khawatir

94 6 0
                                    

(Rayhan's POV)

" Jadi, kenapa gua harus bareng lu ?" Ucapku kesal

Dalam pelajaran kimia, kita di bagi kelompok 2 orang-2 orang. Dan entah gimana, gue di takdirin sama dia.

" Kan memang pilihan bu Nami." Jawab Fafa sambil membuka lembar-lembar buku.
" Yaudah cepetan selesaiin. Gue yang nulis." Ucapku kesal.

Saat pembagian kelompok tadi, semuanya gak setuju aku sekelompok sama Fafa, karena kami berdua memiliki peringkat tertinggi dimasukkan kedalam kelompok yang sama.

" Tenang aja kok, bentar lagi....AWW!!" Ucap Fafa sambil kesakitan.
" Kenapa ?" Saat kulihat, darah mengalir dari telunjuk Fafa.
" Duh papercut..." Gumam Fafa.
" Gue muak !" Ucapku berdiri.
" Ray, kenapa ?" Saat Fafa hendak ingin menyentuh bajuku.
" Jangan sentuh gue, jangan deketin gue !!!" Bentakku yang menjadi perhatian kelas sekarang.

Dapat kulihat mata Fafa yang mulai berkaca-kaca dan tanpa peduli dengan sekelilingku, aku keluar kelas. Untung bu nami tadi lagi ke toilet.

Karena ini pelajaran terakhir. Saat bel berbunyi, aku kembali ke kelas. Tapi...

" Bro sumpah jahat banget lu tadi sama Fafa." Ucap Joe.
" Dia kemana ?" Tanyaku yang tidak melihat tas maupun sosok Fafa.
" Tadi habis bel, dia langsung lari keluar." Jawab Joe.

Aku hanya terdiam. Dan seperti biasa, pergi ke tempat parkir lalu pulang.

Sesampainya di rumah...
" Mba, Fafa mana ?" Tanyaku ke salah satu pembantu.
" Neng Fafa, blom pulang." Jawabnya.

' Lah... dia kemana ?'

" Udah ah, paling ntar juga dia pulang." Ucapku.

Aku melakukan keseharianku seperti biasa, hingga malam tiba dan Fafa belum kunjung pulang. Hingga jam 9 malam.

Aku sedang duduk di meja makan sambil memainkan makananku. Alu belum makan sesuap pun karena rasa khawatir dan bersalah menyelimutiku.

' Aku khawatir bukan karena peduli, hanya saja aku diberi amanah oleh orangtua ku.'

" Dia kemana sih. Gue ga tau nomernya. Kalo gua telpon ortu gue ntar ditanyain.... ah mati aja gue." Ucapku.

Malam semakin larut dan aku masih terdiam di meja makan.

" Fafa pulang..." Ucap fafa yang membuka pintu rumah.
" Lu kemana aja ?! Lu liat sekarang jam berapa ?!" Bentakku yang menunjuk ke arah jam dinding yang menunjukkan pukul 11 malam.
" Maaf Ray, Fafa abis beli ini..." Ucapnya menunjuk ke kue coklat yang aku sukai.
" Lu pulang jam segini cuma buat kue ini ? Bego ya lu ?!" Ucapku mengambil kue itu lalu ku masukkan ke dalam tempat sampah.

" Muak gua liat muka lu. Nyesel gue khawatirin lu !" Ucapku menaiki tangga.
" Ray, Fafa minta maaf..." Ucapnya dengan mata berkaca-kaca.

Aku tak peduli dan langsung menuju ke kamarku dan berbaring di kasurku.

' Karena itu Fafa mau bantu Ray...'
batin Fafa.

" Gue bodoh banget percaya sama omongan dia." Gumam Ray.

*****

(Fasya's POV)

Aku menuju meja makan dan menemukan makanan yang belum tersentuh.

" Jangan-jangan Ray nggak makan gara gara nungguin Fafa." Gumamku merasa bersalah.

' Kalau kamu tidak makan lagi kemungkinan sel itu akan bangkit. Dan tubuhmu tidak akan stabil.'

Aku teringat nasehat dari dokter langgananku.

" Maaf dok, Fafa gak nurut..." Gumamku

' Lagipula Fafa udah janji sama Ray...'

*****

( Rayhan's POV )

Saat aku terbangun dari tidurku, aku menuju kamar mandi untuk buang air dan saat mendekati kamar mandi...

Terdengar suara orang yang sedang muntah-muntah. Pintu kamar mandi terbuka dan...

" Rayhan..." Ucap Fafa keluar kamar mandi.
" Lu ngapain jam 2 pagi muntah-muntah? Gabut banget." Ucapku kesal.
" Nggak kenapa-kenapa kok... Fafa duluan ya." Ucapnya lari ke kamar.

' Dia kenapa ?'

☆☆☆☆☆

Blood withinTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang