Bab 2 (Terbang Ke Kairo)

269 9 0
                                    

Kami mulai mempersilahkan ibu Fitri untuk masuk ke dalam rumah.

Saat sudah duduk di ruang tamu wanita itu mulai bercerita putranya tidak jadi ikut karena mendadak ada tugas yang tidak bisa dia tinggalkan.

Untuk menebus perjumpaan yang tertunda, putra ibu Fitri menitipkan sebuah hadiah untukku, entah hadiah itu benar-benar dari putra ibu Fitri, atau dari ibu Fitri sendiri yang sengaja dia berikan untuk menebus kekecewaanku.

"Maaf ya sayang, mas Bima tidak jadi kesini, tadi waktu mau berangkat ada telepon mendadak. Apalagi mas Bima baru dipindah tugaskan di Reskrim, jadi sibuk terus." Jelas ibu Fitri dengan merangkulku yang saat ini duduk di sebelahnya.

"Iya Bu, tidak apa-apa, namanya abdi negara, tentu harus mengutamakan kepentingan negara," jawabku penuh pengertian, berusaha menutupi rasa kecewaku yang sebenarnya menyelinap di dada.

"O, iya. Terima kasih atas hadiahnya, lain kali tidak perlu repot-repot. Ibu berkunjung ke sini saja Nabila sudah senang," kataku kemudian padanya.

"Hadiah ini bukan dari ibu. Hadiah ini dari mas Bima, dia sendiri yang membelinya untukmu," sahut ibu Fitri, meyakinkanku kalau hadiah yang dia bawa benar-benar dari putranya.

Waktu terus berjalan, hampir dua jam ibu Fitri bercengkrama dengan kami.

Aku merasakan wanita itu begitu hangat dan penuh perhatian padaku.

Andai nanti dia benar-benar menjadi mertuaku pasti hati ini akan sangat bahagia, terlebih budhe juga sangat mendukung hubungan ini.

****

Budhe Nunik adalah kakak dari almarhum ayahku yang selama ini membantu keperluan pendidikan kami.

Pendidikanku dan pendidikan adik laki-lakiku yang saat ini tengah berada di pesantren.

Budhe juga sangat menyayangi kami berdua seperti anak kandungannya sendiri.

Almarhum ayahku adalah seorang ASN di bidang pendidikan, sepeninggal ayah, ibu bekerja sebagai guru honorer.

Uang pensiun ayah yang ibu dapat, terkadang tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan kami, jadi karena itulah budhe Nunik membantu semua kebutuhan kami, selain karena perekonomian budhe Nunik yang mapan, mungkin karena budhe merasa bertanggung jawab atas masa depan kami berdua sebagai keponakan tersayangnya.

****

Tidak terasa 1 Minggu telah berlalu.

Hari ini aku mendapatkan kabar tentang jadwal keberangkatanku ke Kairo Mesir.

Dua hari lagi, tepatnya pada tanggal 1 september aku dan teman-teman sesama mahasiswa yang mendapatkan beasiswa akan diberangkatkan.

Ma Sha Allah, senang sekali hati ini mendapatkan kabar tersebut, akhirnya aku akan pergi ke kota impian untuk menuntut ilmu.

Kabar bahagia itupun aku sampaikan pada ibu dan budhe.

Aku memohon ridha dan doa mereka agar aku diberi kelancaran dalam menuntut ilmu nanti.

Aku mulai menyiapkan barang-barang yang hendak aku bawa.

Kubuka beberapa hadiah yang aku dapat dari ibu Fitri kala itu.

Beberapa di antaranya adalah baju-baju syar'i, jilbab, mukenah, dan buku-buku islami.

Kubawa serta semua kado yang ibu Fitri berikan, selain bermanfaat untuk diriku, barang-barang itu juga aku butuhkan.

Dua hari lagi aku berangkat, ada rasa yang mengganjal di hatiku, sebuah rasa penasaran untuk bertemu dengan Perwira polisi yang akan berta'aruf denganku, karena empat tahun lamanya nanti aku akan pergi meninggalkan tanah air ini.

TENTANG JODOHKUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang