Tambahan Waktu

45 5 0
                                        

( Rayhan's POV )

Bel tanda pulang berbunyi dan seperti biasa, aku menuju tempat parkir lalu pulang ke rumah dengan mobil.

" Pak, Fafa udah diantar pulang tadi ?" Tanyaku.

" Udah." Jawab pak supir.

Sesampainya dirumah...

" Mbak Fafa udah dikasih makan ?" Tanyaku ke salah satu pembantu.

" Tadi mau dikasih, tapi katanya mau nunggu mas Ray pulang dulu." Jawabnya.

' Manja parah !! Dia sadar diri ga sih '

Aku menuju kamar Fafa dengan rasa kesal yang kubawa. Tanpa rasa peduli, aku membuka pintu kamarnya.

" Woi, lu kenapa ngga makan ?" Tanyaku.

Fafa sedang duduk dikasur sambil membaca buku kimia.

" Ray..." Ucapnya melihatku dengan senyuman lemas.

" Lu ngapain belajar, bukannya istirahat !" Ucapku mengambil buku itu lalu kulempar ke sembarang arah.

" Ray, aku lagi mau belajar !" Balas Fafa.

" Lu perhatiin dulu kondisi lu! Buat apa juga lu belajar kalau akhirnya lu mati !" Bentakku seraya meremas pundaknya.

" Ray, ini cuma panas biasa... Aku ngga akan mati karena ini..." Jawab Fafa tersenyum memastikan.

" ...Mbak !! Bawain makanan Fafa !!" Teriakku ke lantai bawah hingga mbak Nini, salah satu pembantu membawa nampan dengan semangkok bubur.

" Nih, makan." Ucapku mengambil mangkok bubur itu.

" Aku makan saat Ray juga makan." Jawab Fafa.

" Ngga usah sok kuat lu! Udah makan aja." Jawabku.

" Tapi aku udah janji..."

" Janji lu ga berlaku sekarang, makan dulu, gua mungkin ngga makan tapi gue bakal nemenin lu sampai lu selesai." Ucapku duduk di kursi belajarnya.

" Ok, selama Ray nemenin aku." Jawab Fafa.

*****

( Fasya's POV )

Sama halnya seperti tadi sore, Ray menemaniku makan dikamarku, hingga...

" Hey Ray, kenapa Ray khawatir denganku ?" Tanyaku.

" Gue udah bilang kan pakai aku kamu atau lu gue, ngapain lu manggil gua masih pake nama ?" Ucap Ray.

" Karena aku sudah biasa panggil Ray dengan nama. Ray, jawab sekarang pertanyaan aku tadi." Ucapku.

" Karena kalau lu sakit, gue yang bakal dimarahin. Gue bertanggung jawab buat jaga lu.. itu doang." Jawab Ray seraya bertopang dagu.

Untuk sesaat, keheningan kembali menyelimuti kamu hingga...

" Kenapa lu belajar tadi ?" Tanya Ray.

" Biar impianku tercapai." Jawabku.

" Apa impian lu lebih berharga dibanding kesehatan lu ?" Tanya Ray serius.

" Iya." Jawabku penuh keyakinan.

" ....Apa impian lu itu ?" Tanya Ray.

" Aku akan menjadi orang pertama yang menemukan obat oenyakit hemofilia." Jawabku.

Untuk sesaat Ray menatapku terkejut lalu.. suara dering telpon menghentikan percakapan. Ray mengangkat telpon itu dan saat selesai...

" ...Kabar buruk..." Ucap Ray dengan tampang kesal.

" Ada apa, Ray ?" Tanyaku.

" Ortu gue sama lu ngga jadi balik besok." Jawab Ray.

" Jadi, kapan ?"

" 2 Minggu lagi."

" Yasudah." Jawabku singkat.

" Lu gampang banget ngomongnya. Malah tanggung jawab gue makin lama lepasnya... mati aja gue.." Gumam Ray.

Tambahan waktu ini sebuah berkah. Dengan ini, aku dapat lebih mengenalmu, selama aku dekat dengan Ray...
Aku tau aku akan baik-baik saja.

Ray, sebenarnya tidak pernah kupanggil namamu dengan kamu / lu karena aku tidak pernah mau melupakan nama yang memberiku harapan menghadapi takdir yang telah ditulis bagi jiwa ini.

☆☆☆☆☆

Blood withinTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang