimulai seperti biasa dan entah mengapa aku merasa mual dan pusing disaat bersamaan.
"Pak, izin ke toilet..." Ucapku segera berlari ke toilet dan memuntahkan sarapanku di wastafel.
'Kenapa? Aku sudah sarapan tadi...'
Disaat itu pula, darah mengalir keluar dari hidungku. Dan...
"Fasya?" Ucap seseorang di depan pintu toilet, saat kulihat.
Joe berdiri di depan pintu dengan tampang khawatir yang diikuti dengan rasa terkejut.
"Lu kenapa?!" Ucapnya menghampiriku.
"Ini, cuman kecapean aja..." Jawabku.
"Lu kalau sakit harusnya ngga masuk!" Ucap Joe dengan penuh kekhawatiran.
"Aku nggak sakit, beneran." Ucapku.
"Lu nggak imut ah." Ucap Joe, berjongkok membelakangiku.
"Kamu ngapain?" Tanyaku.
"Gendong lu ke UKS. Cepetan." Ucapnya.
"Nggak mau." Jawabku.
"Pilihan lu jalan ke UKS ama gue apa gue gendong. Pilih dalam 3...2..."
"Jalan aja!!" Jawabku. Joe kembali berdiri menghadapku seraya mengulurkan tangannya.
"Ya udah ayo." Ucapnya menarik tanganku.
Sesampainya di UKS, aku terpaksa berbaring di kasur UKS karena ancaman Joe. Ia duduk disampingku seraya mengetim HP-nya.
"Kamu ngapain?" Tanyaku.
"Gue mau laporin ke Ray..." Jawab Joe.
"Jangan!!" Refleks, mengambil posisi duduk.
"Kenapa? Ray harus..."
"Please banget! Jangan kasih tau Ray!" Ucapku menggenggam tanga Joe yang memegang HP.
Joe menatapku sesaat lalu menghembuskan napasnya.
"Ya udah lu tidur aja." Ucap Joe.
"Tapi..."
"Tenang aja, gue nggak bakal kasih tau Ray." Jawab Joe.
Diikuti dengan rasa lega, akupun tertidur.
*****
( Joe's POV )
Sudah 3 menit berlalu Fasya tertidur. Kulit pucat dan ekspresi yang ia tunjukkan saat ditoilet membuat siapapun melihatnya khawatir.
Disaat itu pula, HP-ku berbunyi.
"Halo?"
"Joe, ada apa? Lu tadi nelpon gue."
"Lu lagi sibuk tadi?"
"Habis meeting sama direktur perusahaan lain."
"Gila, temen gue kece abis."
"Jadi, ada laporan apa?"
"Tadi gue salah pencet."
"Sampe berapa kali gue bilang lu nggak bisa bohong?"
".....sorry....."
"Ya udahlah, gue masih ada kerjaan."
"Ray, lu sama Fasya mirip..."
"Lu orang kedua setelah bapak gua yang ngomong gitu. Yaudahlah, bye..."
"Bye, bro."
Saat telpon selesai, pintu UKS terbuka dan guru yang biasa menjaga UKS masuk.
"Bu Nami!" Ucapku.
"Joe! Kamu nggak saya izinin bolos di UKS ya!"
"Tenang aja bu, saya nemenin temen saya aja kok." Balasku.
"Siapa temenmu ini?" Tanya bu Nami.
"Fasya...tadi dia muntah sama mimisan du toilet." Jawabku.
"Kamu masuk ke toilet perempuan?!" Tanya bu Nami terkejut.
"Darurat ibu! Lagian sepi kok cuman ada dia! Kasian liat mukanya kayak orang sekarat." Jelasku.
"Seharusnya kamu bawa dia ke rumah sakit..." Ucap Bu Nami memegang kening Fasya yang tertidur.
"Ngapain ke rumah sakit, kalau ada UKS?" Tanyaku.
"Kamu nggak tau?" Tanya Bu Nami.
"Tau apa?" Tanyaku bingung.
"Sebenarnya..."
Apa yang kudengar bukanlah sesuatu yang pernah kupikirkan. Sekarang, akupun mengerti apa arti dari senyum manisnya. Alasan tidak memberitahu Ray. Alasan ia memasang raut penuh kesedihan seraya menahan tanganku.
"Bohong... Fasya... Leukimia?"
*****

KAMU SEDANG MEMBACA
Blood within
RomanceSemua manusia Sama. Setidaknya itu yang kudengar. Hemofilia adalah kutukan yang ditimpa kepadaku. Perlindungan yang selalu kudapat sepanjang hidupku. Status dan uang bukanlah suatu masalah bagiku. Hidupku dapat dikatakan sempurna. Tapi.. Saat ia dat...