Sudah jam lima sore, tapi keluargaku belum juga datang menjemputku. Aku masih duduk di temani IPTU BIMATARA, tak sepatah katapun yang aku ucapkan, karena memang aku tak tau apa yang harus aku katakan padanya.
"Aku minta maaf ya... Beberapa kali tidak jadi menemuimu, bukan aku sengaja, tapi memang karena tugas yang harus aku laksanakan..." Jelas pria itu. "Sebenarnya aku dan mama ingin mengantarmu ke bandara waktu itu, tapi ketika kami akan berangkat ada musibah dalam keluargaku, ayahku meninggal karena serangan jantung, jadi kami tak sempat memberi kabar apa-apa padamu, dan mamaku takut membebani pikiranmu, jika kami mengabarkan tentang musibah itu"
Kabar yang Bimantara ceritakan sungguh mengejutkanku. MasyaAllah aku merasa sangat bersalah pada ibu Fitri, aku berfikir saat itu beliau tak lagi perduli padaku. "Innalilahi wa Inna ilaihi Raji'un" jawabku lirih, "semoga ayah mas Bima Khusnul khatimah". Kataku.
"Terimakasih..." Jawabnya dengan tersenyum tipis padaku. "Setelah tujuh hari ayahku meninggal, ibu bertanya kabarmu pada bude Nunik, Alhamdulillah kata bude kamu baik-baik saja, akhirnya kami putuskan untuk tidak menggangu belajarmu, agar kamu bisa berkonsentrasi, namun insyaAllah selama ini aku dan mama selalu berdoa untuk keberhasilamu" lanjutnya.
Aku hanya terdiam mendengarkan penjelasannya, karena akupun bingung mau menjawab apa, yang ada dalam pikiranku hanyalah sebuah penyesalan dan rasa bersalahku karena sudah meragukan ketulusan ibu Fitri dan Bimantara.
"O..iya, kamu tau tidak... kenapa mamaku sangat menyukaimu??..... Kata mamaku kamu wanita Sholihah dan bisa menentramkan jiwanya..." Dia mulai menambah volume suaranya saat berbicara, mungkin karena melihat aku hanya terdiam saja. "Jujur aku tidak percaya diri saat mamaku menunjukkan Vedio tentang kamu, waktu itu kamu sedang pidato bahasa Inggris, bahasa Arab, dan tadarus Al-Qur'an di pesantenmu, mamaku juga bilang kamu juga seorang hifad..." Terangnya.
"Hifad????...." Tanyaku penasara seraya menoleh kearahnya mengerutkan alisku.
"Mmmm.... penghafal Al Qur'an kata mamaku" jawabnya singkat dengan pandangan mata yang sepertinya juga bingung.
"Ooooo... Hafidz" jelasku kemudian sambil tersenyum padanya.
Dia pun membalas senyumku dengan tertawa kecil dan menunduk malu, karena mungkin salah menyebutkan suatu kata-kata.
"Itulah yang membuat aku tidak percaya diri untuk bertemu denganmu, kamu begitu agamis, cerdas, pintar, sementara aku sangat fakir ilmu agama.... Mungkin kamu akan berfikir dua kali untuk menerima lamaranku". Katanya sambil tersenyum.
kalimat terakhir pria ini membuat jantungku berdetak lebih kencang, seperti biasa aku hanya terdiam, dan bingung untuk menjawab kata-katanya, hingga aku mendengar suara adzan magrib berkumandang.
"Ayo ke masjid!!" Ajak pria itu, sembari membawa koperku
Aku pun mengikuti langkahnya menuju masjid yang ada di sekitar bandara tersebut, dia berwuduk menuju toilet laki-laki, dan aku menuju toilet perempuan. Tak lama kemudian kami bertemu di teras masjid. "Mau menjadi makmumku?" Tanyanya padaku, mungkin karena sholat jamaah di masjid itu hampir selesai, "Tapi bacaan sholatku tak sefasih bacaan ustadz, jadi kalau kamu ragu kita solat sendiri-sendiri saja ya?..." lanjutnya sembari berbalik melangkah hendak meninggalkanku.
"Kita solat berjamaah saja" jawabku menghentikan langkahnya, aku tersenyum saat dia menoleh ke arahku meyakinkannya kalau aku mau menjadi makmumnya.
Setelah solat usai, aku segera melipat mukenahku, ku lihat ponsel Bimantara berdering, dia segera mengangkat ponsel itu "Iya ma... Nabila bersamaku, iya aku akan menjaganya" kata pria itu dalam ponsel, mungkin dia sedang berbicara dengan ibunya.
"Nabila... Mama dan ibumu hampir sampai, kita tunggu mereka di luar bandara ya, di dekat sini ada rumah makan, aku lapar" katanya.
"Iya..." Aku mengangguk setuju, karena jujur aku juga sangat lapar.
Akhirnya aku berjalan menuju mobil Bimantara, dia membawa koper dan tas bawaanku, setelah memasukkan koperku di bagasi mobil Fortunernya, dia membukakan pintu mobil untukku, dan kemudian aku lihat dia menghubungi mamanya, mengabarkan kalau kami akan keluar dari bandara untuk mencari tempat makan.
Di perjalanan dia mulai membuka pembicaraan "Selama empat tahun menunggumu, aku banyak membaca buku-buku agama, biar kalau bertemu kamu, aku bisa sedikit mengimbangi ilmumu". katanya dengan kerendahan hati.
"Memangnya membaca buku tentang apa?" Tanyaku penasaran.
Dia memandangku dengan senyuman, seraya berkata :
أنا أحب إليكِ
Dug-dug-dug... jantungku seketika berdegup, mendengar dia menggodaku dengan sebuah kata cinta. MasyaAllah ini hanya gurauan dan aku tak boleh hanyut terlalu dalam, dan tak lama kemudian, aku pun membalasnya dengan senyuman
- أنا أحبك أيظا، أنت هزلي
"Apa itu artinya?" Tanya IPTU BIMATARA.
"Aku juga menyukaimu, kamu lucu" jawabku sambil tersenyum seraya mengalihkan pandanganku, melihat ke samping kaca mobil memandangi arus kendaraan dan kerlip-kerlip lampu malam.
Tak lama kemudian kita sampai di restauran, dia mulai memesan makanan, kita makan bersama, dan saling bercerita tentang pengalaman masing-masing, tentang pekerjaannya, tentang sekolahku, dan tentang pekerjaan yang aku dapatkan setelah ini.
Beberapa menit setelah itu, ibuku, bude Nunik, dan ibu Fitri datang. MasyaAllah senang sekali berjumpa dengan mereka, ibu, bude nunik, dan ibu Fitri bergantian memeluk dan menciumku.
Perasaan bersalah dan berdosaku muncul ketika ibu Fitri memelukku, rasanya ingin aku berkali-kali mencium tangan dan meminta maaf padanya karena aku pernah meragukan ketulusan sayangnya selama 4 tahun ini padaku. Jujur dalam hati kecilku dipenuhi rasa bersalahku padanya.
Bersambung
KAMU SEDANG MEMBACA
TENTANG JODOHKU
Narrativa generaleIni adalah kisah ta'aruf seorang Perwira Polisi dengan seorang perempuan penghafal Al Qur'an, berawal dari gagalnya pertemuan, hingga pertemuan pertama di bandara, dan setelah itu ada pria lain yang hadir di antara ihtiar pencarian jodoh mereka.