Pagi ini ada pemilihan BEM (badan eksekutif mahasiswa) di kampusku. Aku datang lebih awal untuk memberikan apresiasi kepada mahasiswaku.Terlihat ada sepuluh panggilan tak terjawab di ponselku, ku coba memeriksanya, ternyata Hilwa yang menelfon ku, kemudian ku telfon balik gadis manja itu ketika waktuku mulai senggang.
"Ada apa tadi menelpon ku?" Tanyaku
"Kak Nabila, kenapa baru jawab, tadi aku cari sepatu, aku lupa ukuran kaki kakak" jawabnya
"Untuk apa?... Mau belikan aku sepatu?" Tanyaku
"Besok minggu kak nabila libur kan?"
"Iya "
"Abi dan umi mau ke rumah kakak"
"MasyaAllah, suatu kehormatan klw umi dan bapak Kiayi mau kerumahku, kamu serius ngomong gitu Hilwa?" Tanyaku tak percaya.
"Iya kak, mau melamar kakak untuk Gus Elfaz, dandan yang cantik ya" godanya
"Aku sudah cantik meski gak dandan" jawabku sambil bergurau juga.
"Serius kak... Keluargaku mau ke sana... Gus Elfaz takut kakak di ambil orang katanya."
Aku hanya menjawabnya dengan senyumnya, belum sempat aku membalas kata-katanya tiba-tiba ponselku mati, ternyata bateraiku lowbat karena belum aku carger dari tadi malam.
Aku kembali melakukan aktivitasku, membuat tugas untuk mahasiswaku dan menyiapkan materi perkuliahan yang akan aku sampaikan siang ini.
Aku anggap kata-kata Hilwa hanyalah gurauan. Karena memang Hilwa sering bercanda soal lamaran tentang kakaknya itu padaku.
Hari Minggu pun tiba, aku menyampaikan pada ibu tentang niatan Hilwa dan orang tuanya mau ke rumahku.
"Beneran bila... bu.nyai Zubaidah sama p.yai mau mampir sini?" Tanya ibuku tak percaya
"Iya Bu, mungkin beliau ada undangan pengajian di daerah dekat sini, makanya mau mampir, mungkin Hilwa ikut makanya mampir sini karena mungkin kangen sama aku Bu." Jelasku.
"Waduh... Kita kasih apa ya bil... Mereka itu orang alim lo ndok... Termasuk guru kita, jadi harus kita mulyakan" kata ibuku seperti bingung ingin menyiapkan sesuatu. "Berapa orang nak tamunya yang mampir sini?" Tanya ibu kembali.
"Mungkin Hilwa, umi sama abinya aja kok Bu."
"OOO... ya sudah"
Sementara ibuku memasak di dapur, aku membersihkan rumahku, seperti inilah keseharian aku dan ibu jika bersama, menyelesaikan pekerjaan rumah berdua, karena adik laki-lakiku Akmal masih ada di pesantren dan satu tahun sekali baru bisa pulang.
Hari telah sore, sepertinya Hilwa tidak jadi datang ke rumahku, ya mungkin mereka ada kepentingan lain.
Aku masuk kamarku membaca buku-buku tafsir Alquran sembari menunggu datangnya adzan magrib, akhirnya suara adzan pun terdengar, segera ku kerjakan sholat, setelah ku baca beberapa kalimat toyyibah untuk berzikir, ku lihat ponselku berdering, ternyata iptu Bimantara yang mengirim pesan untukku melalui akun WhatsApp, dia menanyakan kabar kluargaku, kesehatanku, dan pekerjaanku.
Sungguh perhatian pria itu padaku, meski tak pernah terucap kata cinta dari bibirnya, namun perhatiannya melukiskan rasa sayangnya padaku.
Pernah aku ingat dia mengucapkan kata ini padaku
أنا أحب إليكِ
Namun aku rasa ini hanya gurauannya saja untuk memecahkan suasana saat kita baru bertemu."Nabila... Nabila..." Ku dengar ibu memanggil-manggil namaku, sepertinya ada hal penting yang hendak beliau sampaikan. Aku pun segera keluar kamar dengan masih mengenakan mukenahku.
KAMU SEDANG MEMBACA
TENTANG JODOHKU
Fiksi UmumIni adalah kisah ta'aruf seorang Perwira Polisi dengan seorang perempuan penghafal Al Qur'an, berawal dari gagalnya pertemuan, hingga pertemuan pertama di bandara, dan setelah itu ada pria lain yang hadir di antara ihtiar pencarian jodoh mereka.