Prolog

9.6K 457 46
                                    

Mr. Martell is waiting for you ! So— ini adalah prolognya, dan aku harap kalian semua bisa menikmati alur ceritanya. Selamat datang pembaca baru dan pembaca lama, luv u all !

*

California

12. 32 A.M

"BERHENTI !"

Dua orang yang tengah dalam pengejaran sekelompok mafia ini berlari dengan cepat menuju sebuah jalan kecil. Tempatnya yang gelap, pengap, juga sunyi bisa membuat siapapun tidak akan menyangka ada orang disini. Sean menarik tubuh Jesslyn untuk berada di belakangnya, ia menyiapkan pistolnya setelah itu.

"Sean, a—aku takut."

Sean langsung merangkul Jesslyn erat sambil terus mengawasi keadaan di sekitarnya. Mata coklatnya yang pekat terus meneliti setiap sudut jalan dengan sangat teliti. Intuisinya menangkap banyak tatap-tatap membunuh yang ditujukan ke arahnya, juga pendengarannya yang menangkap suara-suara derap kaki.

"Bagaimana jika kita—"

"Tenanglah." sela Sean singkat. Ia menyipitkan matanya ke sebuah tempat. Yap, ada sekelebat jaket biru tua disana disusul suara bisikan yang terdengar. Sean melepas rangkulannya dari Jesslyn lalu memindahkan pisau lipatnya ke bagian depan kantung jins yang dipakainya.

"Tetaplah disini. Aku akan menghabisi mereka." perintahnya yang langsung dibalas gelengan cepat oleh Jesslyn dengan wajah takutnya. Air matanya turun perlahan kemudian berderai deras saat ia menyadari ada seorang pria yang sudah menodongkan senjata api padanya dari jarak jauh.

Di balik dinding gelap dengan mata berkilat yang siap membunuh Sean kapanpun pria itu keluar.

"Aku tidak mau," tolaknya dengan sesenggukan. Sean berdecak kesal, ia paling tidak bisa melihat seorang wanita yang menangis. Apalagi wanita itu adalah Jesslyn, seorang wanita spesial yang mulai memiliki tempat di hati terdalamnya.

"Aku harus melakukannya untukmu Jesslyn. Kau tetap disini, aku akan menemuimu lagi nanti."

Jesslyn menggeleng cepat sambil mengusap air matanya dengan tatap hancur. Ia tidak bisa membayangkan Sean akan melawan gerombolan penjahat itu sendirian hanya dengan berbekal sebuah pistol dan pisau di tubuhnya. Tidak ada pikiran baik yang membuatnya optimis bahwa Sean akan berhasil kali ini. Semua itu terlalu berbahaya untuknya.

"Dengarlah." Sean menggenggam satu tangan Jesalyn erat lalu menatap wanita di hadapannya lurus-lurus. Menyatukan dua pandangan yang tulus itu untuk yang [mungkin] terakhir kalinya.

"Tugasku adalah melindungimu apapun yang terjadi. Meski itu akan membunuhku," Sean mengerang kasar mendengar kata-kata itu keluar dari bibirnya "Kau harus tetap selamat Jesslyn." tandasnya dengan tegas

Jesslyn kembali menggeleng lemas mendengar kalimat yang sarat akan perpisahan itu, setitik air matanya jatuh membasahi tangan pria yang menggenggamnya "Aku tidak bisa Sean, aku tidak—"

"Kau bisa Jesslyn Aku harus melakukannya demi dirimu." ia sempat menoleh sekilas dan mendapati pergerakan para penjahat itu semakin maju mendatanginya.

"Aku tidak mau kehilanganmu. Mereka—" Jesslyn menyeka air matanya hancur "Jumlah mereka terlalu banyak Sean."

"Aku bisa menghabisi mereka."

Jesalyn langsung menangis sesenggukan mendengar itu "Kumohon jangan." lirihnya.

Sean mendesah kasar melihat air mata itu. Bagaimanapun juga ia harus pergi, tapi di sisi lain ia juga ingin menjaga Jesslyn. Dan lebih tidak mungkin lagi jika ia harus keluar dan menyerang para penjahat itu dengan Jesslyn yang berada di sisinya.

Ia menoleh cepat saat suara sebuah pistol yang tengah disiapkan berderisik pelan di telinganya.

"Aku harus pergi sekarang." ucap Sean. Jesslyn hanya bisa berpasrah saat mendengarnya, ia memeluk pria di hadapannya erat "Kau harus kembali dengan utuh Sean. Jangan tinggalkan aku."

Sean mengangguk cepat "Tunggullah aku." ucapnya lalu mengurai pelukan itu. Menatap mata kelabu indah milik Jesslyn lalu menyeka air matanya yang berjatuhan dengan lembut. Desir halus itu langsung menyapu dadanya di tengah keadaan yang sangat menegangkan ini. Ia tersenyum samar lalu menepuk puncak kepala wanita di hadapannya menenangkan,

"Aku pergi."

"Berhati-hatilah." Sean mengangguk lalu berdiri dan berjalan keluar dari tempat persembunyiannya. Jesslyn langsung melipat tangannya, membaca doa Bapa kami yang selalu dibacanya setiap malam seraya memperhatikan Sean yang kini sudah berada jauh darinya.

*

"Target keluar, 1 org."

"Tahan 2 tembakan. 8 pasukan maju dan mengepung. Arch dan West tahan tembakan dari atas, bersiap jika pria itu melihat kalian."

"Siap."

"Dalam hitungan ketiga, kepunglah ia dan cari wanita itu. Kita harus mendapatkannya."

"Wanita itu ada di sisi baratmu Damien, arah jam delapan. Berada dibalik sebuah tong kosong mengenakan kaus hitam."

"Aku yang akan membawanya, kalian alihkan saja perhatiannya kalau bisa bunuh saja dia."

"Siap Tuan."

"Sepertinya malam ini akan menjadi malam yang menyenangkan." seringai licik pria itu langsung nampak setelahnya. Lebih menyeramkan daripada malam pekat nan sunyi yang mengitarinya saat ini.

*

Sean memegang satu pistol di tangannya erat. Mata elang miliknya meneliti setiap sudut jalan dan juga toko yang sudah tutup.

Arah jam tiga, lima, tenggara, dan atas. Astaga !

DOR!

Sebuah tembakan dilepaskan tanda dimulainya permainan. Sean makin menajamkan matanya dan juga memainkan instingnya dengan rapi. Strategi yang tercipta itu langsung berputar di kepalanya.

"Serang !"

Delapan orang berpakaian hitam-hitam dengan wajah sangar juga tatapan membunuh berlari keluar dan mengacungkan pistol mereka pada Sean . Salah seorang di antaranya bahkan sudah berlari kencang ke arahnya sambil mengacungkan sebuah samurai.

Sean menyeringai sinis sebelum ia mengangkat tangannya dan mengacungkan pistolnya dengan berani.

DOR!

"BUNUH DIA ! ARAH JAM DUA !"

DOR!

Jesslyn memejamkan matanya sambil terus menangis. Ia tak sanggup mendengar suara tembakan itu berkali-kali.

"Tuhan kumohon selamatkan dia." lirihnya sesenggukan sambil terus berdoa salam hatinya.

Bawa ia kembali padaku..

"Ayah— tolong aku." lirihnya lagi. Ia menyeka air matanya dengan rasa takut yang sangat tinggi. Dan napasnya terhenti begitu seorang pria bertubuh tinggi dengan wajah tampan bengisnya sudah berdiri di hadapannya. Tengkuknya bahkan meremang karena tatap tajam yang ditujukan padanya itu.

"Jesslyn Lynford."

Wajah Jesslyn memucat hebat mendengarnya, dan makin memucat saat ia mendapati sepasang mata hijau yang tengah menatapnya bengis sekaligus nakal.

"K—kau,"

"Senang bertemu denganmu Nona Lynford."

TBC

[Silahkan FOLLOW akun ini untuk informasi lebih lanjut yang sewaktu-waktu yang akan di update di wall. Terimakasih! ]

MY PROTECTIVE BODYGUARDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang