12. Midnight tears

1.9K 144 26
                                    

12

Jesslyn mengerang keras sekali lagi saat aliran alkohol yang ditenggaknya berhasil melewati kerongkongannya dengan panas. Juga pahit, sepahit kisah cintanya yang harus kandas dengan tragis.

Dengusan sinis terdengar setelahnya. Jesslyn mengambil botol alkoholnya yang baru lalu berjalan menuju taman di belakang rumahnya. Duduk di bawah sebuah pohon rindang, di tengah malam yang cukup dingin. Tidak hujan, angin dingin memang sedang berhembus kencang di kota New York beberapa hari terakhir dan tidak kenal waktu.

Ia menenggak lagi alkohol di tangannya lalu terdiam gamang. Merasakan sesuatu yang panas di dalam dirinya, menjalari lagi hatinya yang mengerut sedih.

Berita mengenai perselingkuhan Daniel dengan Nicola, sekretarisnya, memang bukanlah hal yang baru di telinganya. Beberapa kali ia menerima foto kebersamaan mereka yang sangat berlebihan itu sejak satu tahun yang lalu. Kabar miring terus berhembus seiring hubungan mereka yang mulai merenggang, dan ya, semua sudah terjawab jelas hari ini.

Jesslyn menyeka air matanya yang bergulir dengan nyeri. Rasa sakit kembali bergelombang di dadanya. Sangat disayangkan, hubungan lima tahun yang telah dibangunnya harus kandas begitu saja dengan akhir yang sangat menyedihkan. Oleh Daniel yang ketahuan sedang berciuman panas dengan Nicola, yang nampaknya sangat menikmati sentuhan lain yang menyapu dadanya.

Bayangan pemandangan yang dilihatnya tadi siang kembali membuat dahinya mengernyit pusing. Ia baru saja hendak meneguk alkoholnya kembali, sebelum tangan seseorang dengan cepat menahannya dan mengambil botol itu darinya "Jangan minum terlalu banyak Jesslyn."

Jesslyn mendongak mendengar suara berat yang sangat dikenalinya. Sean duduk di sebelahnya dan langsung memandanginya intens, seperti biasa "Kau tidak tidur?"

"Belum. Kau sendiri?" Sean balas menggeleng "Belum waktuku untuk tidur." Jesslyn mengangguk samar mendengarnya. Ia kembali mengarahkan pandangannya lurus ke depan dengan sedih. Hendak mengambil kembali alkoholnya, namun Sean melarangnya dengan keras. Jesslyn menghela napas panjangnya dan memutuskan untuk bersandar saja sekarang.

Menikmati semilir angin malam yang menerpa wajahnya lembut. Menyapa setiap tetes air mata yang menyapu wajahnya dalam diam. Sean juga diam, dan membiarkan wanita di sebelahnya berduka atas kesedihannya meski rasanya ingin sekali menenangkan Jesslyn dengan kedua lengan kukuhnya yang siap mendekapnya hangat. Tapi sudahlah, biarkan itu menjadi angan-angannya saja.

"Kenapa dia berselingkuh di belakangku Sean ?" tanya Jesslyn sendu. Sean tidak membalas dan hanya memandanginya intens.

"Apa karena dia lebih cantik dariku ? Atau karena dia tidak menganggapku sama sekali ?" Jesslyn tertunduk sedih dan menyembunyikan air matanya yang bergulir deras. Sean menghela napas pendek melihatnya, ia memberikan sapu tangannya yang langsung diterima oleh Jesslyn.

"Tidak ada yang salah denganmu. Kau memang tidak pantas bersamanya." tuturnya tajam membuat Jesslyn menoleh dengan perasaan yang makin kalut "Aku tahu aku memang tidak pantas bersamanya Sean, aku tahu." Sean menoleh mendengar nada bergetar itu, bukan seperti itu maksud kalimatnya. Jesslyn sepertinya salah tangkap dan perkataan tadi malah membuat air matanya mengalir lebih deras lagi. Penuh kesesakan.

"Jesslyn, bukan itu maksudku," Sean berdecak pelan "Maksudku, Daniel memang tidak pantas bersamamu. Kau terlalu baik untuknya."

"Benarkah ?"

"Iya." Sean mengambil sapu tangannya yang mulai basah pada genggaman hangat Jesslyn lalu menyeka air mata wanita di sebelahnya pelan "Jangan berpikir yang tidak-tidak."

Pandangan keduanya yang beradu, mengalirkan getaran aneh yang membuat tubuh Sean memanas. Namun ia tidak memperdulikannya dan tetap memandangi Jesslyn dengan lurus, begitupun Jesslyn yang tidak menarik tatapannya. Keduanya seolah terkunci dalam suatu dimensi yang sengaja diciptakan oleh semesta untuk mereka.

"Kau wanita yang baik Jesslyn. Banyak pria lain yang bisa menghargaimu, dan melindungimu jauh lebih baik dari yang pria itu lakukan selama ini. Padamu." Jesslyn menatap jauh ke dalam iris mata coklat di hadapannya mendengar itu. Dadanya berdesir hangat setelah menemukan sesuatu yang tercetak jelas di dalamnya.

"Benarkah ? Yang bisa melindungiku, sepertimu ?" Sean pilih untuk tidak menjawab pertanyaan itu dan kembali mengarahkan pandangnnya lurus ke depan. Memandangi apa saja yang bisa dilihatnya. Membuat Jesslyn tersenyum samar di bawah remang cahaya yang mengelilingi sekitarnya.

Jesslyn kembali merenung, dan menangis. Sementara Sean berusaha mengatur gemuruh di dadanya yang berkecamuk tanpa henti. Ini memang bukan pertama kalinya ia duduk bersebelahan dengan wanita, namun saat bersebelahan dengan Jesslyn, semuanya terasa berbeda.

Perasaan ringan itu menyapu setiap inci kebekuan di hatinya dengan pelan. Meluluhkan semuanya dalam waktu singkat, dan membuat syaraf-syaraf di tubuhnya mengikuti naluri terdalamnya sebagai seorang pria dewasa juga penjaga yang selalu melindungi.

Sean menggenggam sebelah tangan Jesslyn hangat dan meletakkannya di atas paha kukuhnya yang terbalut celana jins. Membiarkan wanita itu tersentak dengan tindakannya yang impulsif. Jesslyn memandanginya sekilas, genggaman tangan itu berhasil menghangatkan perasaannya kembali.

Angin malam yang dingin seolah tertahan dengan kehangatan yang mereka berdua ciptakan malam ini. Jesslyn menghembuskan napasnya pelan lalu menyenderkan kepalanya pada bahu tegap pria di sebelahnya. Membiarkan sisa-sisa air matanya mengalir dalam diam sembari menikmati setiap detik yang terlewati dengan seberkas rasa baru yang diberikan semesta.

Pada mereka.

TBC

[GAIS AKU LULUS! YAY!]

MY PROTECTIVE BODYGUARDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang