Bab 3 (Perjalan Pendidikan)

258 7 0
                                    

Sudah satu bulan aku berada di Kairo, masih terbersit bayangan IPDA Bimantara sang perwira di pikiranku.

Kucoba mengunjungi akun facebooknya, kulihat beberapa foto teman wanita Bimantara yang paras dan fashionnya sangat mempesona.

Mahasiswi kedokteran Unair, mahasiswi hukum UGM, mahasiswi psikologi UI, dan masih banyak lagi teman perempuan dari universitas negeri ternama di negaraku.

Sungguh pemandangan yang menciutkan hatiku.

Aku berpikir, tidak mungkin seorang perwira polisi akan tertarik padaku, apalagi sampai jatuh cinta kepada seorang gadis biasa saja seperti diriku ini.

Aku ini hanyalah gadis sederhana, lulusan pesantren, lulusan sekolah yang di anggap sebagian orang kurang bermutu.

Selain itu tidak pernah lagi aku dapatkan kabar dari ibu Fitri yang dulu sangat memperhatikanku.

Akhirnya dengan keyakinan hati, aku putuskan tak ada lagi cerita tentang rencana ta'aruf antar aku dan perwira polisi putra ibu Fitri itu.

Aku anggap semua itu hanya selingan cerita hidup yang harus aku lewati sebelum keberangkatanku menuntut ilmu.

****

Kini aku merasa lebih tenang, aku bisa menjalani hari-hari dengan penuh semangat tanpa beban.

Konsentrasi dalam belajar, dan mengikuti materi perkuliahan dengan sungguh-sungguh. Belajar tafsir Al-Qur'an, murojaah, belajar tafsir hadist, belajar tarikh Islam, belajar, belajar, dan belajar.

Sunggu aku berharap mendapatkan hasil yang memuaskan dari kegigihanku.

Harapan terbesarku adalah tidak ingin mengecewakan keluarga.

Harus aku tunjukkan, kalau aku adalah anak yang bisa membanggakan, membuat mereka bahagia, agar tidak sia-sia perjuangannya selama ini mendidikku.

***

Berkat kerja kerasku selama ini akhirnya selain mendapat beasiswa dari universitas, aku juga mendapatkan beasiswa dari lembaga lain, yaitu Bayt Zakat karena prestasi yang selama ini aku raih.

Tiga tahun sudah aku berada di tempat ini, tempat dimana aku menimba ilmu, bertemu dengan orang-orang hebat, dan sahabat-sahabat yang menyayangiku.

Seperti Hilwa, sahabat yang sangat menyayangiku, Hilwa adalah gadis imut yang sangat manja. Meskipun kita seumuran, dia selalu memanggilku dengan sebutan kakak ipar.

Sungguh tingkah Hilwa yang kekanak-kanakan dan berlebihan membuat aku selalu tertawa riang.

Hilwa adalah salah satu putri kiayi besar yang ada di Jawa timur. Ning Hilwa, begitulah biasanya mbak-mbak santri di pesantren yang diasuh orang tuanya memanggil gadis centil itu.

Hilwa sangat ingin menjodohkan aku dengan kakak kandungnya, Elfaz Al Mubarok namanya.

Gus Elfaz adalah laki-laki lulusan S2 Syariah di universitas ini, dan sekarang Beliau menjadi dosen strata dua di universitas negeri Islam yang ada di negaraku.

Lagi-lagi seseorang ingin menjodohkan aku dengan orang yang disayanginya.

Dulu, Bu Fitri yang akan menjodohkan aku dengan putranya, dan saat ini Hilwah.

Dan tentu, kali ini aku tidak akan terbawa rasa, karena aku sudah putuskan untuk tidak terlibat cinta, sampai pendidikanku di negara ini selesai.

****

Tidak terasa kini sudah genap empat tahun aku berada di negara ini, kuliahku telah usai, aku lulus tetap waktu, dan telah mendapatkan gelar LC.

Rencananya satu minggu lagi aku dan beberapa temanku akan pulang ke negara asal.

TENTANG JODOHKUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang